Tingginya penggunaan produk plastik dorong permintaan minyak dunia
Merdeka.com - Badan Energi Internasional (IEA) memprediksi permintaan minyak dunia terus meningkat hingga 2050 berkat tingginya kebutuhan produk-produk plastik dan petrokimia lainnya. Hal ini menjadi penyeimbang seiring turunnya permintaan minyak dari industri otomotif.
Meskipun pemerintah negara-negara dunia berupaya mengurangi polusi dan emisi karbon dari minyak dan gas, lembaga yang berbasis di Wina itu memperkirakan pertumbuhan yang cepat dari negara-negara berkembang, seperti India dan China, akan mendorong permintaan produk-produk petrokimia.
Petrokimia yang berasal dari bahan baku minyak dan gas untuk produk-produk yang berkisar mulai dari botol plastik dan produk kecantikan hingga pupuk dan bahan peledak. Permintaan minyak untuk transportasi diperkirakan akan melambat pada 2050 karena munculnya kendaraan listrik dan pembakaran mesin yang lebih efisien, tetapi itu akan diimbangi oleh meningkatnya permintaan untuk petrokimia.
"Sektor petrokimia adalah salah satu titik buta debat energi global dan tidak ada pertanyaan bahwa itu akan menjadi pendorong utama pertumbuhan permintaan minyak selama bertahun-tahun yang akan datang," Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol mengatakan pada Reuters seperti dikutip dari Antara, Sabtu (6/10).
Sumbangan Petrokimia diperkirakan mencapai lebih dari sepertiga pertumbuhan permintaan minyak global pada 2030 dan hampir setengah dari pertumbuhan permintaan pada 2050, menurut pemantau energi dunia tersebut.
Permintaan global untuk bahan baku petrokimia menyumbang 12 juta barel per hari (bph), atau sekitar 12 persen dari total permintaan minyak pada 2017. Angka tersebut diperkirakan akan terus meningkat menjadi hampir 18 juta bph pada 2050.
Sebagian besar pertumbuhan permintaan akan berlangsung di Timur Tengah dan China, di mana pabrik-pabrik petrokimia besar sedang dibangun. Perusahaan-perusahaan minyak seperti Exxon Mobil dan Royal Dutch Shell berencana untuk berinvestasi di pabrik-pabrik petrokimia baru dalam dekade mendatang, bertaruh pada meningkatnya permintaan untuk plastik.
Penggunaan plastik telah mendapat sorotan yang meningkat karena produksi limbahnya mengalir ke lautan, di mana itu membahayakan kehidupan laut, mendorong beberapa negara melarang, sebagian melarang atau mengenakan pajak penggunaan kantong plastik sekali pakai.
Tetapi laporan IEA mengatakan upaya pemerintah untuk mendorong daur ulang guna mengekang emisi karbon hanya akan memiliki dampak kecil pada pertumbuhan petrokimia. "Meskipun peningkatan besar dalam daur ulang dan upaya untuk mengekang penggunaan plastik sekali pakai, terutama yang dipimpin oleh Eropa, Jepang dan Korea, upaya ini akan jauh lebih berat dibandingkan dengan peningkatan tajam dalam konsumsi plastik di negara-negara berkembang," IEA mengatakan.
Di bawah skenario IEA paling agresif, daur ulang bisa mencapai sekitar lima persen dari permintaan bahan kimia bernilai tinggi.
Pabrik-pabrik petrokimia terutama berjalan pada produk-produk minyak ringan seperti nafta dan liquefied petroleum gas (LPG). Tapi gas alamnya menjadi bahan baku yang semakin disukai, terutama di Amerika Serikat di mana produksi gas serpih telah meningkat.
Laporan itu mengatakan proyek-proyek petrokimia akan mencapai 7 persen dari sekitar 850 miliar meter kubik (bcm) dalam peningkatan permintaan gas antara 2017 dan 2030, dan 4 persen dari peningkatan yang diproyeksikan untuk 2050.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Indonesia Harus Lebih Tegas Melawan Diskriminasi Perdagangan Global
Indonesia kini menghadapi diskriminasi perdagangan dari banyak negara terkait kebijakan ekspor minyak kelapa sawit.
Baca SelengkapnyaData Sri Mulyani: Indonesia Peringkat Ketiga Negara G20 Produksi Emisi Karbon Terendah
Sri Mulyani mengakui bahwa produksi emisi karbon per kapita di Indonesia mengalami tren kenaikan dalam beberapa tahun terakhir.
Baca SelengkapnyaHari Gerakan Satu Juta Pohon Sedunia, Pertamina Lestarikan Lebih dari 6 Juta Pohon
Saat ini terdapat 104 Program penanaman diseluruh wilayah operasi Pertamina Group di seluruh Indonesia.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Lewat Berbagai Upaya, Pertamina Patra Niaga Berperan Aktif Mengurangi Emisi Karbon
Pertamina Patra Niaga terus berkomitmen mendorong pengurangan emisi karbon.
Baca SelengkapnyaMenaker Apresiasi Pemerintah Jerman yang Minat dengan Tenaga Perawat Indonesia
Saat ini Indonesia dalam tahap pengembangan SIPK dalam upaya meningkatkan partisipasi industri untuk memanfaatkannya.
Baca SelengkapnyaWamen BUMN Apresiasi Satgas Nataru Pertamina dalam Menjaga Kelancaran Distribusi Energi
Wamen BUMN juga menjelaskan, produksi migas hulu Pertamina saat ini telah mencapai lebih dari 1 juta barrel per hari.
Baca SelengkapnyaPionir di Indonesia, 4 PLTU Ini Tak Lagi Gunakan Batu Bara Jadi Bahan Bakar
Upaya ini merupakan salah satu inovasi dan komitmen korporasi dalam mengurangi emisi karbon di Indonesia.
Baca SelengkapnyaPerusahaan Baja Ini Gunakan PLTS Atap untuk Kurangi Emisi Karbon, Jadi Salah Satu Terbesar di Jawa Barat
GRP menargetkan kapasitas PLTS Atap terpasang sebesar 33 MWp, yang direncanakan selesai pada tahun 2025.
Baca SelengkapnyaMulai Ramadan 2024, Garuda Indonesia Gunakan Kemasan Ramah Lingkungan dalam Layanan Penerbangan
Dengan pengurangan penggunaan plastik sekali pakai melalui penggunaan kemasan ramah lingkungan ini, diharapkan dapat menurunkan emisi karbon.
Baca Selengkapnya