Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Gaduh e-money di tahun ayam api

Gaduh e-money di tahun ayam api Ilustrasi e-Money. ©2017 Merdeka.com/Arie Basuki

Merdeka.com - Sejak diperkenalkan pada 2009, penetrasi uang elektronik atau e-money di Indonesia cukup signifikan. Namun memang butuh waktu panjang meyakinkan masyarakat akan keuntungan 'hijrah' ke transaksi menggunakan kartu debit, kredit maupun jenis kartu lainnya.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sangat mendorong penggunaan e-money untuk memajukan standard kehidupan. Maka dari itu, secara massif, sistemik dan terstruktur, Bank Indonesia (BI) bersama perbankan serta pemerintah 'memaksa' masyarakat mulai beralih menggunakan uang elektronik untuk transaksi nontunai.

Salah satunya, di jalan tol. Disediakan gerbang khusus untuk pengguna e-toll. Tak perlu repot mencari uang, cukup menempelkan kartu di tempat yang disediakan, kendaraan bisa melaju mulus melewati gerbang tol. Hanya hitungan kurang dari 3 detik untuk transaksi di gerbang tol.

Pemaksaan pun dilakukan dengan mengurangi gerbang transaksi tunai dengan hanya menyisakan satu loket. Atas nama penghilangan kemacetan, aturan terus jalan.

Presiden Jokowi mengungkapkan bahwa negara lain sudah menerapkan pelayanan pembayaran tol non tunai tersebut. "Semua negara juga melakukan hal yang sama. Kita kan maunya maju, bukan mundur," katanya.

Berdasarkan data BI, tiap tahun jumlah uang elektronik beredar meningkat. Hingga Agustus 2017, tercatat sudah mencapai 68,84 juta. Kenaikan ini drastis. Bila dibanding masa awal diperkenalkan ke publik pada 2010 lalu. Kala itu hanya jumlah uang elektronik beredar hanya mencapai 7,91 juta.

Gaduh biaya isi ulang

Tahun ini, Bank Indonesia (BI) menetapkan aturan isi ulang e-money. Salah satunya mengenai besaran biaya saat isi ulang.

Atas rencana tersebut, pengacara perlindungan konsumen sekaligus anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional RI, David Maruhum L. Tobing, melaporkan Gubernur Bank Indonesia ke Ombudsman Republik Indonesia. Menurutnya, pengenaan biaya Rp 1.500 sampai Rp 2.000 untuk isi ulang menunjukkan BI hanya berpihak pada pengusaha. Kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan ketidakadilan dan diskriminasi bagi konsumen.

"Harusnya yang diterima konsumen adalah efisiensi bukan dikenakan biaya top up. Ini kebijakan yang salah dan justru pro kepada pelaku usaha," tuturnya.

Kepala Program Sistem Pembayaran Bank Indonesia Aribowo mengatakan rencana sebenarnya bank sentral ingin meratakan biaya pada setiap tempat top up e-money. Sebab, selama ini biaya top up sangat variatif baik di bank maupun di tempat-tempat pengisian e-money.

Biaya top up ini akan dibuat wajar dan semurah mungkin. "Kebijakan ini utamanya untuk perlindungan konsumen juga," ujar Aribowo.

Sebagai gambaran, jika masyarakat ingin isi ulang uang elektronik keluaran Bank Mandiri yaitu e-money, tak akan dikenakan biaya alias gratis jika dilakukan di bank yang sama.

Namun, apabila ingin isi ulang di toko-toko ritel, pengguna akan dikenakan biaya sebesar Rp 2.500. Misalnya, pengguna ingin isi ulang e-money sebesar Rp 100.000, maka harus membayar Rp 102.500.

Beda lagi, jika pengguna ingin isi ulang di bank lainnya seperi BNI, BCA, BTN dan BRI. Maka, pengguna dikenakan biaya setara transfer antar bank atau kliring sebesar Rp 6.500. Jadi, pengguna harus membayar Rp 106.500, jika ingin isi ulang elektronik Rp 100.000.

Aturan uang elektronik digugat

Selain ke Ombudsman, gugatan juga disampaikan ke Mahkamah Agung (MA). Ialah Forum Warga Kota Jakarta mendaftarkan upaya Uji Materil peraturan tersebut ke MA. Alasannya, Peraturan BI bernomor 16/8/PBI bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yaitu UU 7/2011 tentang Mata Uang.

Namun, gugatan ini kandas. Permohonan keberatan hak uji materil Peraturan Bank Indonesia No.16/8/PBI/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No.11/12/PBI/2009 Tentang Uang Elektronik (PBI Uang Elektronik) ditolak.

Hal tersebut tertuang dalam Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 5 Desember 2017. Dengan demikian, PBI Uang Elektronik masih dinyatakan berlaku dan tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan lainnya terutama UU No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

"Mereka menguji materi karena mereka merasa ini bertentangan dengan UU mata uang dan kami dianggap menciptakan uang jenis baru di luar uang logam dan uang kertas. Selain itu kami juga dianggap memaksa uang elektronik di jalan tol dan disebut sebagai diskriminasi hak rakyat," ujar Kepala Departemen Hukum Bank Indonesia (BI) Rosalia Suci.

"Di Mahkamah Agung 5 Desember 2017 lalu, sudah diputuskan uji materi ditolak. Jadi PBI tetap berlaku sebagaimana adanya," lanjutnya.

Deputi Direktur Grup Pengembangan Sistem Pembayaran Ritel dan Keuangan Inklusif Bank Indonesia, Apep M Komarna mengatakan, gugatan beberapa warga terkait Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Uang Elektronik ke Mahkamah Agung dikhawatirkan mengganggu persepsi masyarakat.

Apep menilai protes itu tidaklah tepat. "Secara teknis di lapangan tidak terganggu. Tapi saya takutnya ini ganggu persepsi masyarakat saja sebenarnya. Penetrasi di lapangan kan bagus," kata Apep.

(mdk/bim)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Transaksi Digital Banking Meningkat Tajam, Kartu Kredit Justru Menurun
Transaksi Digital Banking Meningkat Tajam, Kartu Kredit Justru Menurun

Nilai transaksi digital banking mencapai Rp5.163 triliun.

Baca Selengkapnya
Waspada Penipuan Modus Surat Tilang dan Bukti Kirim Barang, Salah Klik Uang Ratusan Juta di Bank Bisa Hilang
Waspada Penipuan Modus Surat Tilang dan Bukti Kirim Barang, Salah Klik Uang Ratusan Juta di Bank Bisa Hilang

Saat ini banyak modus penipuan yang dilakukan di bidang keuangan dengan memanfaatkan media sosial.

Baca Selengkapnya
Transaksi Dana Kampanye Janggal PPATK Bukti Dana Partai Politik Tidak Transparan
Transaksi Dana Kampanye Janggal PPATK Bukti Dana Partai Politik Tidak Transparan

Ternyata, dana ini tidak mengalami pergerakan yang signifikan, namun terjadi perputaran dana hingga mencapai triliunan rupiah

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Ikut Program Kartu Prakerja, 5 Juta Orang Telah Buka Rekening Pertama di Bank dan E-Wallet
Ikut Program Kartu Prakerja, 5 Juta Orang Telah Buka Rekening Pertama di Bank dan E-Wallet

Angka ini menunjukkan bahwa Program Kartu Prakerja berdampak positif ke perekonomian Indonesia.

Baca Selengkapnya
72 Persen Penggunaan Pinjaman Online Dimanfaatkan untuk Peningkatan Kualitas Hidup
72 Persen Penggunaan Pinjaman Online Dimanfaatkan untuk Peningkatan Kualitas Hidup

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan mencapai angka peningkatan indeks literasi keuangan yaitu 65 persen dan inklusi keuangan 93 persen pada 2027.

Baca Selengkapnya
Bank Mandiri Luncurkan E-Money Desain Khusus IKN Nusantara, Bisa Dibeli Mulai 29 Januari 2024
Bank Mandiri Luncurkan E-Money Desain Khusus IKN Nusantara, Bisa Dibeli Mulai 29 Januari 2024

Peluncuran e-money ini tidak hanya untuk mendukung pembangunan IKN saja, melainkan ini sebagai langkah Mandiri untuk melakukan transformasi digitalisasi.

Baca Selengkapnya
Menkominfo: 92 Persen Kebisingan di Ruang Digital Ulah Buzzer
Menkominfo: 92 Persen Kebisingan di Ruang Digital Ulah Buzzer

Bahkan Menkominfo menyebut situasi ruang digital lebih baik dibandingkan pada 2019.

Baca Selengkapnya
Hati-Hati Politik Uang, Pemberi dan Penerima 'Serangan Fajar' Bisa Dipenjara dan Denda Puluhan Juta
Hati-Hati Politik Uang, Pemberi dan Penerima 'Serangan Fajar' Bisa Dipenjara dan Denda Puluhan Juta

'Serangan fajar' bisa berbentuk sembako, voucher pulsa, voucher bensin, hingga fasilitas lainnya yang bisa dikonversi dengan nilai uang.

Baca Selengkapnya
Benarkah Uang Tidak Bisa Membeli Kebahagiaan? Ini Hasil Penelitian Terbarunya
Benarkah Uang Tidak Bisa Membeli Kebahagiaan? Ini Hasil Penelitian Terbarunya

Sebuah penelitian berhasil mengukur korelasi uang atau harta benda dengan tingkat kebahagiaan seseorang, berikut ulasannya.

Baca Selengkapnya