RUU PKS Masuk Prolegnas 2021, Menteri PPPA Dorong Segera Disahkan DPR
RUU tersebut dianggap sudah sangat mendesak dan mengingat kondisi saat ini darurat kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.
RUU tersebut dianggap sudah sangat mendesak dan mengingat kondisi saat ini darurat kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga menegaskan, pengesahan RUU PKS tidak dapat ditunda lagi. Mengingat, kasus kekerasan terhadap perempuan terus meningkat di berbagai daerah.
Pengusulan kembali Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) agar masuk di Prolegnas Prioritas 2021 dinilai sebagai jihad untuk memerangi kekerasan seksual di Indonesia.
Hal itu dikatakan Diah terkait semakin maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi di beberapa daerah.
Usman membacakan cerita Wahyu, salah satu WNI yang mengalami kekerasan seksual saat berada di dalam penampungan Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI), di depan Ketua Baleg DPR.
RUU PKS ini sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Hanya saja di tengah perjalanan sempat dikeluarkan dari prioritas tahun 2020. RUU PKS rencananya akan dimasukan ke prioritas 2021.
"Ketua Umum kami Ibu Megawati Soekarnoputri selalu concern dan mengatakan betapa pentingnya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini,"
Komnas Perempuan mengajak semua pihak untuk terlibat dan peduli dalam upaya menghapus kekerasan seksual. Komisioner Komnas Perempuan Retty Ratnawati mengungkapkan, pada tahun 2019, kasus kekerasan seksual yang terjadi sebanyak 431.471 dan angka itu sangat besar.
"Semoga RUU ini menjadi RUU yang diketengahkan sebagai bentuk political will, goodwill, keinginan baik yang diterjemahkan ke dalam ruang politik oleh fraksi-fraksi di DPR RI," ucapnya.
Dia menuturkan, fenomena kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak yang terus meningkat menjadi salah satu urgensi dari RUU PKS tersebut. Data dari Komnas Perempuan pada 2019 ada 406.178 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan.
"Dari Hasil Rapat Konsultasi Badan Legislasi dan pimpinan serta Rapat Konsultasi pengganti Bamus, kita akan masukkan undang-undang tersebut di Prolegnas Prioritas 2021 dan sudah diputuskan kemarin," ujar Sufmi saat memimpin rapat paripurna, Kamis (16/7).
Harapan agar publik terlindungi dari ancaman kekerasan seksual tidak serta merta berjalan mulus. Nasib RUU ini pun masih menjadi perdebatan di kalangan elit maupun masyarakat.
Dalih DPR yang menyebut pembahasan 'sulit' dirasa tidak masuk akal ditariknya RUU PKS dari Prolegnas Prioritas.
Dari judul hingga batang tubuh RUU PKS jadi poin perdebatan. Sebagai anggota parlemen merasa isi mengandung banyak poin sensitif.
"Puncaknya di 2019 mencapai 431.471 kasus, bahkan laporan secara langsung ke Komnas Perempuan mencapai 1.419 laporan. Artinya ini sudah menjadi sesuatu yang mendesak. Sampai kapan kita harus menunggu," ujar Lisda.
"Waktu itu RUU PKS ini justru menjadi janji semua politisi ketika hendak pemilu baik itu di tingkat nasional maupun daerah," ujar dia.
"Kita berharap nanti setelah RUU KUHP diselesaikan antara pemerintah dan Komisi III, maka RUU Kekerasan Seksual ini akan kita masukkan lagi dalam program legislasi nasional," ungkap dia.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi membenarkan, penarikan RUU PKS merupakan permintaan dari Komisi VIII berdasarkan hasil rapat bersama Baleg.