Ini daftar lengkap caleg DPRD dan DPD yang berstatus mantan napi korupsi
Untuk caleg DPR RI, semula ada 10 nama caleg yang bertatus mantan terpidana korupsi. Namun sudah diganti oleh partai masing-masing.
Untuk caleg DPR RI, semula ada 10 nama caleg yang bertatus mantan terpidana korupsi. Namun sudah diganti oleh partai masing-masing.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) meloloskan 38 mantan narapidana korupsi masuk dalam daftar calon tetap (DCT) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan Kabupaten/Kota serta tiga mantan napi korupsi sebagai dalam DCT Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Pemilu 2019.
KPU desak Kemenkum HAM segera undangkan revisi PKPU soal caleg mantan koruptor. KPU telah mengirimkan draf revisi PKPU tersebut kepada Kemenkum HAM.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ilham Saputra mengatakan pihaknya tidak akan memberi tanda khusus kepada caleg mantan narapidana korupsi dalam surat suara di Pileg 2019. Pihaknya telah menyelesaikan surat suara yang akan dipergunakan ketika Pemilu 2019.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ilham Saputra mengatakan calon legislatif atau caleg mantan narapidana korupsi akan tetap dimasukkan ke daftar calon tetap (DCT). Dia menyebut hal tersebut berdasarkan keputusan Mahkamah Agung (MA).
KPU harus memikirkan teknis pemberian tanda bagi caleg eks napi tindak pidana korupsi di surat suara. Sebab, surat suara terbilang kecil.
Taufik mengaku telah mengumumkan kepada masyarakat terkait rekam jejaknya sebagai mantan terpidana kasus korupsi. Taufik meyakini tetap mendapatkan suara tinggi di Pemilihan Legislatif.
Dengan putusan MA ini, KPU harus menetapkan kembali 41 calon legislatif mantan terpidana kasus korupsi. Atas putusan MA, KPU akan segera melakukan revisi Peraturan KPU (PKPU).
Wakil Ketua KPK menyatakan, jika para mantan koruptor itu kembali melakukan korupsi, maka bisa diancam hukuman mati. Ini mengacu pada Pasal 2 UU nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Tidak tertutup kemungkinan nama Abdillah tetap tidak diloloskan. Argumentasinya, tahapan penetapan calon sudah selesai. Terlebih berdasarkan pengalaman dalam gugatan kepemiluan, produk hukum yang diputuskan tidak berlaku surut.
Mahkamah Agung (MA) segera mengirim salinan putusan atas gugatan PKPU eks napi korupsi nyaleg kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ini disampaikan langsung oleh juru bicara MA Suhadi.
Putusan Mahkamah Agung (MA) yang memperbolehkan mantan napi korupsi menjadi caleg pada Pemilu 2019 menuai pro kontra di masyarakat. Pekan lalu, MA memutus uji materi Pasal 4 ayat (3) PKPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD kabupaten/kota terhadap Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Partai Gerindra masih membuka peluang mencalonkan kadernya menjadi calon anggota legislatif di Pemilu 2019, meski menyandang status sebagai eks narapidana kasus korupsi. Terlebih pasca Mahkamah Agung (MA) yang membolehkan mantan narapidana korupsi, kejahatan seksual pada anak, dan bandar narkoba maju sebagai caleg.
Saut menerangkan, jika keputusan yang dikeluarkan MA merupakan keputusan tertinggi. Untuk itu pihaknya meminta semua pihak agar menghargai keputusan tersebut.
Mahkamah Agung (MA) membolehkan mantan narapidana korupsi jadi caleg di Pemilu 2019. Sebab, MA menilai, PKPU nomor 20 tahun 2018 yang melarang mantan napi korupsi nyaleg bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Kebijakan tersebut digulirkan berdasarkan pakta integritas yang sudah disepakati seluruh kader partai berlambang pohon beringin. Sebanyak 4 poin sudah ditandatangani dan menjadi peraturan mengikat bagi seluruh kader termasuk caleg.
Mahkamah Agung telah mengabulkan gugatan terhadap Pasal 4 ayat (3) PKPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD Kabupaten/Kota, yang mengatur larangan eks terpidana kasus korupsi mencalonkan sebagai anggota legislatif.
Secara teknis, menurut Abhan, KPU tak perlu memakan waktu lama untuk melakukan revisi. Proses konsultasi ke DPR bisa dipersingkat dengan konsultasi tertulis tanpa harus melaksanakan rapat dengar pendapat (RDP).