Sejarah Sei Rampah, Wilayah yang Terkenal Banyak Tanaman Rempah
Wilayah yang terletak di Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai) dulunya dikenal sebagai kota yang kaya akan rempah-rempah.
Wilayah yang terletak di Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai) dulunya dikenal sebagai kota yang kaya akan rempah-rempah.
Sejarah Sei Rampah, Wilayah yang Terkenal Banyak Tanaman Rempah
Kecamatan Sei Rampah merupakan ibu kota dari Kabupaten Serdang Bedagai yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Wilayah ini dulunya pernah menjadi pusat perdagangan pada masa pemerintahan Kerajaan Bedagai. Secara letak geografis, Kecamatan Sei Rampah cukup strategis yaitu berada di sepanjang jalur transportasi darat Lintas Timur Sumatera yang menghubungkan dengan wilayah yang ada di Sumatera Utara. Selain itu, terdapat Sungai Rampah yang bagian pinggirnya dihuni oleh masyarakat perkampungan yang sangat ramai. Kondisi ini tak lepas dari tanah yang subur dan datar serta memiliki kandungan air yang cukup untuk ditanami berbagai macam tumbuhan.
Pada zaman dahulu, Sei Rampah dikenal sebagai salah satu wilayah dengan ragam tumbuhan rempah-rempah. Simak ulasan sejarah Kecamatan Sei Rampah yang dirangkum merdeka.com berikut ini.
Ekspansi Perkebunan
Ketika berdirinya Kerajaan Bedagai, pihak kolonial Belanda melakukan ekspansi besar-besaran di sektor perkebunan. Dalangnya yaitu J.Nienhuys dan J.F Van Leewen Co yang membuka lahan perkebunan kare di Labuhan Deli pada tahun 1863. Perusahaan ini terus berkembang sampai ke Sergai.
-
Apa itu gula merah di Serdang Bedagai? Gula merah atau biasa yang dikenal gula jawa ini pada dasarnya diproduksi dari air nira aren atau kelapa. Namun, di Serdang Bedagai, lahir inovasi produksi gula merah dari kelapa sawit.
-
Kenapa Pulau Selayar penting dalam perdagangan rempah? Sejak kedatangan bangsa Eropa ke Nusantara, Pulau Selayar menjadi salah satu wilayah yang menjadi titik penting perdagangan rempah-rempah di wilayah Timur.
-
Bagaimana perdagangan rempah dilakukan di Palembang? Melalui Sungai Musi inilah perdagangan mulai terjalin, bahkan hingga terjadi percampuran budaya dengan masyarakat setempat.
-
Dimana rempah-rempah awalnya tumbuh? Pada awalnya, rempah-rempah seperti cengkeh, pala, kayu manis, dan lada hanya tumbuh di wilayah Nusantara (sekarang Indonesia) dan sebagian India.
-
Bagaimana Museum Bahari menggambarkan era kejayaan rempah? Museum ini benar-benar menggambarkan era kejayaan rempah di Indonesia masa penjajahan.
-
Apa yang dibudidayakan di Kampung Semanggi? Saat ini, ada 39 petani yang membudidayakan tanaman semanggi di Kampung Semanggi.
Mengutip dari mediacenter.serdangbedagaikab.go.id, pada masa itu pula telah dibuka beberapa Onderneming khususnya untuk komoditi karet pada tanah konsesi di Simpang Empat Tanah Raja, Sungai Bamban dan Sungai Parit. Sungai Rampah menjadi jalur penting untuk transportasi laut yang membawa hasil perkebunan dari Onderneming.
Seiring berjalannya waktu, banyak para pedagang yang menetap di pinggir Sungai Rampah sehingga wilayah ini semakin ramai penduduk. (Youtube/Jojo Hutagalung)
Banyak Tumbuhan Rempah
Kata 'Sei Rampah' diambil dari kata 'Sei' yang artinya Sungai sementara 'Rampah' diartikan sebagai rempah-rempah. Penggunaan kata Sei Rampah ini tak lepas dari sungai yang berfungsi sebagai jalur transportasi pedagang rempah-rempah.
Konon, di pinggiran Sungai Rampah banyak sekali tumbuh berbagai macam rempah, mulai dari kemiri, pala, lada, hingga cengkeh. Tanahnya yang sangat subur membuat warga setempat tak pernah kesulitan untuk mencari pekerjaan, mereka cukup menunggu tanaman itu panen lalu menjualnya.
Mayoritas pedagang yang mampir di Sungai Rampah ini berasal dari Persia, Gujarat, Mesir, Cina, dan Malaka. Terjadinya proses perdagangan ini tak lepas dari interaksi sosial, warga setempat pun saling bertukar informasi dengan mereka. Dari sinilah, para penduduk memiliki pola pikir yang maju khususnya terkait pengetahuan tentang penanaman pohon rempah.
Hidup Berdampingan dengan Binatang Liar
Kehidupan masyarakat Sei Rampah tak lepas dari ekosistem alam di sekitarnya termasuk satwa-satwa liar seperti Gajah, Beruang, dan Harimau. Warga setempat sebenarnya telah hidup berdampingan tanpa ada niat untuk berburu atau takut dimangsa hewan buas tersebut.
Namun suatu ketika, datanglah sebuah kapal dari India yang khusus memburu satwa liar untuk diambil gadingnya, bahkan hingga kuku dari beruang sekali pun.
Mereka pun mengiming-iming upah yang besar kepada penduduk untuk memburu satwa tersebut.
Dari situlah, ada sebagian masyarakat yang tergiur, sementara sebagian lagi menolak keras adanya perburuan. Sampai akhirnya terjadi perpecahan antara dua kubu yang berbeda pandangan ini.
Kubu yang pro terhadap perburuan ini hidup dengan makmur tapi kondisi alamnya begitu gersang. Suatu ketika, musim hujan tiba dan mengikis wilayah tersebut karena tak ada pepohonan. Wilayah tersebut lantas hancur oleh terjangan air rob yang tak lagi terbendung.
Mereka pun akhirnya menyadari dan menyesali perbuatan tersebut. Akhirnya mereka kembali bergabung dengan penduduk kampung Hulu lalu melanjutkan menanam tumbuhan di hutan sehingga wilayah ini dikenal sebagai penghasil rempah-rempah.