Polemik Contract Farming vs Food Estate, Jubir AMIN: Justru Supaya Petani Bisa Punya Lahan Sendiri
Capres Anies mengaku memiliki solusi yang berpihak pada petani.
Capres Anies mengaku memiliki solusi yang berpihak pada petani.
Program food estate masih berpolemik, setelah calon presiden (capres) nomor urut 1 Anies Baswedan melontarkan gagasannya akan mengganti program lumbung pangan itu menjadi contract farming atau pertanian kontrak pada Sabtu (25/11).
Gagasan Anies itu mendapatkan kritik dari Ketua Dewan Pengarah Tim Pemenangan Kampanye pasangan calon nomor urut 2 (Prabowo-Gibran), Airlangga Hartarto. Airlangga menyebutkan bahwa jika contract farming diterapkan, itu artinya para petani tidak memiliki tanahnya sendiri.
Menko Bidang Perekonomian itu memaknai contract farming adalah farmer (petani) yang tidak memiliki tanah. Ia mencontohkan misalnya di Pulau Jawa yang lebih dikenal sebagai petani buruh atau pekerja buruh sawah. Padahal menurut Airlangga, petani harus memiliki tanah atau lahan sawahnya sendiri.
Juru Bicara paslon AMIN (Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar), Hasreiza atau dikenal dengan Reiza Patters, menanggapi kritik Airlangga dengan menyebutkan bahwa pertanian kontrak tidak sama dengan pekerja buruh sawah sebagaimana yang dikenal selama ini. Pertanian kontrak, sambung Reiza, hanya istilah sebagai konsep untuk lebih melindungi, menghargai dan mengangkat derajat petani sebagai pemilik dan pengolah lahan.
Ketua Pemuda ICMI DKI Jakarta ini menyatakan bahwa pertanian kontrak bakal memberdayakan seluruh sumber daya pertanian lokal yang sudah ada, jadi petani tetap sebagai pemilik lahan sawahnya sendiri, tidak digeser sebagai buruh sawah.
Reiza mengatakan bahwa apa yang dikatakan Airlangga Hartarto itu adalah bentuk penggiringan opini dan persepsi publik, bahwa gagasan pertanian kontrak seolah-olah akan merampas kepemilikan petani atas lahan atau sawahnnya sendiri. Bahkan para petani yang tak punya lahan, lanjutnya, dengan konsep pertanian kontrak bakal diupayakan mendapatkan lahan bersistem hak garap berjangka waktu tertentu.
“Bahkan untuk petani yang belum memiliki lahan sendiri, bisa diberikan lahan yang berasal dari lahan negara dengan sertifikat hak garap selama 5-10 tahun atau bisa juga lebih, selama lahan itu memang digunakan untuk produksi pertanian oleh petani yang diberikan hak tersebut. Sehingga bisa menjadi aset bagi mereka dan bisa dijadikan jaminan untuk bantuan finansial oleh perbankan,” terang Reiza dalam keterangannya, Jumat (1/12).
Sistem pertanian kontrak, menurutnya, juga untuk mencegah kembalinya konsep atau sistem pertanian sentralistik oleh pemerintah atau pengusaha-pengusaha kroni pemerintah saja.
“Semangatnya untuk mengangkat derajat para petani, sehingga mampu bermitra dengan instansi pemerintah, baik BUMN atau BUMD, maupun perusahaan swasta pengelola hasil pertanian. Dengan adanya jaminan pembelian hasil panen dari negara, maka petani menjadi mitra yang sejajar untuk bekerjasama dengan BUMN/BUMD atau perusahaan swasta tersebut,” imbuhnya.
Sistem ini, lanjut Reiza, akan memberikan pemerataan keadilan serta memberdayakan segala sumber daya pertanian lokal yang sudah ada di seluruh Indonesia. Namun dengan nilai tambah, meningkatkan daya saing atau daya tawar petani sehingga produk-produknya lebih mudah masuk di pangsa pasarnya.
“Pertanian kontrak ditujukan untuk melindungi para petani dari ketidakadilan sistem industri pertanian yang kerap merugikan mereka dari pra-produksi hingga pasca-produksi. Pra-tanam sulit mendapatkan benih yang baik dan murah, di masa pemeliharaan pupuknya susah didapat dan juga mahal, giliran pascaproduksi, susah memasarkan hasil panen atau kalau tidak, harganya hancur karena tidak ada perlindungan regulasi dari pemerintah. Itu yang mau kita cegah dengan menerapkan sistem pertanian kontrak ini,” tegasnya.
Ia justru mempertanyakan mengapa food estate dikelola oleh yayasan yang sebagian besar pengurusnya adalah kader Partai Gerindra dan pengusaha-pengusaha yang memiliki kedekatan dengannya. Menurutnya Airlangga Hartarto justru tidak memahami proyek food estate yang dilakukan oleh Kemenhan tersebut.
ujar Reiza.
Sebelumnya, capres nomor urut 1 Anies Baswedan menyatakan bahwa food estate wujudnya adalah pengembangan industri pertanian berbasis kawasan, yang pada praktiknya justru dikuasai korporasi. Hal itu, menurut Anies akan membuat food estate sangat terikat dan dikuasai oleh pemilik modal, sedangkan pertanian kontrak adalah bentuk kerja sama antara pemilik modal dan petani. Sementara dengan pertanian kontrak, petani bisa tetap menjual hasil produksi mereka kepada konsumen dengan harga yang relatif baik dan memiliki kepastian pembelian produk.
Airlangga Hartarto menyentil Anies Baswedan soal program contract farming.
Baca SelengkapnyaProgram food estate justru membuat dana tidak diterima rakyat.
Baca SelengkapnyaPasangan Prabowo-Gibran berkomitmen melanjutkan program Food Estate dengan berbagai penyempurnaan.
Baca SelengkapnyaCak Imin mengatakan, program food estate itu telah berhenti.
Baca SelengkapnyaMenurut Jubir Anies, seharusnya yang ditanam di Food Estate adalah beras, bukan singkong.
Baca SelengkapnyaAngga merasa tidak heran mengapa program ‘food estate’ yang dipegang Kementerian Pertahanan mangkrak
Baca SelengkapnyaDPR akan melihat fungsi pangawasan kementerian terkait mengenai program lumbung pangan itu.
Baca Selengkapnya18 Anggota DPR RI hadir dan berdialog langsung bersama kelompok tani dan pemerintah daerah.
Baca SelengkapnyaKomisi IV DPR RI melakukan kunjungan spesifik ke kawasan Program Strategis Nasional (PSN) Food Estate di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah
Baca Selengkapnya