Saat Jaksa Skakmat Pleidoi SYL Sebut Rumah BTN di Makassar Masih Kebanjiran, Ini Kata-Kata Menohoknya
Saat Jaksa Skakmat Pleidoi SYL Sebut Rumah BTN di Makassar Masih Kebanjiran, Ini Katanya

Jaksa pun meminta majelis hakim untuk tidak menganggapi pernyataan SYL

Saat Jaksa Skakmat Pleidoi SYL Sebut Rumah BTN di Makassar Masih Kebanjiran, Ini Kata-Kata Menohoknya
Pernyataan eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) tidak membuat Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai hati untuk menurunkan tuntutannya atas kasus korupsi yang saat ini berlangsung di meja pengadilan.
Jaksa
pun meminta majelis hakim untuk tidak menganggapi pernyataan Syahrul.
Pernyataan yang dimaksud SYL yakni rumahnya yang berada di Makassar, Sulawesi Selatan merupakan rumah murah dari program Bank Tabungan Negara (BTN) dan terkadang masih mengalami kebanjiran.
Dengan demikian, dia merasa tidak masuk akal apabila dirinya didakwakan melakukan korupsi.
Jaksa KPK, Meyer Simanjuntak menilai nota pleidoi SYL tidak bersesuaian dengan fakta sidang.
Meyer lantas menyoroti soal urunan pegawai di Kementerian Pertanian (Kementan) yang dipatok hingga 20 persen.
"Terdakwa berdalih tidak pernah meminta 20 persen sebab jika terdakwa meminta 20 persen dari anggaran Kementan RI yang setiap tahunnya berkisar Rp15 triliun maka terdakwa seharusnya sudah kaya raya. Namun, kenyataannya terdakwa hanya tinggal di rumah BTN di Makassar yang masih kebanjiran," kata Jaksa KPK Meyer Simanjuntak dalam nota repliknya, Senin (8/7).
SYL yang mengklaim tidak memiliki harta kekayaan, kata Meyer justru bertentangan dengan alat bukti yang telah disita Jaksa KPK.
Nyatanya banyak sekali harta benda milik Syahrul mulai dari rumah mewah hingga kendaraan serta uang miliaran rupiah.
"Dalih terdakwa yang menyebut bahwa terdakwa tidak memiliki harta banyak dan hanya punya rumah BTN di Makassar adalah bertentangan dengan barang bukti hasil penggeledahan dan penyitaan uang dan aset terdakwa sebagai berikut, uang puluhan miliar yang disita dari hasil penggeledahan di rumah dinas terdakwa Jalan Widya Chandra, rumah mewah di daerah Limo yang telah disita KPK, rumah mewah terdakwa di daerah Panakukang Makassar yang telah disita oleh KPK, mobil Alphard atau Vellfire yang telah diserahkan atau disita oleh KPK, mobil mercy sprinter yang telah disita KPK, uang miliaran rupiah di rekening terdakwa yang telah diblokir, terdakwa membayar jasa penasihat hukum Febri Diansyah dkk sebesar Rp3,1 miliar," beber Meyer.
Jaksa menyebut dalam modus urunan 20 yang dilakukan SYL dan anak buahnya dibentuk dalam bentuk sebuah program.
Alhasil SYL pun bisa menggunakan secara bebas uang hasil urunan tersebut tidak terkecuali untuk kepentingan pribadinya.
"Pada pokoknya terdakwa meminta jatah 20 persen anggaran Kementan RI yang dibungkus dalam bentuk program, diskresi 20 persen anggaran tersebut memberi kewenangan kepada terdakwa untuk menggunakan secara bebas, sesuka hati terdakwa tanpa pertanggungjawaban yang jelas. Padahal menteri bukanlah pelaksana teknis, semestinya penggunaan anggaran diserahkan penuh kepada masing-masing Dirjen teknis yang lebih memahami kebutuhan di lapangan dan penggunaan anggarannya," jelas Meyer.
Jaksa juga mengungkit keterangan mantan ajudan SYL, Panji Harjanto yang pernah mendengar soal pemotongan anggaran 20 persen Kementan.
Pun permintaan itu juga diteruskan ke Sekjen Kementan, Kasdi Subagyono dan Dirjen Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Muhammad Hatta.
"Permintaan kebutuhan operasional Syahrul Yasin Limpo dan keluarganya yang juga didukung dengan petunjuk berupa barang bukti elektronik, chat WA antara terdakwa Syahrul Yasin Limpo dan Imam Mujahidin Fahmid, serta adanya barang bukti antara lain dokumen catatan staf Kementan RI dan bukti kwitansi serta transfer uang pembayaran kebutuhan menteri dan keluarganya. Selanjutnya, keterangan Syahrul Yasin Limpo juga mengakui adanya kebijakan atau diskresi 20 persen dari anggaran Kementan RI untuk program yang sesuai perintah terdakwa Syahrul Yasin Limpo selaku menteri kepada pejabat eselon I Kementan RI," tegas Jaksa.