Perlu SDM Unggul, Wamenkes: Rasio Dokter Indonesia di Bawah Standar WHO
Berdasarkan data Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), kasus penyakit katastropik mengalami peningkatan sebanyak 23,3 juta kasus di 2022.

Standarnya, 1 dokter per 1.000 penduduk.

Perlu SDM Unggul, Wamenkes: Rasio Dokter Indonesia di Bawah Standar WHO
Pandemi Covid-19 telah menjadi pengingat bagi masyarakat akan pentingnya mempersiapkan perlindungan baik jiwa maupun kesehatan demi menjaga stabilitas keuangan keluarga. Tidak hanya itu, risiko terjadinya penyakit kritis pun meningkat pascapandemi.

Berdasarkan data Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), kasus penyakit katastropik (jantung, kanker, stroke, gagal ginjal, dan lainnya) di Indonesia mengalami peningkatan sebanyak 23,3 juta kasus di tahun 2022.

Oleh karenanya diperlukan peningkatan sistem layanan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, agar masyarakat semakin yakin melangkah dalam menghadapi berbagai risiko tak terduga di masa depan. Meningkatnya kebutuhan layanan kesehatan bagi masyarakat juga perlu didukung dengan berbagai hal penunjang, termasuk salah satunya jumlah tenaga medis.

Mengutip pernyataan Wakil Menteri Kesehatan, dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD, PhD, KEMD saat memberikan materi di acara yang sama, saat ini rasio jumlah dokter Indonesia masih tergolong sangat kecil, yaitu 0,47 dokter per 1.000 penduduk.

"Angka ini jauh di bawah standar WHO yang minimalnya 1 dokter per 1.000 penduduk,"
ujar Dante.
Senada dengan Wakil Menteri Kesehatan, Michellina L. Triwardhany (Dhany), Presiden Direktur Prudential Indonesia menyebutkan keterbatasan jumlah SDM dengan latar belakang bidang kesehatan juga menjadi perhatian pelaku industri asuransi jiwa.

Kehadiran SDM dengan latar belakang bidang kesehatan ini tentunya guna mendukung pelaku industri asuransi jiwa dalam meramu dan menghasilkan inovasi produk dan layanan khususnya terkait asuransi kesehatan.
Hingga Agustus 2023, pihaknya didukung oleh 176 staf dengan latar belakang pendidikan bidang kesehatan mulai dari dokter, perawat hingga public health.
Selain keterbatasan jumlah SDM dengan latar belakang bidang kesehatan, industri asuransi juga kekurangan SDM dengan latar belakang aktuaria.
Bahkan OJK menyebutkan masih ada 40 perusahaan asuransi di Indonesia yang belum memiliki aktuaris.