Pemerintah, tokoh agama dan media massa harus redakan kasus Tolikara
Merdeka.com - Kisruh di Tolikara, Papua mengundang reaksi dari berbagai pihak. Isu Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA) menjadi pemicu panasnya kondisi di wilayah ujung Timur Indonesia tersebut, bahkan merambah ke wilayah-wilayah lain.
Pembakaran ruko yang menjalar hingga ke musala saat Salat Idul Fitri berlangsung, Jumat (17/7) menimbulkan aksi protes dan tuntutan masyarakat dari berbagai daerah agar pemerintah segera mengusut tuntas kasus tersebut.
Terkait hal ini, Presiden Nusantara Foundation yang juga merupakan tokoh komunikasi antaragama di Amerika Serikat, Shamsi Ali menilai Pemerintah Indonesia sudah cukup cepat mengatasi insiden di Tolikara.
Sebab, beberapa aksi susulan pengrusakan gereja mulai terjadi, terlepas dari niat aksi tersebut sebagai balas dendam atau tidak. Namun, kerukunan antarumat beragama di Indonesia sedang terancam.
"Saya kira pemerintah sudah melakukan langkah-langkah yang baik. Cuma memang jangan sampai terhenti dengan berkurangnya hiruk-pikuk pembicaraan mengenai peristiwa ini. Untuk pemerintah, khususnya pihak pengamanan, agar dilakukan pengusutan dan penyelesaian hukum yang tuntas. Pelaku dan otak pelaku segera ditemukan dan dieksekusi sesuai hukum yang berlaku," kata Ali kepada merdeka.com, Kamis (23/7).
Pria kelahiran Bulukumba, Sulawesi Selatan ini juga menilai, penyelesaian kasus Tolikara bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Para pemuka agama harus turut berpartisipasi menyelesaikan kegaduhan tersebut secara bersama-sama. Aksi terkutuk yang dilakukan berbagai pihak mengatasnamakan agama tertentu ini dinilai harus segera dihentikan.
"Untuk pimpinan agama saya kira massanya untuk menjadikan peristiwa semacam ini sebagai musuh bersama sehingga ada 'common ground' untuk menjalin kesepahaman dan kerjasama," imbuhnya.
Peristiwa Tolikara dipandang Ali tak lepas dari media yang memberitakan. Oleh sebab itu, Ali juga meminta pelaku media untuk tidak mengeksploitasi pemberitaan secara berlebihan, apalagi tidak sesuai fakta yang terjadi. Dia meminta media untuk berhati-hati dalam menyebarkan pemberitaan.
"Saya kira media sebaiknya mengurangi eksploitasi berita secara berlebihan. Akan lebih baik jika media menyampaikan hal-hal positif dari masing-masing pemeluk agama. Dengan demikian akan tumbuh rasa tenang dan keinginan untuk menjaga keadaan yang lebih kondusif," tutur Ali.
Dengan kejadian Tolikara, Ali menilai sudah saatnya label teroris tidak diidentikkan dengan agama tertentu. "Selain itu labelisasi teroris yang selama ini selalu diidentikkan dengan Muslim perlu diperbaiki. Artinya pengaitan kata teror dengan agama segera dihentikan," tutup Ali.
(mdk/efd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jenderal Bintang Empat tersebut pun mewanti-wanti pentingnya menjaga kerukunan dan perdamaian selama proses pemilu.
Baca SelengkapnyaTudingan Melki melakukan kekerasan seksual pertama kali ramai diperbincangkan di media sosial setelah diunggah akun @BulanPemalu.
Baca SelengkapnyaPolisi mengungkap kasus provokasi yang memicu sejumlah tawuran di Jakarta. Empat orang tersangka pelakunya ditangkap.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Siswi SMP berinisial A (16) dianiaya temannya hingga pingsan beredar di media sosial (medsos).
Baca SelengkapnyaPeristiwa itu terjadi di Jalan Raya Narogong Kelurahan Bojong Menteng Kecamatan Bekasi Timur, pada Sabtu (9/3) subuh.
Baca SelengkapnyaHal ini bisa dilihat langsung di media sosial, banyak yang melakukan framing pihak lawan dengan citra negatif.
Baca SelengkapnyaTurki merupakan salah satu negara yang masyarakatnya mayoritas muslim. Tradisi mudik di Turki untuk merayakan Idul Fitri yang biasa disebut 'Seker Bayram'.
Baca SelengkapnyaViral di media sosial sosok polisi yang duji kesetiannya dengan pacar oleh atasannya.
Baca SelengkapnyaMedia sosial tengah dihebohkan dengan kabar ulat kucing. Ulat bulu ini disebut-sebut sangat beracun dan mematikan.
Baca Selengkapnya