Kisah Pilu Siswi SD di NTT Ditinggal Orangtua Merantau
Merdeka.com - Mersi Kase, siswi kelas VI Sekolah Dasar Negeri Oevetnai, Desa Weulun, Kecamatan Wewiku, Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur ini hidup sebatang kara di rumahnya. Kedua orang tuanya memilih merantau di Kalimantan untuk memperbaiki hidup mereka.
Pasca merebaknya covid-19, orangtua Merci tidak lagi mengirimkan uang, untuk membeli beras apalagi jajan seperti anak seumurannya. Saban hari, Mersi berharap dari pemberian tetangga untuk bisa bertahan hidup. Ia makan seadanya seperti jagung dan sayur setiap hari.
Meski hidup sebatang kara dan makan tak bergizi, namun semangat belajarnya di sekolah tak pernah padam. Merci dikenal sebagai siswi berprestasi. Ia selalu menyandang juara di kelasnya. Bahkan anjuran pemerintah untuk tetap tinggal dan belajar di rumah, benar-benar dijalankan Merci. Ia menghabiskan waktunya untuk belajar, hingga menulis puisi.
Saat ditemui, Merci mengaku jika ayahnya merantau ke Kalimantan untuk mencari pekerjaan, sejak ia duduk di bangku kelas III. Akibatnya dia membantu sang ibu menjual kue dan sayur usai jam sekolah.
"Bapak ingin memperbaiki rumah dan ingin saya bisa sekolah, makanya merantau cari uang," ujarnya polos, Minggu (3/5).
Dua tahun ditinggal sang ayah, membuat ibunya terpaksa menyusul ke Kalimantan pada akhir 2019 lalu. Merci pun hidup sendirian di rumah mereka.
Menurutnya, di Kalimantan kedua orang tuanya bekerja di perusahaan kelapa sawit. Dari masak hingga mengurus rumah, ia lakukan sendiri.
Sebelum wabah covid-19, setiap bulan Merci dikirimkan uang oleh kedua orang tuanya sebesar Rp100 hingga Rp200 ribu. Dari uang itu, Merci menggunakannya untuk keperluan sekolah dan makan minum di rumah.
Namun pasca wabah covid-19 melanda Indonesia, Merci tak lagi menerima kiriman uang. Kedua orang tuanya dirumahkan perusahaan. Mereka tidak bisa pulang menemani Merci karena larangan mudik oleh pemerintah, guna memutus mata rantai penyebaran covid-19.
"Kalau beras habis, biasa diberi keluarga atau tetangga. Kadang hanya jagung saja," ungkapnya.
Rumah Tanpa Listrik dan WC
Desa Weulun memang masih terisolir seakan luput dari perhatian pemerintah. Akses jalan menuju wilayah ini pun masih rusak. Di dusun Wetalas, sebanyak 44 rumah warga belum menikmati listrik. Mereka menggunakan lampu pelita sebagai penerangan, termasuk di rumah Merci.
"Saya dari kelas satu sudah biasa belajar pakai pelita. Kalau jam tidur dimatikan, agar hemat minyak tanah," kata Merci.
Merci bercita-cita menjadi seorang dokter, sehingga bisa berguna bagi banyak orang.
"Biar pakai pelita, tetapi saya dari kelas satu sampai kelas enam, selalu juara satu atau dua. Saya ingin jadi dokter, Doakan supaya orang tua saya bisa kumpul uang," pinta Merci.
Selain belum ada listrik, rumah Merci pun belum memiliki WC. Merci pun terpaksa harus ke hutan jika hendak BAB.
Menurut kepala dusun Weulun, Yakomina Bano, sebanyak 48 Kepala Keluarga (KK) di dusun itu, belum menggunakan listrik. Bahkan dari 48 rumah itu, hanya satu rumah yang memiliki WC.
"Sudah kita ajukan, tetapi sampai sekarang belum terjawab," ungkapnya.
Puisi untuk Guru dan Doa Ulang Tahun
Merci Kase, ternyata berulang tahun di tanggal 2 Mei. Hari lahirnya bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) kemarin. Tak ada kue ulang tahun atau ucapan seperti anak-anak lain seusia dia.
Air matanya menetes saat ia mengaku tak bisa menelepon orang tuanya di hari bahagianya. Padahal, ia sudah rela berjalan kaki ke desa tetangga hanya untuk mengecas handphonenya.
"Malamnya bapa dengan mama telepon dan minta saya siap cas handphone, karena besoknya tanggal 2 Mei, saya ulang tahun. Paginya saya jalan kaki cas di rumah keluarga. Setelah cas, saya kembali ke rumah untuk menelepon, tetapi tidak diangkat, mungkin bapa dengan mama sedang bekerja," tuturnya.
Untuk membuang kesedihan, Merci membacakan puisi untuk guru-gurunya berjudul: Pahlawan Pendidikan. Puisi ini ditulis, Ayu Pratiwi Saleh.
Jika dunia kami yang dulu kosong
tak pernah kau isi
Mungkin hanya ada warna hampa, gelap
tak bisa apa-apa, tak bisa ke mana-mana
Tapi kini dunia kami penuh warna
Dengan goresan garis-garis, juga kata
Yang dulu hanya jadi mimpi
Kini mulai terlihat bukan lagi mimpi
Itu karena kau yang mengajarkan
Tentang mana warna yang indah
Tentang garis yang harus dilukis
Juga tentang kata yang harus di baca
Terimakasih guruku dari hatiku
Untuk semua pejuang pendidikan
Dengan pendidikanlah kita bisa memperbaiki bangsa
Dengan pendidikanlah nasib kita bisa dirubah
Apa yang tak mungkin kau jadikan mungkin
Hanya ucapan terakhir dari mulutku
Di hari Pendidikan Nasional ini
Gempitakanlah selalu jiwamu
Wahai pejuang pendidikan Indonesia.
(mdk/ded)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mereka tampil begitu memukau bak seorang petugas Paskibraka.
Baca SelengkapnyaTak ada perjuangan dan kerja keras yang terbuang percuma. Sosok perwira TNI muda yang satu ini buktinya.
Baca SelengkapnyaSeorang siswi SMP di Lampung inisial NA, disekap dan diperkosa secara bergilir oleh 10 pria selama tiga hari.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Lastri dibully karena dia tukang rongsokan. Lastri mencari rongsokan untuk menambah penghasilan keluarga.
Baca SelengkapnyaTanggung jawab itu dipikul Iki setelah ibunya sakit lalu meninggal dan ayahnya minggat dua tahun lalu.
Baca SelengkapnyaSang ayah yang bercita-cita menjadi bagian dari TNI sukses dicapainya. Bahkan, keduanya sama-sama menjadi perwira TNI.
Baca SelengkapnyaSosoknya memang hobi mengumpulkan serangga hingga pada 2021 Ia menemukan serangga spesies baru.
Baca SelengkapnyaPolisi masih memburu empat buronan penyekap dan pemerkosa siswi SMP inisial NA.
Baca SelengkapnyaApa jadinya jika siswi kelas 9 tak mampu menjawab pertanyaan seputar penjumlahan dan perkalian?
Baca Selengkapnya