Kemendagri kritisi putusan MK dalam Pilkada Sumba Barat Daya
Merdeka.com - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas sengketa Pemilu Kepala Daerah (Pemilukada) Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT), ternyata bukan akhir dari kontroversi. Sebab MK justru memenangkan pasangan calon yang harusnya kalah.
Pada 29 Agustus lalu, MK menolak gugatan pasangan Kornelius Kodi Mete-Daud Lende Umbu Moto. Mengacu pada putusan KPU Sumba Barat Daya, MK menguatkan kemenangan pasangan Markus Dairo Talu-Ndara Tanggu Kaha.
Namun berdasarkan penghitungan ulang 144 kotak suara di Mapolres Sumba Barat, pasangan Kornelius-Daud ternyata mengantongi suara terbanyak. Penghitungan ulang itu sebagai upaya Polres Sumba Barat untuk mencari bukti pelanggaran pidana oleh KPU Sumba Barat Daya yang telah menggelembungkan suara pasangan Markus-Ndara, sekaligus mengurangi perolehan suara Kornelius-Daud. Komisioner di KPU Sumba Barat Daya pun telah ditetapkan sebagai tersangka.
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ikut menyoroti permasalahan itu. Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri, Djohermansyah Djohan, mengatakan, putusan MK memang final dan mengikat. Tapi Djohermansyah itu menyayangkan alasan MK tidak membuka dan menghitung ulang 144 kotak suara yang diduga bermasalah.
"Padahal kotak itu kan sudah berada di Jakarta," kata Djohermansyah di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (18/9).
Seharusnya, kata dia, MK bisa membuka kotak itu sebelum mengambil keputusan. Apalagi, pihak penggugat sudah bersusah payah membawa ratusan kotak itu ke Jakarta meski terganjal kesulitan transportasi.
"Kalau perlu, seharusnya MK datang ke daerah itu dan melakukan sidang di sana dan menghitung ulang di daerah tersebut. Seharunya MK bisa lebih fleksibel," katanya.
Djohermansyah juga menegaskan, bahwa hakim MK juga manusia yang bisa berbuat salah. Seharusnya, kata dia, UU MK dievaluasi agar putusan yang diambil mahkamah tidak final mengikat dan memberikan kesempatan pihak yang kalah untuk mengajukan upaya hukum selanjutnya.
Seperti diketahui, berdasarkan hasil pleno 10 Agustus lalu, KPU Sumba Barat Daya menyatakan Kornelius yang juga bupati incumbent hanya memperoleh 79.498 suara. Sedangkan Markus-Ndara 81.543 suara. Markus pun dinyatakan menang.
Tak terima dengan keputusan KPUD, Kornelius menggugat putusan itu ke MK dan ranah pidana. Kornelius menduga ada kecurangan signifikan dan meminta 144 kotak suara yang bermasalah dihitung ulang. Namun, permintaan Kornelis ditolak KPU setempat.
Akhirnya begitu bergulir di MK, hakim konstitusi memerintahkan kotak suara itu didatangkan ke Jakarta untuk dibuka dan dihitung ulang pada 26 Agustus. Tapi karena kesulitan transportasi, ratusan kotak itu tiba pada 27 Agustus.
MK akhirnya tak membuka kotak itu. Pada 29 Agustus MK memutus menolak gugatan Kornelius dan otomatis Markus menang.
Sedangkan Polres Sumba Barat melakukan langkah penyidikan terhadap KPU Sumba Barat Daya. Hasil penghitungan ulang di kepolisian ternyata berbeda dengan keputusan KPU Sumba Barat Daya yang memenangkan Markus-Ndara. Hasil akhirnya, secara keseluruhan suara yang diperoleh Kornelius-Daud dalam Pemilukada SBD adalah 79.498. Sedangkan Markus-Ndara hanya 67.831.
(mdk/mtf)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
MK berpendapat Pilkada harus dilakukan sesuai dengan jadwal.
Baca SelengkapnyaMK menilai sirekap justru menimbulkan permasalahan dalam Pemilu karena difungsikan sebagai alat bantu.
Baca SelengkapnyaMenang Sengketa Pilpres di MK, Prabowo: Kita Lakukan Persiapan untuk Menghadapi Masa Depan
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Khususnya, soal perkara yang diangkat oleh para pemohon.
Baca SelengkapnyaPutusan itu diwarnai disentting opinion tiga hakim MK.
Baca SelengkapnyaJumlah ini bertambah dari sebelumnya yang terbatas 17 orang.
Baca SelengkapnyaMenko PMK menegaskan pemudik tidak untuk menggunakan bahu jalan untuk beristirahat.
Baca Selengkapnya"Pak Nawawi Pomolango, Ketua Sementara mengatakan sehabis dilantik itu akan mengejar Harun Masiku. Ternyata hanya omong doang karena kemarin buktinya tak ada,"
Baca Selengkapnya