Keseruan Pelatihan Tata Boga Bagi Difabel di SLB Negeri Pembina Yogyakarta
Merdeka.com - Sebanyak 20 difabel berkumpul di dapur asrama SLB Negeri Pembina Yogyakarta untuk menjalani pelatihan tata boga bersama instruktur. Acara ini diikuti oleh peserta tuna rungu, tuna daksa, tuna grahita, dan down syndrome. Pelatihan itu telah mereka jalani selama empat hari sejak Kamis (21/10).
Namun, Senin (25/10) itu terasa berbeda. Para peserta terlihat lebih serius dari hari-hari sebelumnya, karena hasil masakan mereka akan dipamerkan di acara pembukaan “Amazing Kitchen”.
“Kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, ‘amazing kitchen’ artinya ‘dapur luar biasa’. Kami namai seperti itu karena para peserta yang ikut acara ini memang kebanyakan merupakan para lulusan sekolah luar biasa (SLB). Harapannya ke depan mereka bisa lebih berdaya dan mengembangkan usahanya,” kata Ludyarto Wibowo, salah satu penggagas acara yang juga sekretaris Yayasan Indonesia Down Syndrome Insani (YIDSI).
Pria yang akrab disapa Ludy itu mengatakan, acara yang ia gagas itu terselenggara berkat kerja sama antara YIDSI dengan Balai Latihan Kerja dan Pengembangan Produktivitas (BLKPP) Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Acara pelatihan tata boga bagi difabel itu rencananya akan dilaksanakan hingga 17 November 2021 mendatang.
Dalam pelatihan ini, para difabel akan belajar teknik pembuatan patiseri, seperti membuat kue, roti, pastry, dan pudding. Selain itu, mereka juga akan belajar membuat makanan olahan seperti membuat bumbu, mie, sandwich, sup, hidangan dari seafood dan unggas, dan lain-lain.
Sri Wahyuni (52),salah seorang peserta pelatihan mengatakan, ia termotivasi mengikuti acara pelatihan itu karena ingin menambah wawasan. Ia juga berharap bisa membangun usaha kuliner sendiri setelah mengikuti pelatihan.
“Saya punya suami tuna netra, Mas. Jadi nanti setelah pelatihan ini aku bilang sama suamiku kita belajar di rumah bareng-bareng. Harapannya nanti bisa produksi sendiri. Kalau nggak dipraktikkan kan nanti sia-sia belajar di sini,” kata perempuan tuna daksa itu.
Wahyuni merasa belum mengalami kendala di empat hari menjalani pelatihan. Penyandang tuna daksa sejak lahir ini mengaku sudah terbiasa dengan keadaan yang dijalaninya kini.
“Kalau dulu waktu kecil saya jalannya merambat, jadi kalau ke mana-mana sama bapakku harus digendong. Tapi sekarang saya kalau jalan pakai krek. Alhamdulillah setelah tiga tahun berjalan sekarang saya sudah terbiasa,” kata Sri Wahyuni.
Butuh Pendampingan
©2021 Merdeka.com/Shani Rasyid
Beda halnya dengan Naufal (21), seorang penyandang down syndrome. Ia harus didampingi oleh ibunya saat mengikuti pelatihan. Sebelum mengikuti acara ini, Naufal pernah ikut acara memasak tiga kali. Tapi pembatasan selama masa pandemi membuatnya harus terus berada di rumah.
Kondisi inilah yang membuat kemampuan memasak Naufal tak terasah selama hampir dua tahun vakum berlatih. Ditambah lagi kondisi mentalnya yang semakin menurun, setelah ditinggal sang ayah meninggal dunia.
“Dengan kegiatan seperti ini, harapannya bisa memberi support dia untuk kembali bangkit, tidak down karena baru saja kehilangan papahnya. Alhamdulillah sudah empat hari kita di sini beberapa hari dia masih tetap enjoy,” kata Alfi (47), ibunda Naufal.
Sebagai orang tua penyandang down syndrome, tantangan utama yang Alfi hadapi adalah menjaga emosional Naufal agar tetap dalam kondisi baik. Ia mengatakan, kalau Naufal berada dalam kondisi mood yang bagus, ia akan termotivasi untuk memasak. Namun begitu mood-nya turun, dia bisa langsung menolak atau tetap lanjut namun dengan emosi yang parah.
©2021 Merdeka.com/Shani Rasyid
Sementara itu Joko Sumarto, instruktur pelatihan tata boga dari BLKPP Disnakertrans DIY mengatakan, selain menjalankan tugas dari kantor, dia mengaku ada panggilan hati untuk berbagi ilmu kepada para difabel. Selama memandu pelatihan yang telah berjalan empat hari itu, ia mengaku tidak mengalami kendala.
“Justru dengan pelatihan ini saya bisa belajar dari mereka tentang memahami orang lain. Apalagi para difabel ini kan jenisnya beda-beda. Jadi secara teknis nggak ada kendala, walaupun dibandingkan dengan orang normal cara melatih mereka jelas beda,” ungkap Joko saat ditemui Merdeka.com pada Senin (25/10).
(mdk/shr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Bengkel kerja yang berdiri lebih dari 4 tahun ini sudah menghasilkan lebih dari seribu lukisan karya penyandang difabel.
Baca SelengkapnyaHati Jeki luluh dan langsung memangggil anak buahnya untuk mengambilkan bingkisan dari mobilnya.
Baca SelengkapnyaRekrutmen disabilitas bintara Polri untuk yang menamatkan pendidikan di tingkat SMU dan SMK.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Kegiatan santunan dan buka puasa bersama ini diselenggarakan oleh pengurus Vihara Dhanagun bersama Badan Sosial Lintas Agama (Basolia) & Bogor Sahabat (Bobats).
Baca SelengkapnyaSaat itu, Gus Aab dalam perjalanan dari Jember menuju Yogyakarta untuk menghadiri Konbes NU.
Baca SelengkapnyaDi tengah-tengah aktivitasnya, Kapolda DIY tiba-tiba diberhentikan sosok perwira berpangkat Iptu.
Baca SelengkapnyaKeberhasilan Bulog menyalurkan Bantuan Pangan Beras pada tahun 2023 kembali dilanjutkan dengan penyaluran program yang sama untuk tahun 2024.
Baca SelengkapnyaPeristiwa itu menyebabkan korban mengalami retak di bagian kepala akibat benda tumpul.
Baca SelengkapnyaJeki menyampaikan pesan-pesan Pemilu damai 2024 ke Zulkarnain dan istrinya Rosita.
Baca Selengkapnya