Cerita Sejarah Stasiun Tanjung Priok, Atapnya Mirip Stasiun Belanda dan Pernah Terbengkalai
Sekilas tentang Stasiun Tanjung Priok yang konon atapnya terinspirasi dari stasiun besar di Amsterdam.
Sekilas tentang Stasiun Tanjung Priok yang konon atapnya terinspirasi dari stasiun besar di Amsterdam.
Stasiun Tanjung Priok menjadi salah satu bangunan warisan kolonial Belanda yang masih dioperasikan.
Stasiun ini dikhususkan bagi kereta api angkutan barang dan commuter line untuk melayani penumpang di wilayah utara ibu kota. Saat ini pengelolaannya berada di bawah Daerah Operasional (Daop) 1 Jakarta.
Sejumlah kisah melatar belakangi perjalanan stasiun yang dibangun pada tahun 1885 ini, mulai dari desain bangunan yang tak banyak diubah, hingga kabarnya stasiun ini pernah terbengkalai.
Suasana khas zaman Belanda sampai sekarang masih bisa dirasakan para pengunjung, terutama pada bagian atap melengkung yang konon terinspirasi dari stasiun-stasun di Amsterdam.
Yuk, kenalan dengan Stasiun Tanjung Periok selengkapnya.
Mengutip buku Informasi Perkereta Apian 2014 oleh Departemen Perhubungan (Dephub), stasiun ini awalnya untuk menunjang perekonomian Batavia abad ke-19.
Jika ditarik ke belakang, peran penting stasiun kuno ini adalah untuk mengintegrasikan antara Pelabuhan Tanjung Priok dengan moda transportasi kereta.
Kala itu, stasiun ini masih amat sederhana karena keterbatasan lahan yang masih berbentuk rawa.
Kereta yang melintas kala itu juga melewati Pelabuhan Sunda Kelapa, untuk memudahkan mobilitas barang secara cepat, mudah dan massal.
Namun, baru beberapa tahun beroperasi, Stasiun Tanjung Priok generasi pertama ini harus mengalah.
Keberadaannya terpaksa digusur oleh pemerintah Hindia Belanda lantaran terjadi peningkatan aktivitas pelabuhan.
Padahal, saat itu stasiun ini terbilang cukup strategis dan mampu melayani hingga 40 kali perjalanan dalam sehari melalui rute Tanjung Priuk–Batavia SS/NIS pp serta Tanjung Priuk-Kemayoran, pulang pergi.
Pengelolaan secara penuh ketika itu dipegang oleh Staatsspoorwegen (SS), yang merupakan perusahaan penyedia jasa layanan dan fasilitas perkereta apian yang bergengsi kala itu.
Pada awal 1900-an, pemerintah sudah menyiapkan lokasi untuk stasiun Tanjung Priok baru. Titiknya tak jauh dari lokasi lama, alias hanya bergeser di dekat gudang barang.
Menjelang 1910, pembangunan kemudian dilakukan. Tapi sebelumnya, pemerintah setempat sudah membuat maket dengan rencana desain megah dan melibatkan 1.700 tenaga kerja, dengan 130 di antaranya merupakan orang Belanda.
Pembangunan terus berlangsung hingga hari peresmian pada 6 April 1925. Gaya bangunannya dibuat semegah mungkin berbentuk art deco di lahan seluas 3.678 m2 (0,3678 ha).
Stasiun ini kemudian juga diresmikan untuk penggunaan secara komersil melalui pembukaan layanan kereta api listrik (KRL) rute Tanjung Priok – Meester Cornelis (jatinegara).
Peluncuran ini juga sekaligus untuk memperingati hari ulang tahun
stasiun baru ini. Stasiun dibuka untuk umum pada 6 April 1925 yang bertepatan dengan peluncuran pertama KRL rute Priok–Meester Cornelis (Jatinegara).
Peluncuran pertama ini sekaligus untuk memperingati hari ulang tahun SS yang ke-50.
Mengutip Instagram seorang travel vlogger, @nurrihsan, daya tarik dari Stasiun Tanjung Priok adalah desainnya yang dibuat menyerupai Centraal Station Amsterdam.
Centraal Station Amsterdam.
Stasiun tersebut jadi salah satu bangunan termegah di negara Belanda kala itu.
Ini terlihat dari gaya overcapping atap baja yang dibuat secara melengkung melalui struktur tulangan rangka besi. Atap ini jadi gambaran betapa Belanda ini membuat Batavia menyerupai negara asalnya di Eropa sana.
Perusahaan yang mengerjakan atap overcapping stasiun Tanjung Priok kala itu adalah Machinefabriek Braat Soerabaja-Djokja-Tegal yang berlokasi di Ngagel, Surabaya.
Sayangnya, bangunan bersejarah ini sempat terbengkalai pada akhir 1990-an. Atap-atap sudah banyak yang lepas, kaca dan pintu sebagian besar pecah. Besi-besi tak sedikit yang patah dan berkarat.
Kondisi stasiun ini sebelum Januari 2000 benar-benar memprihatinkan dan terbengkalai. Stasiun juga sudah puluhan tahun tidak digunakan, sehingga fungsinya berubah yakni sebagai bangunan kosong.
Namun dengan berbagai pertimbangan, termasuk cerita sejarahnya yang amat berpengaruh bagi perkembangan Batavia pada abad ke-19 sampai abad ke-20, maka PT KAI melakukan renovasi besar-besaran agar stasiun itu bisa kembali digunakan.
Saat ini, stasiun masih melayani angkutan barang termasuk commuter line. Bangunan juga telah berubah status menjadi cagar budaya karena usia dan keutuhan bangunan dengan nilai sejarah yang kuat.
Kini kondisi bangunan bekas Stasiun Cikajang benar-benar memprihatinkan
Baca SelengkapnyaSalah satu bangunan peninggalan DSM yang sampai sekarang masih berdiri kokoh adalah Stasiun Medan
Baca SelengkapnyaPerjuangan dan semangat yang dimiliki pasukan tentara Indonesia melawan Belanda demi mempertahankan kemerdekaan begitu besar dalam peristiwa ini.
Baca SelengkapnyaSebuah daerah khusus peternakan ini dikenal mirip seperti padang rumput yang berada di Selandia Baru dan didirikan langsung oleh Pemerintah Hinda Belanda.
Baca SelengkapnyaBangunan yang didirikan kolonial Belanda ini pernah menjadi tempat pengasingan Soekarno dan tokoh nasional lainnya.
Baca SelengkapnyaPeninggalan sejarah di Kabupaten Aceh Besar ini merupakan salah satu dari 3 mercusuar yang pernah dibangun Belanda di dunia.
Baca SelengkapnyaSelain penyalur informasi terkini, kantor ini juga menjadi sarana penghubung antara pers Belanda dan pers yang ada di Hindia Belanda.
Baca SelengkapnyaTanaman ini dibawa oleh orang-orang Belanda ke Nusantara.
Baca SelengkapnyaSungai Cibanten dulu menjadi tonggak kehidupan sosial masyarakat di Banten
Baca Selengkapnya