Di Balik Warna Warni Cantik Kue Sengkulun Khas Jakarta, Cita Rasanya Konon Bikin Erat Hubungan Antar Manusia
Konon, siapapun yang menyantap Kue Sengkulun maka hubungan antar sesama orang akan semakin erat.

Kue Sengkulun merupakan salah satu kekayaan kuliner tradisional yang masih tersisa di Jakarta. Sayangnya, keberadaannya semakin sulit ditemukan seiring dengan kemajuan zaman.
Berbentuk lapis, cita rasa Sengkulun benar-benar memikat lidah. Paduan manis serta gurih, dengan tekstur yang lembut membuat siapapun sangat menikmatinya. Belum lagi, lapisan gula merah dan kelapa parut di kue juga membuat kehadirannya selalu jadi kudapan yang cocok disantap di kala bersantai.
Bagi orang Betawi di Jakarta, kue ini dianggap sakral. Mereka akan selalu menyajikan saat mengadakan berbagai acara kebudayaan. Sayangnya kue Sengkulun semakin langka dan hanya bisa ditemui saat acara-acara tertentu saja.
Meski demikian, Kue Sengkulun memiliki daya tarik yang dipercaya secara turun temurun. Konon, siapapun yang menyantapnya maka hubungan antar sesama orang akan semakin erat. Benarkah demikian? Simak informasinya berikut ini.
Asal Usul Kue Sengkulun

Melansir senibudayabetawi.com, kue Sengkulun, yang terbuat dari beras ketan dengan permukaan kasar dan tekstur lembut serta kenyal, memiliki akar budaya yang kaya.
Asalnya diperkirakan berasal dari tradisi Tionghoa, khususnya pengaruh dari pembuatan kue keranjang yang sering dibuat menggunakan bahan dasar beras ketan. Kue ini awalnya menggunakan gula merah Jawa sebagai pemanis, yang memberikan rasa gurih manis dan warna coklat khasnya.
Pengaruh dari etnis Melayu dan Cina ini kemudian diadaptasi oleh masyarakat Betawi, yang menciptakan variasi mereka sendiri dalam bentuk Sengkulun. Orang Betawi kemudian menambah warna merah hingga hijau, agar kue ini semakin cantik.
Kue Sengkulun dalam Perayaan Warga Betawi
Sengkulun tidak hanya dikenal karena rasanya yang khas, tetapi juga karena kehadirannya dalam perayaan-perayaan khusus.
Kue ini sering ditemukan pada perayaan Hari Raya Idulfitri dan Iduladha, di mana ia menjadi bagian dari hidangan yang disajikan untuk merayakan bersama sanak keluarga setelah salat id.
Selain itu, Sengkulun juga sering digunakan sebagai makanan ringan dalam berbagai acara. Orang Betawi amat suka menyantap kue ini saat dikombinasikan dengan secangkir teh atau kopi pahit.
Merekatkan Hubungan Antar Manusia

Lantas apakah benar Kue Sengkulun mampu merekatkan hubungan antar manusia? Jawabannya secara filosofis, ya.
Merujuk Jurnal Socia Akademika dari Politeknik Negeri Media Kreatif berjudul “Inovasi Kue Khas Betawi Sengkulun Pelangi Cassava Terhadap Tingkat Penerimaan Masyarakat” oleh Rr. Christiana Mayang Anggraeni Stj, filosofi ini karena digunakannya bahan ketan pada Kue Sengkulun.
Dapat diartikan bahwa ketan ini memiliki tekstur yang lengket dan merekatkan dalam kue tersebut. Simbol ini dimaknai kedekatan hubungan antara laki-laki dan perempuan, termasuk memperkuat hubungan antar anggota keluarga.
Kue Sengkulun dan Masyarakat Betawi Jakarta
Kue Sengkulun sebelumnya telah lama dikenal di kalangan masyarakat Betawi sejak puluhan tahun silam. Namun sisi menariknya adalah, kue ini hanya menjadi kudapan khas warga Betawi di seputaran wilayah Jakarta saja.
Walaupun kue ini memiliki sejarah yang menarik, tidak semua wilayah Betawi akrab dengan Sengkulun. Masyarakat Betawi Tengah, termasuk kawasan seperti Kebon Sirih dan Kebon Kacang, adalah yang paling sering menjumpai dan menikmati kue ini.
Di daerah ini, Sengkulun bukan hanya sekadar makanan ringan, tetapi juga merupakan bagian penting dari tradisi kuliner lokal, menjadikannya bagian integral dari identitas budaya Betawi.