Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Bambang Soeprapto dan Polisi Istimewa dalam Perang Lima Hari di Semarang

Bambang Soeprapto dan Polisi Istimewa dalam Perang Lima Hari di Semarang Lukisan perjuangan Bambang Soeprapto. koleksi Haryono Eddyarto©2023 Merdeka.com

Merdeka.com - Tak menemui kesepakatan, militer Jepang akhirnya harus berhadapan dengan para pejuang Indonesia di Semarang. Termasuk Polisi Istimewa yang dipimpin Bambang Soeprapto. Menyulut pertempuran-pertempuran brutal selama lima hari.

Penulis: Hendi Jo

Ketika Bambang Soeprapto memerintahkan satu seksi anak buahnya menjaga pos persediaan air minum di Siranda (Jalan Wungkai), dia mengkhawatirkan sumber air bersih untuk seluruh Semarang akan dikuasai militer Jepang. Apa yang ditakuti komandan Polisi Istimewa itu ternyata terjadi.

Pada 14 Oktober 1945 jam 18.00, sekelompok tentara Jepang menyerang pos air minum itu. Mereka melucuti delapan anggota Polisi Istimewa yang tengah berada di sana.

"Tidak lama kemudian tersiar kabar bahwa Jepang telah meracuni penampungan air minum di Siranda," ungkap Atim Supomo dalam Brimob: Dulu, Kini dan Esok.

Kematian Dokter Karyadi

Bertiupnya isu itu mendorong seorang dokter muda bernama Karyadi (Kepala Laboratorium Rumah sakit Purusan, Semarang) berinisiatif mengecek langsung kebenaran berita itu. Ternyata benar, Dokter Karyadi mendapati air minum itu terindikasi sudah tercemar oleh sejenis racun mematikan.

Maka untuk lebih meyakinkan hasilnya, Karyadi membawa sedikit contoh air itu ke laboratoriumnya. Namun belum sampai di tujuan, dia sudah ditemukan tewas di mobilnya dengan luka tembakan dan penganiayaan.

Kematian Karyadi menimbulkan kehebohan dan kemarahan pejuang Indonesia di Semarang. Mereka lantas mendesak pihak pemerintah yang diwakili oleh Mr. Wongsonegero untuk bertindak tegas. Sementara itu, beberapa jam setelah ditemukannya mayat Dokter Karyadi, pasukan Kidobutai di Jatingaleh diberitakan mulai bergerak.

Dalam situasi yang tengah memanas tersebut, tiba-tiba masyarakat Semarang dikejutkan suara tembakan dari arah Jalan Pandanaran. Kemudian baru diketahui jika rentetan suara senjata itu dilakukan seorang anggota Polisi Istimewa yang sedang menjaga tahanan Jepang di bekas asrama Sekolah Pelayaran.

"Ratusan tahanan itu ternyata mengamuk dan mengeroyok para anggota Polisi Istimewa yang hanya berjumlah beberapa personal saja," ungkap sejarawan Moehkardi,

Setelah berhasil memukul mundur dan menewaskan beberapa anggota Polisi Istimewa, para tawanan tersebut kemudian terpencar. Sebagian ada yang bergabung dengan pasukan Kidobutai, sebagian lagi bergerak menuju markas Kenpeitai.

Para pejuang Indonesia berupaya mengadang laju para tawanan tersebut, termasuk Bambang Soeprapto. Dia memerintahkan sebagian pasukannya yang dipimpin oleh seorang pembantu inspektur polisi bernama Bono untuk mengejar para tawanan itu. Beberapa anggota Polisi Istimewa juga ditempatkan di Bergota untuk mengadang pasukan Jepang yang diperkirakan melewati pertigaan Gergaji.

Besoknya, bentrok antara para pejuang Indonesia dengan pasukan Jepang tak terelakan lagi. Terlebih saat itu santer terdengar berita jika Mayor Jenderal Nakamura telah ditawan para pemuda di Magelang. Mereka mulai bergerak menguasai kota Semarang dengan tujuan gerakan yang dinamakan 'demi menyelamatkan jiwa orang-orang Jepang'.

Dalam pertempuran itu, jatuh banyak korban di kedua pihak. Pasukan Jepang terus bergerak menuju dua arah. Kelompok pertama bergerak ke Siranda dan kelompok kedua bergerak melewati Niew Tjandi-weg untuk merebut kantor telepon.

Darah Menggenang di Sudut Jalan

Setelah merebut instalasi penting itu, mereka bergerak kembali ke Markas Angkatan Moeda Repoeblik Indonesia (AMRI) di Jalan Merapi. Karena kalah persenjataan dan jumlah personil, pertempuran itu akhirnya dimenangkan oleh pasukan Jepang. Setelah ditawan, mereka lantas dibunuh secara sadis di sekitar Watu Gede.

Pertempuran kemudian meluas ke seluruh Semarang. Tempat-tempat seperti Simpang Lima, Kalilangse, Kalisari, Gedung Lawang Sewu, Jatimuran, Jomblang dan Mlatiharjo menjadi arena pertempuran senjata dan perkelahian yang brutal. Di Simpang Lima, korban dari pihak pejuang Indonesia malah mencapai angka ratusan. Mereka terbantai dengan senjata api, granat, mortir dan senjata tajam. Darah menggenang di sudut-sudut jalan.

Pada 16 Oktober 1945, bantuan dari luar Semarang mulai berdatangan. Kekuatan militer Jepang pun terpecah, antara yang berupaya menahan laju bantuan tersebut di batas-batas kota dan yang memilih untuk tetap bertempur di dalam kota. Terjadi pertempuran kota yang sangat seru dari gedung ke gedung.

Kemarahan Polisi Istimewa

Sementara itu Bambang Soeprapto terus mengadakan hubungan dan konsolidasi dengan Komandan Polisi Sukarno dan kepala-kepala Polisi Istimewa seksi kota Semarang seperti Hugeng Imam Santoso.

Kendati pada 17 Oktober 1945, Gubernur Jawa Tengah Mr. Wongsonegoro dan Mayor Jenderal Nakamura sudah menyerukan untuk menghentikan tembak-menembak, namun nyatanya pertempuran terus berkobar.

Alih-alih menuruti seruan itu, Bambang Soeprapto dan para anggota Polisi Istimewa justru menjadi marah dan kecewa. Mereka lantas keluar dari kubu-kubu perlindungan sambil menembakan senjata-senjata mereka ke arah kumpulan tentara Jepang. Terjadilah pertempuran yang sangat seru yang berakhir dengan terpojoknya pasukan Bambang Soepapto.

"Dia segera ditangkap oleh Jepang dan dibawa ke markas Kidobutai di Jatingaleh," ungkap Atim Supomo dkk.

Ikut ditawan bersama Bambang Soeprapto adalah Mr. Wongsonegoro, Mr. Kontjoero, Parada Harahap, Bargowo dan tokoh-tokoh pemuda lainnya. Bahkan karena dianggap melawan, Bargowo langsung ditembak mati serdadu Jepang.

Pada 19 Oktober 1945, pasukan Jepang semakin banyak yang tewas. Posisi mereka semakin terjepit di beberapa front. Seiring dengan itu, tersiar kabar jika kapal-kapal perang Sekutu sudah merapat di Pelabuhan Tanjung Mas. Kira-kira jam 14.00, kedua pihak sepakat untuk melakukan gencatan senjata. Bambang Soeprapto, Mr. Wongsonegoro dan para pejuang Indonesia yang disekap tentara Jepang lantas dibebaskan.

Bambang Soeprapto lantas berupaya melakukan konsolidasi pasukannya. Teridentifikasi sebanyak 31 anak buahnya telah gugur dalam pertempuran yang berlangsung selama lima hari itu. Secara keseluruhan, 2.000 orang pejuang Indonesia gugur dan 600 orang luka-luka. Sementara di pihak militer Jepang sendiri telah kehilangan sekitar 500 personelnya. Demikian menurut koran Merdeka edisi 22 Oktober 1945.

(mdk/noe)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Jejak Militer Prabowo, Dulu Dipecat Kini Diberi Bintang Kehormatan
Jejak Militer Prabowo, Dulu Dipecat Kini Diberi Bintang Kehormatan

Tanggal 20 Maret 1998, Prabowo diangkat jadi Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat dengan jabatan yang pernah disandang ayah mertuanya, Soeharto.

Baca Selengkapnya
Jenderal Bintang Tiga Ini Ungkap Sosok Sersan Asal Papua yang Berani Bentak Dirinya
Jenderal Bintang Tiga Ini Ungkap Sosok Sersan Asal Papua yang Berani Bentak Dirinya

Cerita Prabowo Subianto saat masih menjadi Danjen Kopassus dan memimpin operasi penting di Papua.

Baca Selengkapnya
22 Desember 1948: Sjafruddin Prawiranegara Mendirikan Pemerintahan Darurat RI di Sumatra Barat
22 Desember 1948: Sjafruddin Prawiranegara Mendirikan Pemerintahan Darurat RI di Sumatra Barat

Berawal dari Agresi Militer Belanda Kedua pada 19 Desember 1948, PDRI pun didirikan di Sumbar.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Membaca Ekspresi Kekesalan PDIP kepada Jokowi
Membaca Ekspresi Kekesalan PDIP kepada Jokowi

Pihak Istana mewacanakan pertemuan antara Presiden Jokowi dan Megawati Soekarnoputri.

Baca Selengkapnya
Istimewanya Cak Imin, Orang Pertama Yang Didatangi Prabowo Usai Ditetapkan jadi Presiden RI
Istimewanya Cak Imin, Orang Pertama Yang Didatangi Prabowo Usai Ditetapkan jadi Presiden RI

Pertemuan keduanya dilakukan secara tertutup selama satu setengah jam yang didampingi oleh jjaran petinggi masing-masing partai politik.

Baca Selengkapnya
Saat Jalan-jalan di Kota Bandung, Mayjen Kunto Arief Bertemu Dengan Prajurit TNI yang Tertembak di Papua 'Alhamdulillah Selamat'
Saat Jalan-jalan di Kota Bandung, Mayjen Kunto Arief Bertemu Dengan Prajurit TNI yang Tertembak di Papua 'Alhamdulillah Selamat'

Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo tak sengaja berjumpa dengan sosok tak terduga saat tengah berjalan santai.

Baca Selengkapnya
Ini Tim Indonesia Maju Pengibar Merah Putih, Putri dari Papua Pegunungan jadi Pembawa Bendera
Ini Tim Indonesia Maju Pengibar Merah Putih, Putri dari Papua Pegunungan jadi Pembawa Bendera

Tim Indonesia Maju adalah Paskibraka pada Upacara Peringatan Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan RI di Istana Merdeka

Baca Selengkapnya
Melihat Isi Rumah Prabowo Subianto, Berbalut Kemewahan dan Ada Lukisan Jenderal Soedirman
Melihat Isi Rumah Prabowo Subianto, Berbalut Kemewahan dan Ada Lukisan Jenderal Soedirman

Rumah capres nomor urut 2 Prabowo Subianto terletak di Jalan Kertanegara Nomor 4, Jakarta Selatan.

Baca Selengkapnya
Nama Jokowi Diseret dalam Sidang Sengketa Pilpres 2024, Begini Reaksi Istana
Nama Jokowi Diseret dalam Sidang Sengketa Pilpres 2024, Begini Reaksi Istana

Nama Jokowi berulang kali disebut dalam sidang perdana sengketa hasil Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya