5 Novel tentang Perempuan Berlatar Sejarah seperti Gadis Kretek
Mulai dari Ronggeng Dukuh Paruk yang menceritakan kemelut politik 1965 hingga Rasina yang berlatar zaman kolonial Belanda.
Mulai dari Ronggeng Dukuh Paruk yang menceritakan kemelut politik 1965 hingga Rasina yang berlatar zaman kolonial Belanda.
Belakangan, novel Gadis Kretek banyak dibicarakan lagi. Novel ini mendapat sorotan luas untuk kedua kalinya setelah diadaptasi menjadi limited series oleh Netflix.
Ceritanya yang menyoroti kiprah perempuan, sejarah, dan perkembangan industri kretek Tanah Air menarik banyak penonton untuk membaca bukunya. Sementara mereka yang sudah rampung membaca Gadis Kretek mencari-cari cerita sejenis sebagai bacaan baru.
Nah, berikut ini beberapa novel fiksi sejarah tentang perempuan yang ceritanya senapas dengan Gadis Kretek!
Mulai dari Ronggeng Dukuh Paruk yang menceritakan kemelut politik 1965 hingga Rasina yang berlatar zaman kolonial Belanda.
Ronggeng Dukuh Paruk merupakan trilogi novel karya Ahmad Tohari yang pertama kali terbit pada tahun 1982.
Judul novelnya secara berurutan adalah Catatan Buat Emak, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jantera Bianglala.
Novel ini menceritakan Srintil, ronggeng baru Dukuh Paruk dan cintanya terhadap seorang pemuda miskin bernama Rasus yang terhalang tradisi.
Novel ini tak hanya membahas tradisi ronggeng yang tak kalah uniknya dengan geisha di Jepang.
Ronggeng Dukuh Paruk juga mengisahkan kisruh politik tahun 1965 yang membuat banyak wong cilik pada masa itu kehilangan nyawa meskipun mereka tak tahu apa-apa.
Novel Ca-Bau-Kan merupakan salah satu karya terbaik mendiang Remy Sylado.
Ceritanya tentang Tinung, penari cokek di Kalijodo yang memikat seorang pengusaha Tionghoa-Jawa karismatik bernama Tan Peng Liang.
Novel ini menyajikan banyak hal menarik bagi pembacanya, tak hanya kisah cinta Tinung dan Tan Peng Liang yang melewati zaman pendudukan Jepang, kemerdekaan, hingga Orde Baru.
Ca-Bau-Kan juga menghadirkan fakta-fakta menarik tentang sejarah Indonesia pada masa kolonial hingga tradisi Tionghoa peranakan yang dituliskan dengan apik oleh Remy Sylado.
Sama seperti Gadis Kretek dan Ronggeng Dukuh Paruk, novel Amba juga berlatar tahun 1965.
Menggunakan alur maju dan mundur, novel ini bercerita tentang Amba yang pergi ke Pulau Buru untuk menemukan ayah dari anaknya.
Puluhan tahun lalu, Amba bertemu dan jatuh cinta kepada Bhisma, seoranng dokter lulusan Leipzig, Jerman.
Kisah cinta mereka terhenti begitu saja, karena Bhisma diciduk pemerintah dalam penangkapan besar-besaran terkait peristiwa G30S.
Bhisma menjadi tahanan politik dan dibuang ke Pulau Buru. Setelah rezim Orde Baru berakhir dan para tapol dibebaskan, Bhisma tetap tak kembali.
Trilogi novel Rara Mendut menceritakan ulang legenda Romeo dan Juliet dari Tanah Jawa, Rara Mendut dan Pranacitra.
Kali ini, legenda tentang pasangan tragis itu dibumbui dengan karut marut politik pada masa kepemimpinan Sultan Agung hingga Hamangkurat I.
Rara Mendut, gadis pantai yang dihadiahkan Sultan Agung kepada Tumenggung Wiraguna menolak dijadikan selir.
Ia memilih mati bersama Pranacitra, pria yang dicintainya.
Genduk Duku, sahabat Mendut yang berhasil melarikan diri dari Wiraguna menjadi saksi perseteruan diam-diam antara sang tumenggung dan Pangeran Aria Mataram (kelak bergelar Hamangkurat I).
Sementara Lusi Lindri, Anak Genduk Duku yang terpilih sebagai anggota pasukan elit pengawal Hamangkurat I menyaksikan kelaliman sang raja hingga titik kejatuhannya.
Kalau kebanyakan novel di daftar ini berlatar tahun 1965, Rasina berlatar tahun 1755 saat VOC berada di ambang kebangkrutan.
Ceritanya bergulir melalui Aldemaar Staalhart dan Joost Borstveld, sepasang penegak hukum di Batavia-Ommelanden. Mereka menyaksikan kasus korupsi yang sudah mengakar di antara pejabat VOC dan petinggi pribumi, kejamnya praktik perdagangan budak, dan penyelundupan opium.
Rasina adalah seorang budak bisu yang ditemui Staalhart dan Borstveld setelah kabur dari rumah majikannya. Ia menjadi saksi kunci atas berbagai kebobrokan para pejabat.
Rahasia yang diketahui Rasina membuat jiwanya terancam, tapi juga membawa harapan baru.
Demikian sederet rekomendasi novel fiksi sejarah tenbtang perempuan seperti Gadis Kretek.
Novel merupakan tersangka tunggal dalam kasus ini.
Baca SelengkapnyaBangunan yang didirikan kolonial Belanda ini pernah menjadi tempat pengasingan Soekarno dan tokoh nasional lainnya.
Baca SelengkapnyaNovel Laskar Pelangi menjadi bahan ajar ilmu sastra Indonesia akibat kekayaan dalam cerita dan penokohannya.
Baca SelengkapnyaPengunduran diri Firli Bahuri dari Ketua KPK merupakan modus lama menghindari sanksi.
Baca SelengkapnyaDi sana terdapat terowongan bawah tanah banyak bekas tambang mangan. Namun beberapa di antaranya sudah tertutup tanah
Baca SelengkapnyaIstana peninggalan Raja Rokan ini berbentuk seperti rumah panggung yang dibalut dengan koleksi ukiran serta masih kental dengan nuansa budaya Melayu.
Baca SelengkapnyaBelanda merupakan salah satu negara di Eropa yang punya sejuta cerita.
Baca SelengkapnyaPerjuangan dan semangat yang dimiliki pasukan tentara Indonesia melawan Belanda demi mempertahankan kemerdekaan begitu besar dalam peristiwa ini.
Baca SelengkapnyaSebuah kesenian asli Bengkulu yang kental dengan agama Islam ini tak lepas dari sejarah kedatangannya Islam ke Kabupaten Kaur sejak ratusan tahun.
Baca Selengkapnya