Menggali Sejarah Tambang Mangan Kliripan di Kulon Progo, Primadona Pertambangan Indonesia yang Kini Terlupakan
Di sana terdapat banyak terowongan bawah tanah bekas tambang mangan. Namun beberapa di antaranya sudah tertutup tanah
Di sana terdapat banyak terowongan bawah tanah bekas tambang mangan. Namun beberapa di antaranya sudah tertutup tanah
Secara ketampakan alam, Dusun Kliripan, di Desa Hargorejo, Kecamatan Kokap, Kulon Progo tak ada bedanya dengan desa-desa serupa di wilayah Kulon Progo.
Desa itu terletak di lereng selatan perbukitan Menoreh, tak terlalu jauh dari pusat kota kabupaten, dan bisa dibilang bukan wilayah terpencil karena akses jalannya sudah bagus.
Namun tak banyak yang tahu bahwa di masa lalu, tepatnya pada masa penjajahan Belanda awal abad ke-20 hingga masa pemerintahan Presiden Soekarno, Dusun Kliripan adalah pusat pertambangan mangan terbesar di Indonesia.
Seiring waktu kandungan mangan di tempat itu habis. Kini bekas kejayaannya telah banyak tertutup oleh pohon-pohon serta vegetasi lain yang membuat kampung itu seolah tak ada bedanya dengan kampung-kampung di sekitarnya.
Walau begitu, jejak kejayaan tambang mangan banyak ditemui di Dusun Kliripan, terutama di bawah tanah pada kedalaman 2 meter. Di sana terdapat banyak dijumpai lorong terowongan yang gelap dan sunyi.
Satu terowongan terhubung dengan terowongan lain, menjadi semacam labirin gelap tak berujung yang berada di bawah tanah. Di tempat yang gelap itulah dulunya para penambang melakukan aktivitas penambangan batuan mangan.
Marto Pawiro adalah salah satu saksi hidup kejayaan tambang mangan di Dusun Kliripan. Ia bekerja di tambang itu sejak era masa akhir pemerintahan Hindia Belanda, penjajahan Jepang, hingga Indonesia diambil alih oleh pemerintahan NKRI.
“Batu-batu mangan yang kualitasnya bagus itu sudah diborong habis sama Belanda. Kalau yang pada masa Jepang tinggal yang kualitasnya rendah saja,” kata Marto dikutip dari kanal YouTube Sinau Bhumi.
Marto masih ingat, saat bekerja di sana ia bertugas memikul batu keluar terowongan dan sering dibentak-bentak.
Kadang pula di tengah jalan, ia harus terjungkal karena batuan mangan yang ia bawa terlalu berat. Belum lagi apabila batuan mangan yang diambil berada di lokasi titik terjauh dari mulut terowongan.
kata pria yang biasa disapa Mbah Marto itu.
Mbah Marto mengatakan, upah yang ia terima sebagai pekerja tambang mangan baginya terhitung besar. Upah itu dibayarkan setiap 15 hari sekali.
Sementara jam kerjanya terbagi menjadi tiga shift, shift pertama dari jam 7 pagi sampai jam 2 siang, shift kedua dari jam 2 siang sampai jam 8 malam, dan shift ketiga dari jam 8 malam sampai jam 4 pagi. Biasanya satu shift terdiri dari 30 pekerja.
kata Mbah Marto menceritakan suasana kerja di tambang mangan Kliripan pada era penjajahan Jepang.
Ada tiga titik penambangan mangan yang cukup besar di Dusun Kliripan, yaitu Terowongan Holiday, Terowongan Sunoto, dan Terowongan PPTM.
Di samping titik tersebut, masih ada titik-titik terowongan kecil lain bekas penambangan mangan yang banyak dijumpai di sekitar Terowongan Sunoto.
Dukuh Kliripan, Setyo Haryanto, mengatakan, Terowongan Sunoto dan Terowongan Holiday merupakan titik pertama penambangan mangan di Kliripan. Baru di akhir tahun 1970-an Terowongan PPTM dibangun untuk aktivitas penambangan mangan.
kata Setyo menceritakan kenapa banyak terowongan yang ditutup untuk aktivitas penambangan.
Di Dusun Kliripan, terdapat sebuah rumah arsip yang menyimpan berbagai peralatan tambang serta dokumen-dokumen penting perusahaan tambang mangan pada waktu itu. Pada masa lalu, rumah arsip tersebut merupakan tempat tinggal sekaligus kantor bagi para pembesar perusahaan tambang.
Selain itu di sana pula terdapat rumah joglo yang dulunya digunakan sebagai tempat bekerja para pekerja kantor pabrik.
Selain berbagai arsip sejarah yang tersimpan di rumah itu, sebenarnya tidak banyak arsip lain yang menceritakan sejarah tambang mangan di Dusun Kliripan.
Dilansir dari kanal YouTube Sinau Bhumi, tambang mangan Kliripan dibuka pada tahun 1912 oleh perseorangan bernama Insinyur Van Delsen. Usahanya telah mendapatkan izin dari Kasultanan Yogyakarta dengan sebuah akte tertanggal 30 Mei 1893.
kata Pengamat Sejarah Kulon Progo, Dr. Ahmad Athoilah.
Seiring berjalannya waktu, keberadaan lorong-lorong Terowongan Kliripan yang termasyhur itu pelan-pelan mulai tertutup tanah.
Jejak sejarah kejayaan Kliripan sebagai simbol perekonomian Indonesia khususnya di masa akhir penjajahan Belanda hingga era pemerintahan Presiden Soekarno semakin kabur.
Usaha untuk mengangkat kembali Kliripan mulai dilakukan dengan konsep wisata edukasi, walau tantangannya berat.
tutup Pengamat Sejarah Kulon Progo Dr. Ahmad Athoilah.
Jembatan yang satu ini konon menjadi jembatan tertua yang ada di Pulau Sumatera.
Baca SelengkapnyaTanaman ini dibawa oleh orang-orang Belanda ke Nusantara.
Baca SelengkapnyaMenariknya, pusaka serta bangunan itu ditemukannya di dalam sebuah hutan. Sebelumnya pria ini mengaku bahwa mendapatkan isyarat lewat sebuah mimpi.
Baca SelengkapnyaKedutan mata oleh masyarakat Indonesia acap dikaitkan dengan pertanda baik dan buruk.
Baca SelengkapnyaGunungkidul konon dulu menjadi tempat yang nyaman bagi manusia purba
Baca SelengkapnyaSebuah daerah khusus peternakan ini dikenal mirip seperti padang rumput yang berada di Selandia Baru dan didirikan langsung oleh Pemerintah Hinda Belanda.
Baca SelengkapnyaKepercayaan orang-orang sekitar pun tumbuh dan mengakar kuat di benak mereka jika merusak salah satu peninggalan sejarah tersebut, maka dia akan menerima nasib
Baca Selengkapnyapentingnya pemahaman sejarah kebangsaan sebagai landasan identitas bagi masyarakat Indonesia
Baca SelengkapnyaKirab ini selalu berlangsung megah yang mengisyaratkan tingginya wibawa raja tanah Jawa.
Baca Selengkapnya