Meski tak sekolah, Kancil tahu penambangan merusak alam
Merdeka.com - Almarhum Salim alias Kancil (52) tidak pernah berharap namanya dikenal oleh masyarakat luas karena perjuangannya menolak tambang pasir di pesisir selatan Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Menurut salah satu teman Kancil, penolakan tersebut semata sebagai bentuk kepedulian seorang anak bangsa yang cinta Tanah Air dalam menjaga lingkungannya.
"Pak Salim Kancil itu berjuang dengan ikhlas bersama warga karena tidak ingin penambangan pasir liar itu merusak lahan pertanian yang sudah digarap warga," kata Hamid seperti dilansir Antara, Senin (5/10).
Keinginan Salim bersama warga Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, sebenarnya cukup sederhana, yakni ingin memanfaatkan potensi sumber daya alam dengan menggarap lahan pertanian untuk kelangsungan hidup.
"Pak Salim yang tidak pernah duduk di bangku sekolah pun tahu kalau penambangan pasir itu dapat merusak lingkungan dan rawan bencana, sehingga kami sebanyak 12 orang membentuk Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Desa Selok Awar-Awar dan saya sebagai koordinatornya," tuturnya.
Melihat dampak yang cukup serius akibat penambangan pasir di Desa Selok Awar-Awar itu, beberapa warga tergerak membentuk forum sebagai kekuatan melawan penambangan yang dikelola oleh kepala desa setempat.
"Kawasan pesisir selatan seharusnya tidak dieksploitasi karena ancaman tsunami bisa datang kapan saja, sehingga tidak boleh ada penambangan," ujarnya.
Dampak kerusakan lingkungan akibat penambangan pasir di Desa Selok Awar-Awar selama dua tahun itu sudah dirasakan oleh warga sekitar yang bermata pencarian sebagai petani dan nelayan.
"Irigasi pertanian menjadi rusak dan warga tidak bisa menanam padi karena air laut yang menggenangi areal persawahan," ucap Hamid.
Almarhum Salim Kancil dan warga sekitar yang sehari-hari bekerja di sawah tidak bisa memanen hasil padi, karena penambangan yang semakin merusak lingkungan dan irigasi pertanian.
Awalnya kepala desa meminta persetujuan masyarakat setempat untuk membangun kawasan objek wisata di sekitar Pantai Watu Pecak, namun lama-kelamaan bukan wisata yang digarap, malah penambangan pasir.
Warga kemudian melakukan gerakan advokasi protes tentang penambangan pasir yang mengakibatkan rusaknya lingkungan dengan cara bersurat kepada pemerintahan desa, Pemerintahan Kecamatan Pasirian, dan Pemerintahan Kabupaten Lumajang.
"Pada Juni 2015, forum menyurati Bupati Lumajang untuk meminta audiensi tentang penolakan tambang pasir, tetapi tidak direspons dengan baik oleh Bupati yang diwakili oleh Camat Pasirian," paparnya.
Perjuangan Forum Komunikasi terus dilakukan hingga 9 September 2015 dengan melakukan aksi damai penghentian aktivitas penambangan Pasir dan penghentian truk bermuatan pasir di Balai Desa Selok Awar-Awar.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Muhaimin atau Cak Imin pada siang harinya juga mencuitkan soal slepet.
Baca SelengkapnyaSadar lawannya memiliki ilmu kebal, pelaku IM akhirnya menancapkan pedangnya di tanah.
Baca SelengkapnyaCerita Mucikari Anak Sekolah Tobat dan Langsung Mualaf Gara-gara Dapat Mimpi Berangkat ke Tanah Suci.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Menyelam Sampai ke Dasar Laut, Penyelam Temukan Lubang Terdalam di Dunia, Isinya Menyeramkan
Baca SelengkapnyaKonon menurut cerita kedua pohon ini berasal dari sepasang pengantin yang bertengkar
Baca SelengkapnyaCak Imin mengatakan, temannya beralih dukungan ke pihak lain lantaran telah diiming-imingi sesuatu.
Baca SelengkapnyaSeseorang yang pintar memiliki titik lemah yang muncul berupa sulit merasa bahagia.
Baca SelengkapnyaDi sisi lain, ada kepercayaan bahwa orang yang berkunjung ke sini bisa mendapatkan keberkahan
Baca SelengkapnyaMereka terdampar di pulau yang sangat terpencil di Samudra Pasifik.
Baca Selengkapnya