Sri Mulyani heran insentif pajak untuk pelaku industri malah tak laku
Merdeka.com - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengakui fasilitas pajak yakni tax allowance dan tax holiday kurang diminati oleh pengusaha. Hal tersebut kemudian berdampak pada kinerja industri yang belum cukup memuaskan di 2017.
"Saya sedang minta BKF, Ditjen Pajak dan DJBC untuk meneliti sektor produksi. 2017 lalu, walaupun kita sudah mencanangkan tax allowance dan tax holiday, nggak ada satupun yang apply. Kenapa? apa tidak menarik atau perlu insentif lain," ujarnya di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin (9/1).
Pada awalnya, kedua fasilitas pajak tersebut dibahas bersama BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) dan pelaku industri. Namun nyatanya, setelah sekian lama belum memberikan dampak yang cukup baik bagi perkembangan industri.
"Itu kan sebenarnya formulasi yang sudah diformulasikan cukup lama selama ini. Lebih dari hampir 10 tahun waktu saya jadi Menkeu dahulu kala. Waktu itu disusun berdasarkan masukan juga dari BKPM, industri dan mereka mengatakan itu bentuk insentif yang diperlukan," jelasnya.
Sri Mulyani menambahkan, pihaknya akan mengkaji apakah dibutuhkan jenis insentif lain untuk mendorong kinerja industri. Beberapa yang akan dikaji ke depan adalah kebutuhan produksi atau bahan baku, sebab kebutuhan perusahaan bukan hanya mengenai perpajakan.
"Kedua, banyak sekali perubahan hampir 10 tahun lalu. Kalau tadi masukannya mengenai daya kompetisi kita adalah labour weight, ada masalah bahan baku, ya kita akan lihat. Kalau halangannya banyak hal lain, ya kita akan dengar dan nanti akan disampaikan kepada menteri yang lain. Kan tidak semua persoalannya itu soal keuangan," tandasnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo mengatakan tax allowance dan tax holiday sudah menjadi amanat dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 18 tahun 2015 tentang tax allowance dan tax holiday. Di mana sebenarnya harus dilakukan secara berkala tiap dua tahun sesuai dengan tingkat pengaruh aturan tersebut terhadap kebutuhan investasi.
"PP nya kan sebenarnya dari tahun 2015, tanggal 6 April, itu mengatakan harus dievaluasi setiap dua tahun. Nah, tadi itu perlu dievaluasi atau tidak. Sudah dua tahun kan ini. Kalau sudah ada dua tahun, sudah ada pengajuan pengajuan untuk mendorong investor, itu harus jelas aturannya," terangnya di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (18/4).
Mardiasmo menambahkan selama ini masih ada regulasi yang membuat investor sulit untuk bisa berinvestasi. Salah satu penghambat masuknya investor asing adalah mengenai arah prosedur yang belum jelas.
"Yang kita perbaiki adalah prosedurnya. Misalnya saat produksi komersial itu seperti apa. Asetnya yang bisa dikatakan fasilitas adalah aset yang leasing atau aset yang baru. Nah, hal-hal semacam itu harus kita jelaskan lah, supaya tidak menimbulkan permasalahan," tutupnya.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Penambahan anggaran ini diperlukan seiring meningkatnya jumlah petani calon penerima pupuk subsidi.
Baca SelengkapnyaImpor beras dari Kamboja untuk memenuhi kebutuhan stok beras menjelang Idul Fitri 1445H.
Baca SelengkapnyaBatas pembayaran THR pegawai maksimal pada H-7 lebaran.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Usai rapat bersama Presiden Joko Widodo, Sri Mulyani menyampaikan pemerintah telah menargetkan defisit APBN 2025 maksimal di angka 2,8 persen.
Baca SelengkapnyaKementerian Keuangan mempersilahkan pelaku usaha spa untuk melakukan gugatan secara resmi melalui Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca SelengkapnyaBahlil menilai kenaikan tarif pajak hiburan ini bisa berdampak terhadap perkembangan bisnis di Indonesia.
Baca SelengkapnyaMenurut Ida, program mudik gratis dapat meringankan dan mempermudah para pekerja yang akan pulang ke kampung halaman saat Lebaran.
Baca SelengkapnyaSurat edaran pajak hiburan tersebut nantinya akan mengatur pemberian insentif insentif dalam bentuk pajak penghasilan badan (PPh Badan) sebesar 10 persen.
Baca SelengkapnyaKendaraan pribadi cukup banyak memakan biaya baik sebelum maupun saat melakukan perjalanan mudik Lebaran.
Baca Selengkapnya