Sejarah Sistem Pembayaran, dari Saling Barter Hingga Hewan Ternak Jadi Uang Komoditas
Manusia dulunya mengembangkan uang komoditas, yaitu barang dasar hampir dibutuhkan semua orang jadi alat pembayaran.
Sekitar tahun 100 SM, potongan kulit rusa putih dengan ukuran dan diberi berbagai jenis warna juga pernah digunakan sebagai alat pembayaran.
Sejarah Sistem Pembayaran, dari Saling Barter Hingga Hewan Ternak Jadi Uang Komoditas
Sejarah Sistem Pembayaran
Jauh sebelum ada mata uang, manusia melakukan transaksi dengan cara barter antar barang. Di fase ini, masyarakat saling memberikan barang kepada orang lain, agar mendapatkan barang yang diinginkan. Dalam situs Bank Indonesia, transaksi barter kemudian menimbulkan masalah di beberapa kesempatan. Misalnya, saat dua pihak tidak sepakat dengan nilai pertukarannya, atau salah satu pihak tidak terlalu membutuhkan barang yang akan ditukar.
Pada tahun 900 hingga 6000 sebelum masehi (SM), hewan ternak digunakan sebagai uang komoditas oleh manusia. Kemudian gandum, sayuran, dan tumbuhan juga dijadikan uang komoditas setelah muncul budaya pertanian.
Di sekitar 1200 SM, uang primitif mulai digunakan.
Bentuknya ada yang berupa cangkang kerang, atau cangkang hewan lainnya. Orang China mulai memproduksi imitasi kerang cowrie yang terbuat dari logam dan tembaga.
Sekitar tahun 100 SM, potongan kulit rusa putih dengan ukuran dan diberi berbagai jenis warna juga pernah digunakan sebagai alat pembayaran.
Hingga di tahun 1661, Swedia merupakan negara pertama di benua Eropa yang menggunakan uang kertas, setelah pabrik kertas didirikan pada tahun 1150 di Spanyol.
Berawal dari Swedia, seluruh negara di bumi kemudian memakai uang kertas, termasuk Indonesia, sebagai alat pembayaran. Di Indonesia pun saat ini alat pembayaran sudah berkembang sangat pesat dan maju. Dari sebelumnya pembayaran tunai ke pembayaran non-tunai. Seperti halnya alat pembayaran berbasis kertas (paper based) misalnya cek dan bilyet giro yang diproses menggunakan mekanisme kliring/settlement.
Selain itu, dikenal juga alat pembayaran paperless seperti transfer dana elektronik dan alat pembayaran memakai Kartu ATM, Kartu Kredit, Kartu Debit dan Kartu Prabayar (card-based).
Pada satu dekade terakhir, telah terjadi gelombang digitalisasi dan penetrasinya ke kehidupan masyarakat yang mengubah secara drastis perilaku masyarakat.
Instrumen alat pembayaran pun semakin bervariasi dengan kehadiran uang elektronik berbasis kartu (chip based) maupun peladen/server (server based). Pola konsumsi masyarakat pun mulai bergeser dan menuntut pembayaran serba mobile, cepat serta aman melalui berbagai platformantara lain web, mobile, Unstructrured Supplementary Service Data(USSD) dan SIM Toolkit (STK).
Selanjutnya, muncul instrumen virtual currency yang merupakan uang digital yang diterbitkan oleh pihak lain selain otoritas moneter dan diperoleh dengan cara mining, pembelian atau transfer pemberian (reward).
Bank Indonesia juga mengingatkan kepemilikan virtual currency sangat berisiko dan sarat akan spekulatif. Hal ini dikarenakan tidak terdapat administrator resmi, tidak terdapat underlying asset yang mendasari harga serta nilai perdagangan sangat fluktuatif sehingga rentan terhadap risiko penggelembungan (bubble) serta rawan digunakan sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Sehingga dapat mempengaruhi kestabilan sistem keuangan dan merugikan masyarakat.
Berita Terpopuler
Jokowi Minta RSUD dr Zainoel Abidin di Aceh Diperluas
Seorang Mahasiswa Nekat Terobos Penjagaan Demi Bisa Foto Bareng Presiden, Bikin Kesal Paspampres Langsung Kena Tinju
VIDEO: Mahfud Setelah Putusan MK soal Pilkada 2024 "Jokowi Jalannya Sudah Ditutup!"
Jokowi Resmikan 4 Seksi Jalan Tol Sigli-Banda Aceh, Telan Biaya Rp13,5 Triliun
Jokowi Minta Venue PON di Aceh Dirawat Setelah Habiskan Rp811 Miliar untuk Renovasi