Pemerintah enggan pikirkan pajak ekspor batubara
Merdeka.com - PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero mengusulkan agar ekspor batu bara dikenakan pajak sebagai bentuk pengendalian pasokan untuk kebutuhan dalam negeri. Kebijakan itu jika dijalankan sekaligus menggenjot pendapatan negara, karena banyak pihak berpendapat permintaan dalam negeri belum tercukupi, tapi perusahaan batu bara melulu memikirkan ekspor.
Bagi pemerintah, usulan pengenaan pajak tersebut belum menjadi prioritas. "Pajak ekspor batu bara belum terpikirkan, mineral dan batu bara tidak hanya memikirkan penerimaan negara saja," ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Thamrin Sihite di DPR RI, Jakarta, Selasa (4/6).
Thamrin mengatakan tingginya tingkat ekspor batu bara karena kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi. Selain itu, batu bara yang dijual di dalam negeri tidak ada harga khusus, sedangkan yang diekspor mengikuti harga pasar.
Jika kebutuhan batu bara dalam negeri semakin besar, lanjut Thamrin, pemerintah akan menerapkan sistem Domestic Market Obligation (DMO), dan bukan dengan cara menarik pajak ekspor batu bara.
"Kalau dalam negeri membutuhkan maka nggak mungkin akan diekspor, itu kebijakan pemerintah," paparnya.
Dia malah balik mengusulkan agar pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) agar dipercepat sebagai upaya mengendalikan tingginya ekspor batu bara.Terkait royalti 10 persen bagi pengusaha batubara pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), pihaknya masih melakukan pembicaraan dengan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan.
Nantinya BKF yang akan mengusulkan kenaikan royalti. Hal itu dikarenakan, royalti yang dikeluarkan pengusaha pemegang IUP maksimal
masih sekitar tujuh persen, sedangkan pemegang Perjanjian Karya Pengusaha Batu bara (PKP2B) royaltinya total saat ini baru 13 persen.
"Kalau royaltinya disamakan tidak apa-apa kan, tapi ini masih diusulkan," kata Thamrin.
Menurut Thamrin, masih banyak pertimbangan yang harus diperhatikan untuk mengambil langkah tersebut, seperti harga batubara sendiri yang saat ini masih turun. Kemudian China juga akan menghentikan ekspor batu bara kalori rendah dari Indonesia, semua itu harus diperhatikan, karena memiliki dampak.
Sebelumnya Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI) mendukung niat pemerintah yang akan menaikkan royalti mineral dan batubara sekitar 10 persen, namun pihaknya menolak jika ekspor batubara dikenai pajak.
(mdk/ard)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Luhut mengatakan, pemerintah saat ini masih terus mengkaji mana jalan terbaik untuk bisa memitigasi polusi udara.
Baca SelengkapnyaKepercayaan mengelola sumber daya alam seperti batu bara, harus disertai dengan langkah-langkah pelestarian lingkungan.
Baca SelengkapnyaSelain pemanfaatan bahan bakar alternatif dari sampah perkotaan, SBI juga menerapkan ekonomi sirkular bagi masyarakat.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Pertalite merupakan Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP), perubahan dalam penyalurannya harus melalui kebijakan Pemerintah.
Baca SelengkapnyaIndustri kapuk mengalami kemunduran karena masyarakat lebih suka memakai Kasur dengan bahan dasar busa dan pegas.
Baca SelengkapnyaImpor beras dari Kamboja untuk memenuhi kebutuhan stok beras menjelang Idul Fitri 1445H.
Baca SelengkapnyaVolume sampah yang terus meningkat masih menjadi tantangan bagi pemerintah di tengah fasilitas pengolahan sampah yang terbatas.
Baca SelengkapnyaDari 10 Kg beras yang diberikan oleh pemerintah, telah memenuhi sepertiga dari kebutuhan bulanan.
Baca SelengkapnyaGRP menargetkan kapasitas PLTS Atap terpasang sebesar 33 MWp, yang direncanakan selesai pada tahun 2025.
Baca Selengkapnya