Kebijakan Restrukturisasi Kredit Masih Sangat Dibutuhkan Selama Pandemi
Merdeka.com - Ekonom Center of Reforms on Economic (CORE) Piter Abdullah menyatakan, kebijakan restrukturisasi kredit masih terus dibutuhkan selama pandemi masih belum berakhir. Hal ini disampaikan Piter menanggapi OJK yang memutuskan untuk memperpanjang relaksasi restrukturisasi kredit hingga 2022.
"Di tengah pandemi, dunia usaha mengalami tekanan cashflow yang sangat berat. Penerimaan turun sementara pengeluaran tetap tinggi, termasuk untuk pembayaran pokok dan bunga kredit bank," ujar Piter, Senin (26/10/2020).
Lanjut Piter, jika dunia usaha tidak dibantu maka kredit mereka ke bank akan macet. Imbasnya, pelaku usaha tidak bisa mendapat kredit baru, bangkrut dan yang paling parah, krisis ekonomi akan terjadi.
"Kalau kredit mereka macet, permasalahan akan bergeser ke sektor keuangan. NPL (Non Performing Loan) naik tajam, permodalan bank tergerus dan ujungnya kita krisis perbankan dan krisis sistem keuangan," ujar Piter.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memutuskan memperpanjang relaksasi restrukturisasi kredit hingga 2022. Langkah ini diambil dalam rangka mengantisipasi terjadinya penurunan kualitas debitur dalam menjalankan kewajibannya.
"Perpanjangan restrukturisasi ini sebagai langkah antisipasi untuk menyangga terjadinya penurunan kualitas debitur restrukturisasi," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam siaran persnya, Jakarta, Jumat (23/10).
Wimboh menjelaskan, perpanjangan restrukturisasi kredit ini diberikan secara selektif. Debitur yang mendapatkan perpanjangan restrukturisasi kredit ini akan melewati tahapan asesmen terlebih dahulu demi menghindari moral hazard.
"Perpanjangan restrukturisasi diberikan secara selektif berdasarkan asesmen bank untuk menghindari moral hazard agar debitur tetap mau dan mampu melakukan kegiatan ekonomi dengan beradaptasi di tengah masa pandemi ini," imbuhnya.
Keputusan ini diambil OJK setelah melakukan asesmen yang dilakukan OJK terkait debitur restrukturisasi. Asesmen dilakukan sejak diputuskannya rencana memperpanjang relaksasi ini pada saat Rapat Dewan Komisioner OJK pada tanggal 23 September 2020 lalu.
Saat ini OJK segera memfinalisasi kebijakan perpanjangan restrukturisasi. Kebijakan ini akan dikeluarkan dalam bentuk POJK.
Oleh karenanya, sejak awal, langkah OJK melakukan restrukturisasi kredit bisa membantu menahan dampak pandemi agar tidak semakin parah.
"Selama masih berlangsung pandemi, saya kira, kita masih memerlukan kebijakan pelonggaran restrukturisasi kredit," tuturnya.
Reporter: Athika RahmaSumber: Liputan6.com
(mdk/hhw)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Optimistis tersebut juga ditopang dengan dukungan dari sisi permodalan bank yang kuat.
Baca SelengkapnyaOtoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mendorong peningkatan literasi dan inklusi keuangan syariah.
Baca SelengkapnyaIndustri perbankan melanjutkan tren pertumbuhan yang positif, dengan kredit tetap tumbuh double digit di bulan Februari.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Dalam ayat 2, OJK mengatur PUJK agar tidak menggunakan cara ancaman, kekerasan dan/atau tindakan yang bersifat mempermalukan konsumen.
Baca SelengkapnyaIni sebagai upaya OJK memperkuat upaya pelindungan konsumen di sektor jasa keuangan.
Baca SelengkapnyaPertumbuhan kredit didukung oleh kinerja penjualan dan investasi korporasi yang diperkirakan terus meningkat.
Baca SelengkapnyaSalah satunya kondisi suku bunga yang masih di level tinggi, walaupun di proyeksikan tidak akan naik lagi.
Baca SelengkapnyaOtoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan mencapai angka peningkatan indeks literasi keuangan yaitu 65 persen dan inklusi keuangan 93 persen pada 2027.
Baca SelengkapnyaPeluncuran ini sejalan dengan mandat UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Baca Selengkapnya