Merdeka.com - Utang pemerintah tercatat meningkat sebesar Rp6.713,24 triliun hingga per akhir November 2021 atau sekitar 39,38 persen dari PDB. Total utang tersebut naik signifikan dibandingkan posisi Oktober 2021 yakni Rp6.687,28 triliun. Artinya, dalam sebulan, utang negara sudah bertambah sebesar Rp25,96 triliun.
Utang pemerintah memang dikelola sedemikian baiknya agar bermanfaat bagi Indonesia. Indonesia dengan defisit yang rendah, menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi yang paling tinggi. Dengan kata lain, tambahan utang menjadi lebih kecil apabila dibandingkan tambahan manfaat yang diperoleh.
"Pemerintah senantiasa mengelola pembiayaan secara hati-hati, kredibel, dan terukur, kata Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo beberapa waktu lalu. [ags]
Baca juga:
Bos Grup Texmaco Gugat Pemerintah Ke Pengadilan Soal Utang BLBI
Catatan Presiden PKS atas Kinerja Pemerintah Sepanjang 2021
Banggar DPR Ingatkan Anggaran Subsidi Energi 2022 Berpotensi Membengkak
Meneropong Kondisi Garuda Indonesia di 2022 Tengah Terhimpit Utang Triliunan Rupiah
Menengok Perkembangan Proses PKPU Garuda Indonesia
Agenda PKPU, Garuda Indonesia Perkuat Komunikasi dengan Kreditur dan Lessor
Lantas untuk apa saja utang tersebut?
Mengutip laman Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengenai 'menjawab utang' dijelaskan, keadaan sekarang ini pemerintah tidak dapat menunda kebutuhan-kebutuhan yang mendesak seperti infrastruktur dan pembangunan lainnya. Sebab jika ditunda maka di masa depan seiring dengan kenaikan harga maka, biaya untuk kebutuhan-kebutuhan tersebut akan semakin tinggi. Di satu sisi, pemerintah tetap harus membayar biaya-biaya kebutuhan tersebut walau pendapatan terbatas.
Utang menjadi alat untuk membayar kekurangan biaya-biaya tersebut. Jika nanti infrastruktur telah memadai dan Sumber Daya Manusia (SDM) telah kompeten maka masyarakat Indonesia dapat bersaing dengan Negara tetangga bahkan dengan dunia.
Dalam penjelasan Kemenkeu, berutang adalah pilihan kebijakan yang rasional untuk menyelesaikan pembangunan yang tidak bisa ditunda. Utang adalah alat (tool) untuk mengakselerasi pembangunan dan mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Pemerintah berutang bukan sekedar buat menutup biaya operasional seperti layaknya utang untuk kebutuhan konsumsi sehari-hari. Utang tersebut berguna agar Indonesia punya sumber daya lebih banyak untuk pembangunan Indonesia, bukan soal konsumsi aja.
Karena, jika infrastruktur sudah bagus, transportasi akan lebih mudah. Kalau transportasi mudah, biaya kirim barang jadi makin murah. Semakin murah biaya kirim barang, akan semakin murah harga jual barang. Dampaknya maka akan kembali lagi kepada masyarakat.
"Kalau barang murah, masyarakat makin banyak yang bisa beli, perekonomian makin lancar, rakyat makin sejahtera, bukankah itu yang kita inginkan bersama? Nah, makanya nih, pembangunan ngga bisa ditunda lagi," tulis penjelasan Kemenkeu.
Semakin lama, biaya pembangunan infrastruktur bakal makin mahal. Sama kaya beli properti, harus bisa diusahakan secepatnya keburu harga naik terus. Selain itu, dari pembangunan infrastruktur tadi manfaat ekonomi dan sosialnya pasti akan berlipat-lipat.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), populasi penduduk Indonesia saat ini didominasi kelompok umur produktif yakni antara 15-34 tahun. Kondisi ini menunjukkan bahwa Indonesia sedang memasuki era bonus demografi, di mana kelebihan penduduk usia produktif bisa dimanfaatkan untuk peningkatan pembangunan.
Diperkirakan, era bonus demografi ini akan mencapai puncaknya pada periode 2025–2030. Utang pemerintah saat ini juga ditujukan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan kesehatan, untuk menjamin bonus demografi tadi benar-benar menjadi generasi penduduk yang berkualitas, cerdas dan sehat sehingga berguna bagi pembangunan Indonesia.
Tingkat kemiskinan di Indonesia saat ini juga masih di tinggi. Selain itu ada masalah tingkat kesenjangan yang masih tinggi yang perlu diselesaikan, dengan menaikkan taraf ekonomi masyarakat berpenghasilan rendah (bukan dengan menurunkan taraf ekonomi masyarakat menengah ke atas), makanya perlu program perlindungan sosial masyarakat antara lain melalui peluncuran Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), Program Keluarga Harapan (PKH), subsidi pupuk, tunjangan BPJS dan lain-lain.
"Jadi berutang saat ini adalah pilihan yang logis dan rasional untuk kemajuan Indonesia," tulisnya.
Pada akhirnya pemerintah berutang untuk hal produktif yang bisa dinikmati sekarang dan masa mendatang. Sebab. masyarakat punya kebutuhan penting, mendesak dan prioritas saat ini. Tinggal bagaimana memilih mau dipenuhi dari sekarang atau menunggu nanti terkumpul uangnya.
Karena jika ditunda ini bisa mengakibatkan kerugian finansial yang lebih besar. Misalnya ketinggalan waktu dan kesempatan (momentum) dan kenaikan harga karena inflasi. Oleh karena kita perlu belanja ekspansif untuk belanja produktif, maka pembuatan anggaran pemerintah menerapkan kebijakan defisit.
Baca juga:
Bos Grup Texmaco Gugat Pemerintah Ke Pengadilan Soal Utang BLBI
Catatan Presiden PKS atas Kinerja Pemerintah Sepanjang 2021
Banggar DPR Ingatkan Anggaran Subsidi Energi 2022 Berpotensi Membengkak
Meneropong Kondisi Garuda Indonesia di 2022 Tengah Terhimpit Utang Triliunan Rupiah
Menengok Perkembangan Proses PKPU Garuda Indonesia
Agenda PKPU, Garuda Indonesia Perkuat Komunikasi dengan Kreditur dan Lessor
Advertisement
Pindad Kerja Sama Kembangkan Kendaraan Tempur dengan Uni Emirat Arab
Sekitar 1 Jam yang laluJelang Idul Adha, Minyak Goreng Curah Murah Masih Sulit Ditemui
Sekitar 3 Jam yang laluJelang Idul Adha, Harga Daging Ayam Berangsur Turun
Sekitar 3 Jam yang laluHarga Daging Sapi Tembus Rp160.000 per Kg, Penjualan Anjlok Hingga 50 Persen
Sekitar 5 Jam yang laluHarga Cabai Masih Mahal, Konsumen Pilih Kurangi Pembelian
Sekitar 5 Jam yang laluKisah Orang Terkaya Asia Bangun Kilang Tembaga Terbesar di India
Sekitar 7 Jam yang laluKementan Sarankan Petani Bengkulu Ikut Program AUTP Antisipasi Gagal Panen
Sekitar 18 Jam yang laluIni Detail Besaran Gaji ke-13 Diterima Jokowi dan Maruf Amin
Sekitar 20 Jam yang laluEkspansi Hingga Dubai, BSI Raih Progressive International Market Expansion
Sekitar 20 Jam yang laluSelama 6 Bulan, PPS Diikuti 247.000 WP dan Ungkap Harta Sebanyak Rp594,82 Triliun
Sekitar 21 Jam yang laluDaftar Lengkap Harga BBM Pertamina dan Shell per Juli 2022
Sekitar 22 Jam yang laluMembongkar Strategi BUMN Capai Swasembada Gula Konsumsi di 2025
Sekitar 23 Jam yang laluPenyerapan Anggaran Perlindungan Sosial Rp188 Triliun di Semester I-2022
Sekitar 1 Hari yang laluMomentum Bersejarah, Persetujuan Kemitraan RI-UEA Tingkatkan Ekspor ke Timur Tengah
Sekitar 1 Hari yang laluMengenang Menteri PAN RB Tjahjo Kumolo, Sosok Kakek yang Hangat dan Dekat dengan Cucu
Sekitar 2 Hari yang laluCerita Reshuffle Kabinet Jokowi
Sekitar 2 Minggu yang laluLuhut Bongkar Rahasia, Kisah di Balik Jokowi Sering Merotasinya Sebagai Menteri
Sekitar 1 Minggu yang laluMomen Jokowi Lupa Sapa Zulkifli Hasan dan Hadi Tjahjanto di Sidang Kabinet Paripurna
Sekitar 1 Minggu yang laluCerita Reshuffle Kabinet Jokowi
Sekitar 2 Minggu yang laluBeda Gaya Jokowi Bertemu Dua Seteru, Putin dan Zelenskyy
Sekitar 7 Jam yang laluIndonesia dan UAE Sepakati IUAE-CEPA, Ini Isinya
Sekitar 1 Hari yang laluJokowi Bertemu Presiden MBZ di Istana Al Shatie
Sekitar 1 Hari yang laluAlasan Jokowi Tak Pernah Pakai Rompi Antipeluru saat Kunjungi Negara Perang
Sekitar 1 Hari yang laluUpdate Kasus Covid-19 Hari Ini per 2 Juli 2022
Sekitar 20 Jam yang laluPeneliti Jurnal Lancet: Covid-19 Kemungkinan Berasal dari Laboratorium AS
Sekitar 1 Hari yang laluWNA Jadi Salah Satu Penyebab Kenaikan Kasus Covid-19 di Bali
Sekitar 1 Hari yang laluMenghapus Subsidi BBM yang Tinggal Janji
Sekitar 3 Hari yang laluHarga BBM Shell Kembali Naik, Bagaimana dengan Pertamina?
Sekitar 4 Minggu yang laluBeda Gaya Jokowi Bertemu Dua Seteru, Putin dan Zelenskyy
Sekitar 7 Jam yang laluMPR Bandingkan Ketidakadilan terhadap Rusia dengan Israel yang Jajah Palestina
Sekitar 19 Jam yang laluAdvertisement
Advertisement
Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami