Proyek Satelit Internet Dimulai, Menkominfo sebut Tanda Iklim Investasi Melesat
Merdeka.com - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate, mengatakan pandemi Covid-19 memberi pengaruh sangat signifikan pada industri dirgantara (aerospace), termasuk satelit.
Mengutip kajian Space Tech Expo pada bulan Juli 2020, Johnny menyatakan pandemi ini memberi efek negatif pada penundaan penyelesaian proyek, terganggunya supply chain, perlambatan pengoperasian fasilitas untuk pabrikasi, serta terbatasnya ketersediaan tenaga kerja satelit sejak Maret 2020.
"Namun, bagi Indonesia justru sebaliknya, agenda kita hari ini justru menunjukkan bahwa iklim investasi dan pembangunan infrastruktur telekomunikasi Indonesia tidak sedang melambat, namun justru semakin melesat," kata dia dalam Konferensi Pers Penandatanganan Kerja Sama, Kamis (3/9).
Bahkan Menteri Johnny optimistis dengan adanya tahapan Preparatory Work Agreement (PWA) akan dapat mendorong pemulihan ekonomi di Indonesia.
"Sebagai bagian dari optimisme dan keyakinan kita untuk segera pulih dari potensi kontraksi ekonomi akibat pandemi Covid-19," ungkap dia.
Tahapan PWA menandai kesepakatan antara konsorsium PSN dan TAS untuk memulai pekerjaan manufacturing Satelit Mutifungsi Republik Indonesia (SATRIA) antara PT Satelit Nusantara Tiga (SNT) sebagai bagian dari konsorsium Pasifik Satelit Nusantara (PSN) dengan perancang dan pabrikan asal Perancis Thales Alenia Space (TAS).
Dalam tahapan itu terdapat dua kegiatan pokok, yaitu: pertama, melakukan tinjauan kebutuhan muatan sistem satelit yang merupakan penyesuaian desain satelit dengan permintaan pengguna. Dan kedua, melakukan tinjauan status kualifikasi komponen yang merupakan tinjauan kualifikasi komponen-komponen satelit yang dipersyaratkan.
"Preparatory Work Agreement ini sekaligus memastikan bahwa pembuatan satelit dapat dilaksanakan tepat waktu pada saat kontrak, sekaligus menandai bahwa perjanjian pembiayaan akan mulai efektif berjalan," jelas Menkominfo.
Kebutuhan Kapasitas Satelit
Menteri Johnny menyatakan Proyek SATRIA menandai peluang investasi di masa yang akan datang yang lebih besar. Pasalnya, sampai dengan tahun 2030, kebutuhan kapasitas satelit Indonesia diproyeksikan mencapai 900 Gbps atau 0,9 Tbps.
"Kita juga masih masih membutuhkan pembangunan ground segment untuk melengkapi pembangunan space segment yang sedang kita bangun," kata dia.
Oleh karena itu, keberlanjutan proyek SATRIA menunjukkan komitmen dan keseriusan pemerintah untuk melakukan percepatan transformasi digital. Menurut Menteri Kominfo momentum itu akan menandai layanan publik yang prima.
Akses Wifi Gratis 150 Ribu Titik
SATRIA memiliki ciri atau spesifikasi khusus, yang dikenal dengan sebutan High Throughput Satellite (HTS) dengan kapasitas 150 Gbps. Sebagai pembanding, Menteri Johnny menjelaskan saat ini Indonesia memanfaatkan 5 satelit nasional dengan kapasitas sekitar 30 Gbps, dan 4 satelit asing yang memiliki kapasitas 20 Gbps.
"Dengan demikian, total kapasitas 9 satelit yang saat ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan telekomunikasi kita memiliki kapasitas sekitar 50 Gbps. Jika diperbandingkan, kapasitas Satria tentu jauh lebih besar, atau sekitar 3 kali lipat dari total kapasitas 9 satelit yang saat ini dimanfaatkan di Indonesia," paparnya.
Proyek SATRIA akan menghadirkan akses wifi gratis di 150.000 titik layanan publik di berbagai penjuru nusantara. Menurut Menteri Kominfo, layanan itu akan dapat menghadirkan layanan publik yang prima, dimana setiap titik layanan akan tersedia kapasitas sebesar 1 Mbps.
"150.000 titik tersebut terdiri dari: 93.900 titik sekolah dan pesantren, 47.900 titik kantor desa, kelurahan dan kantor pemerintahan daerah, 3.700 titik fasilitas kesehatan, dan 4.500 titik layanan publik lainnya," jelasnya.
Proyek satelit SATRIA dikerjakan dalam skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Kementerian Kominfo bertindak selaku Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK). Pabrikan Proyek KPBU SATRIA adalah Thales Alenia Space (TAS) yang bermarkas di Perancis.
Sedangkan peluncuran akan dilakukan dengan menggunakan roket Falcon 9-5500 yang diproduksi oleh Space-X, perusahaan asal Amerika Serikat. TAS merupakan perusahaan pembuat satelit ternama yang ditunjuk oleh SNT sebagai kontraktor pembuat satelit untuk proyek SMF SATRIA.
(mdk/faz)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jumlah satelit yang mengorbit bumi terus bertambah seiring dengan perkembangan teknologi dan eksplorasi antariksa.
Baca SelengkapnyaSatelit Merah Putih 2 ini akan menjadi tolak ukur perkembangan digitalisasi Indonesia.
Baca SelengkapnyaSatelit orbit rendah kini sedang ramai diperbincangkan, khususnya untuk mendistribusikan sinyal internet.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Memiliki kapasitas 32 Gbps dengan frekuensi C-band dan Ku-band, satelit Telkom akan menempati slot orbit 113 BT.
Baca SelengkapnyaKominfo melalui BAKTI telah meluncurkan satelit SATRIA-1 untuk menyasar wilayah 3T.
Baca SelengkapnyaDengan adanya Samsat Digital Terminal Leuwipanjang, Aan berharap program serupa juga dikembangkan di Samsat seluruh wilayah Indonesia.
Baca SelengkapnyaPada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
Baca SelengkapnyaBAKTI Kementerian Kominfo menerima usulan sekitar 80.000 titik penyediaan akses internet dari KPU.
Baca SelengkapnyaNano Satelit ini bertujuan untuk memetakan kondisi dan aktivitas di laut.
Baca Selengkapnya