Bertemu Menteri ATR, Gibran Bahas Sengketa Tanah Sriwedari
Gibran mengaku berkomitmen untuk terus memperjuangkan agar tanah Sriwedari tetap menjadi area publik milik masyarakat Solo.
Dengan pembatalan tersebut, Pemkot Solo secara hukum dapat memanfaatkan lahan Sriwedari.
Baca SelengkapnyaGibran menyebut proses kepemilikan lahan Sriwedari lebih rumit dibandingkan Benteng Vastenburg, karena masih berstatus sengketa.
Baca SelengkapnyaGibran mengaku berkomitmen untuk terus memperjuangkan agar tanah Sriwedari tetap menjadi area publik milik masyarakat Solo.
Masjid Raya menjadi prioritas utama penataan kawasan Sriwedari yang luasnya mencapai hampir 10 hektar setelah kasus sengketa yang berlangsung puluhan tahun dengan ahli waris Wirjodiningrat tuntas.
Mahkamah Agung (MA) telah mengabulkan permohonan kasasi perkara sengketa tanah Sriwedari yang diajukan Pemerintah Kota (Pemkot) Solo. Hal itu tertuang dalam putusan MA No 2085 K/Pdt/2022.
Pemerintah Kota (Pemkot) Solo tetap menyiapkan anggaran sebesar Rp 200 miliar untuk penataan lahan Sriwedari. Areal seluas 10 hektare ini masih dalam status sengketa dan Pemkot Solo berulang kali kalah di pengadilan.
Pemerintah Kota (Pemkot) Solo kembali gigit jari setelah upaya banding yang mereka ajukan terkait sengketa tanah Sriwedari ditolak. Pengadilan Tinggi (PT) Semarang justru menguatkan putusan di tingkat pertama Pengadilan Negeri (PN) Surakarta.
Sengketa tanah lahan Sriwedari antara Pemkot Solo dengan ahli waris hingga saat ini belum juga berakhir. Beda pendapat justru mengemuka antara mantan Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo dan Wali Kota saat ini, Gibran Rakabuming Raka terkait penyelesaian.
Langkah mencari celah hukum itu menjadi salah satu pembahasan rapat yang dipimpin Wali Kota Gibran Rakabuming Raka, Kamis (18/3).
Sejumlah pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Solo, mendatangi kantor Pengadilan Negeri (PN) Surakarta, di Jalan Slamet Riyadi, Rabu (18/3). Mereka minta PN Surakarta menunda eksekusi Taman Sriwedari oleh ahli waris RMT Wirjodiningrat.
Rencana eksekusi paksa lahan di Taman Sriwedari, Solo, Jawa Tengah mendapatkan ditentang DPRD setempat. Para wakil rakyat memperingatkan Pengadilan Negeri (PN) Solo agar berhati-hati dalam membuat keputusan. Karena lahan Sriwedari selama ini sudah menjadi milik publik Solo.
Setelah beberapa saat mereda, sengketa perebutan lahan Taman Sriwedari seluas hampir 10 hektare antara Pemkot Solo dan ahli waris, kini kembali ramai. Keluarga Ahli Warisman RM Wirjodiningrat, memastikan akan segera mengeksekusi lahan yang di dalamnya terdapat sejumlah bangunan cagar budaya tersebut.
Harapan masyarakat Kota Solo untuk segera memiliki masjid besar di pusat kota harus tertunda. Pasalnya, pembangunan Masjid Raya Sriwedari yang digadang-gadang sebagai yang terbesar di Kota Bengawan, harus tersendat pengerjaannya.
Menanggapi pelaporan tersebut, Hadi Rudyatmo alias Rudy mengaku siap mengikuti proses hukum. Dia bahkan mengklaim jika pengelolaan lahan Sriwedari oleh Pemkot selama beberapa tahun ini tidak melanggar hukum.
Dengan surat tersebut, lahan yang selama ini menjadi area publik tersebut terancam dieksekusi. Lahan yang ada di pusat Kota Solo, Jalan Slamet Riyadi itu akan dikembalikan ke ahli waris RMT Wirjodinigrat.
Para pedagang hanya berharap tak diminta hengkang bila eksekusi lahan dilakukan.
Pemkot Solo menyatakan berusaha mempertahankan pengelolaan Taman Sriwedari melalui PK.
Lahan seluas 9,9 hektare itu diperebutkan sejak 1970. Di dalamnya banyak cagar budaya, tetapi tak terawat.