6 Efek Pandemi COVID-19 pada Kesehatan Mental Anak
Merdeka.com - Kondisi Pandemi COVID-19 yang terjadi telah menimbulkan dampak tak hanya pada orang dewasa namun juga anak. Perubahan gaya hidup yang terjadi di masa pandemi COVID-19 ini bisa menimbulkan dampak pada kesehatan mental anak.
Sebuah penelitian menunjukkan, pandemi COVID-19 berdampak besar pada peningkatan gangguan masalah kesehatan akibat Depresi dan kecemasan pada anak di Indonesia. Hal ini tentu menarik perhatian para orang tua.
Dalam Pandemic Parenting Workshop yang diselenggarakan oleh motivational speaker & parenting expert, Rany Moran, dijelaskan bahwa terdapat 6 masalah yang dapat menyerang kesehatan mental anak akibat pandemi, yaitu:
Skin Hunger dan Kurangnya Social Referencing
1. Skin Hunger
Skin hunger merupakan kondisi saat kulit anak butuh interaksi sosial, yang kalau tidak terpenuhi dapat mengganggu kesehatan fisik dan mental.
Fenomena seperti ini kerap dialami selama pandemi pada mereka yang cukup aktif dan banyak melakukan kegiatan di luar rumah, namun pergerakannya menjadi sangat terbatas.
Biasanya kondisi ini ditandai dengan beberapa gejala, diantaranya:
Stress karena tidak bertemu orang dan jarang berinteraksi langsung dengan lingkungan sosialMalas merawat diri (karena lebih banyak menghabiskan waktu di rumah aja)Menjadi sensitif dan agresif.
2. Kurangnya Sosial Referencing
Social referencing merupakan proses ketika anak mengevaluasi cara berpikir, ekspresi, atau perilaku seseorang untuk membentuk tanggapan mereka terhadap peristiwa tertentu.
Biasanya proses evaluasi ini dapat dilakukan dengan memperhatikan ekspresi wajah, suara vokal atau bahasa tubuh seseorang.
Namun sejak pandemi berlangsung, penggunaan masker membuat social referencing yang dibutuhkan anak berkurang.
Akibatnya, perkembangan anak dalam mengekspresikan emosinya dan membuat keputusan tentang tindakan apa yang perlu mereka ambil menjadi terganggu.
Kecanduan Media Digital dan Meningkatnya Stres serta Kecemasan
3. Kecanduan Media Digital
Saat ini, perekembangan gadget dan alat elektronik yang telah menjadi dari kebutuhan sehari-hari. Terutama semenjak pandemi COVID-19 berlangsung, yang mengharuskan sekolah dilakukan secara daring.
Hal ini secara tidak langsung menciptakan kecanduan mengakses dunia digital secara berlebihan, hingga melupakan waktu serta perannya dalam dunia nyata.
Selain itu, kecanduan dunia digital ini juga dapat mengubah struktural pada wilayah prefrontal otak yang merugikan kemampuan anak untuk memprioritaskan tugas-tugas dalam hidup mereka.
Kecanduan dunia digital juga berkaitan dengan kecemasan dan depresi. Dimana penderita kecemasan atau depresi biasanya akan beralih ke internet untuk mengisi kekosongan dalam kehidupan mereka.
4. Peningkatan Stress dan Kecemasan
Sebuah penelitian yang dipublikasikan di JAMA Pediatrics menunjukkan bahwa stres dan kecemasan pada anak mengalami peningkatan dua kali lipat dibandingkan sebelum pandemi.
Hal ini bisa disebabkan oleh aktivitas yang terus berada di rumah, kurangnya aktivitas sosial, masalah keluarga, dan gangguan sekolah.
Cabin Fever dan Emotional Burnout
5. Cabin Fever
Cabin fever merupakan gejala psikologis yang dipicu oleh pergeseran cara hidup yang aktif secara sosial ke cara hidup yang lebih terbatas dan terisolasi.
Gejala tersebut dapat berupa perasaan gelisah, lekas marah, dan kesepian.
Beberapa faktor lain yang dapat menyebabkan atau berkontribusi terhadap demam kabin, antara lain:
merasa tidak dapat terhubung secara fisik dengan teman dan keluargatidak dapat mengambil bagian dalam kegiatan yang menurut orang itu menyenangkan atau bermaknamenjadi terbakar oleh pekerjaan/sekolahmerasa tidak termotivasi dan lesu karena terlalu sedikit atau tidak ada pekerjaan.
6. Emotional Burnout
Emotional burnout adalah keadaan perasaan lelah dan terkuras secara emosional sebagai akibat dari akumulasi stres yang berlebihan.
Mereka yang mengalami emotional burnout sering merasa tidak memiliki kekuatan atau kendali atas apa yang terjadi dalam hidup, dan merasa "terjebak" dalam suatu situasi.
Kurang energi, kurang tidur, dan penurunan motivasi dapat memperparah kondisi ini.
Jika dibiarkan, hal ini dapat menyebabkan kerusakan permanen pada kesehatan, seperti terganggunya sistem kekebalan, jantung, dan metabolisme Anda secara menyeluruh.
Reporter: Lianna LeticiaSumber: Liputan6.com
(mdk/RWP)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tinggal sendirian memiliki kecenderungan lebih besar untuk mengalami depresi.
Baca SelengkapnyaDepresi adalah gangguan kesehatan mental yang ditandai dengan suasana hati yang terus mengalami tekanan dan kehilangan semangat hidup.
Baca SelengkapnyaMemaafkan tidak mudah, namun dapat menyejahterakan mental.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Terjadinya perubahan iklim menyebabkan tekanan mental terutama pada anak muda.
Baca SelengkapnyaMengenali apakah kondisi mental kita tidak sedang baik bisa menjadi cara untuk mencegah masalah menjadi lebih parah.
Baca SelengkapnyaTransisi dari masa SMA ke bangku perkuliahan bisa menyebabkan munculnya sejumlah masalah kesehatan mental.
Baca SelengkapnyaAnak-Anak Gaza Main Perosotan di Kawah Bekas Bom Israel
Baca SelengkapnyaPelukan tidak hanya mengurangi rasa sakit dan kecemasan, tetapi juga dapat mengurangi tingkat depresi dan perilaku agresif pada seseorang.
Baca SelengkapnyaBeberapa masalah kesehatan mental kerap tidak disadari sebelumnya sehingga kerap disangka muncul secara tiba-tiba.
Baca SelengkapnyaDepresi terselubung adalah kondisi ketika seseorang merasa tertekan, tapi tidak menunjukkan gejala atau ciri-ciri seperti orang yang depresi pada umumnya.
Baca Selengkapnya