LIPI Temukan Fakta Intoleransi Meningkat di Indonesia
Merdeka.com - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Amin Mudzakkir menganalisa bahwa intoleransi politik di Indonesia semakin menguat. Hal itu berdasarkan survei yang dibuat LIPI pada 4 Desember terhadap 1800 responden di seluruh Indonesia.
Hal tersebut disampaikannya dalam diskusi bertema Quo Vadis Demokrasi: Mekanika Elektoral dalam Arus Politik Identitas di markas Para Syndicate, Jl Wijaya Timur 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (7/12).
"Salah satu poin yang bisa sampaikan bahwa kami menemukan fakta bahwa ada gejala sangat kuat meningkatnya intoleransi politik. Meskipun pada level sosial memang ada toleransi," kata Mudzakkir.
Dia menyebut, penerimaan masyarakat terhadap kelompok yang berbeda dalam lingkungan sosial masih sangat toleran. Namun, ukuran penerimaan dalam perbedaan politik sangat intoleran dan faktor agama menjadi acuan masyarakat untuk melabuhkan pilihan politik.
"57,88 persen responden mengatakan bahwa kami hanya akan memilh pemimpin seagama. Ini mulai dari level RT sampai presiden. Jadi kita simulasikan karena kerja atau tapi bukan, tapi karena agama. Agama memberikan jadi faktor kenapa, seseorang memilih pemimpinya," tuturnya.
Implikasi dari hal tersebut menjadi sangat luas. Dia mengatakan, alasan orang hanya memilih pemimpin berdasarkan agama bakal berimbas pada mencegah seseorang supaya tidak memilih pilihan yang berbeda agama.
"Di DKI Jakarta misalkan, kenapa orang menolak seseorang berbeda pilihan politik adalah dampak dari itu. Jadi bukan sekadar secara fasih mereka memilih secara agama tadi juga secara aktif mereka mencegah orang lain memilih pemimpin yang berbeda agama. Jadi itu masalahnya," ujarnya.
Dia menambahkan, dari berbagai macam data yang LIPI kumpulkan, muncul tiga faktor penyebab intoleransi sangat tinggi. Pertama, karena muncul tingginya rasa terancam terhadap agama lain yang menyebabkan dis-trust.
"Dari data kami menunjukan bahwa 18,4 persen responden itu bahwa agama lain itu mendominasi di depan publik," ucapnya.
Kedua, tingginya fanatisme keagamaan yang berbanding terbalik dengan sekularitas. LIPI menemukan data bahwa meskipun 95,6 persen setuju dengan pancasila tapi 49,5 persen setuju dengan perda syariah.
"Berarti tampaknya ada arus yang menghadirkan sebuah pandangan Pancasila sariah atau NKRI bersyariah, oleh leluhurnya pancasila mereka sepakat tapi diimplimentasikan dalam kehidupan publik mereka setuju dengan perda syariah," tuturnya.
Ketiga, lanjut Mudzakkir, intoleransi menjadi sangat tinggi karena dampak sosial. Dia mengatakan, media sosial terbukti membuat fanatisme keyakinan dan menciptakan perasaan terancam. Dia mencontohkan soal isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI).
"Dari sekian responden mengatakan bahwa 54,1 persen mengatakan bahwa pernah mendengar kebiadaban PKI. dan dari sekian banyak itu 42, sekian persen setuju dengan isu tersebut. Jadi ada 5 dari orang Indonesia pernah dengar PKI dan 42 persen, percaya bahwa PKI bangkit lagi dan mereka mendapatkan itu semua dari media sosial," paparnya.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
BPIP: Bangsa Ini Sudah Biasa Bertindak dengan Menghargai Perbedaan
Dengan perilaku toleransi tinggi, Indonesia diyakini kebal dengan serangan paham radikal terorisme ingin pecah belah NKRI.
Baca SelengkapnyaMasyarakat Diminta Perkuat Toleransi & Hindari Prasangka Buruk Terhadap Perbedaan
Memperkuat toleransi dan kerukunan antarumat beragama. Masyarakat tidak boleh semena-mena melanggar hak dari mereka yang dianggap berbeda.
Baca SelengkapnyaJangan Termakan Hasutan Kelompok Intoleran Jelang Nataru
Jangan sampai dimanfaatkan untuk menyebarkan narasi intoleransi, bahkan mengarah pada aksi radikal terorisme.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Jadikan Perbedaan Kekuatan Cegah Masuknya Paham Radikal Intoleran
Masyarakat jangan mudah terpapar informasi hoaks dan ujaran kebencian yang dapat memicu konflik.
Baca SelengkapnyaMasyarakat Diingatkan Perkuat Nilai Toleransi, Jangan Ributkan Perbedaan
Perkuat juga solidaritas, empati, dan tolong-menolong antar-sesama tanpa memandang perbedaan agama atau kepercayaan.
Baca SelengkapnyaPerempuan Harus Waspadai Doktrin Sesat Kelompok Radikal Intorelan
Musdah menyayangkan jika masih banyak perempuan terjebak doktrin mengharuskan mereka tunduk dan patuh tanpa memiliki hak bertanya atau menolak.
Baca SelengkapnyaMUI: Luar Biasa Kehidupan Toleransi Antar-Agama di Negara Kita
Penting menjaga keberlangsungan lingkungan masyarakat yang damai dan toleran.
Baca SelengkapnyaSurvei LSI: Ternyata Prabowo Didukung 34,8% Suara PDIP, 53,5% Suara NasDem, 47% Suara PKB
Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan menyampaikan, suara para pemilih sesuai basis partai politik nyatanya terpecah.
Baca SelengkapnyaSurvei Indikator: Elektabilitas PDIP Ditempel Gerindra, PPP dan PSI Terhalang Ambang Batas Parlemen
Hasil survei dilakukan Indikator Politik Indonesia menunjukkan elektabilitas PDI Perjuangan mengalami tren penurunan.
Baca Selengkapnya