3 Pasukan Letkol Untung siaga hadapi Dewan Jenderal
Merdeka.com - Jelang Oktober 1965, di tengah panasnya suasana politik, sejumlah pasukan memasuki Jakarta. Mereka bersiap mengikuti upacara HUT ABRI ke-20 yang jatuh pada 5 Oktober 1965.
"Tanggal 5 Oktober diperingati sebagai hari jadi Angkatan Bersenjata. Pada bulan itu, Jakarta dipenuhi pasukan dari daerah untuk meramaikan acara HUT Angkatan Bersenjata. Dalam kaul besar itu, tiap divisi atau KODAM di Jawa mengirimkan pasukan untuk mendukung acara. Sebelum Oktober 1965, tiap KODAM mengirimkan satu Batalyon pasukan," kata Petrik Matanasi penulis buku, "Tjakrabirawa" saat dihubungi merdeka.com melalui telepon selulernya pada Jumat (28/9).
Dalam keterangan Petrik, para Raiders (pasukan payung) juga turut serta meramaikan acara itu. Siliwangi mengirimkan Batalyon 330; Diponegoro mengirimkan Batalyon 454 dan Brawijaya mengirimkan Batalyon 530.
Dalam analisa Petrik, dengan berkumpulnya pasukan itu, tidak sulit bagi kelompok Untung untuk melibatkan mereka, khususnya dari Batalyon 454 atau Banteng Raiders. Untung pernah menjadi komandan Batalyon itu sebelum 1965.
Keterlibatan Letkol Untung dalam G30S memiliki momen yang tepat. Untung adalah perwira KODAM Diponegoro yang berprestasi. Setelah menjadi komandan Batalyon 454 Banteng Raider di Srondol, kemudian terlibat operasi komando Mandala Perebutan Irian Barat.
Untung juga sempat menjadi Kepala Transportasi Militer KODAM Diponegoro, Jawa Tengah. Untung dipindahkan dari KODAM Diponegoro ke Cakrabirawa awal 1965.
Dalam peringatan Hari Angkatan Bersenjata itu, Untung ditunjuk oleh sebagai pengatur parade pasukan. Dia punya kesempatan mengontak bekas anak buahnya. Isu yang berhembus, tanggal 5 Oktober itu menjadi pertemuan para dewan jenderal untuk mengadakan kup pada Presiden Soekarno .
Letkol Untung rupanya mendengar selentingan ini. Dia tak mau keduluan. Untung merasa harus bergerak cepat meringkus para jenderal pembangkang itu.
"Hari besar itu menjadi momen tepat untuk menindak para Jenderal yang tidak loyal pada Presiden. Menjelang 5 Oktober para Jenderal Angkatan Darat yang akan menjadi sasaran penculikan, kemungkinan besar berada di Jakarta untuk menghadiri acara. Artinya, tidak sulit untuk menjangkau para Jenderal itu selama masih berada di Jakarta," ujar Petrik lebih lanjut.
Pasukan untuk G30S dibagi dalam 3 kelompok yakni Pasopati, Bimasakti dan Pringgodani. Pasukan-pasukan itu, kecuali Pringgodani yang tidak muncul dalam gerakan, akan dipimpin oleh perwira dari Cakrabirawa bawahan Untung.
Dalam penuturan Petrik, Pasopati dalam penculikan juga membunuh secara langsung, terhadap tujuh Jenderal AD yang akan diculik. Sebelumnya ada 8 Jenderal yang akan diculik. Namun satu nama, Brigadir Jenderal Ahmad Soekendro, dicoret dari daftar Jenderal yang akan diculik. Soekendro menjelang malam G 30 S sedang melawat ke RRC untuk menghadiri acara hari nasioal Republik Rakyat Cina. Satuan Pasopati seharusnya terdiri dari 250 orang anggota Cakrabirawa.
Namun menurut Petrik, ada masalah kecil yang datang saat itu, pasukan elit dari Pasukan Gerak Tjepat ternyata tak ada. Jumlah semula yang 1.150 orang menyusut menjadi 900 orang saja. Akhirnya untuk menculik para Jenderal itu tersedia 130 hingga 140 prajurit yang akan terlibat dalam penculikan.
Sedangkan pasukan Bimasakti, dalam penjelasan Petrik, kebagian jatah untuk beraksi di Jakarta Pusat. Mereka ditempatkan di Medan Merdeka, dekat Monumen Nasional (Monas).
"Dalam komposisi pasukan ini dipilih tiga kompi dari Batalyon 454/Diponegoro di bawah pimpinan Kapten Kuncoro. Dari Batalyon 530/Brawijaya di bawah pimpinan Kapten Soekarbi.
Pasukan terbesar G30S, adalah Pringgodani. Tugas pasukan ini adalah mempertahankan pangkalan Halim Perdanakusuma. Tugas lainnya untuk mengamankan Presiden Sukarno bila berada di instalasi militer itu. Pangkalan udara Halim Perdanakusumah adalah basis utama G30S.
Dalam rencana kelompok Untung, pasukan Pringgodani sebagian besar akan terdiri dari Batalyon Pasukan Gerak Tjepat AURI yang kemudian tidak muncul dalam gerakan.
Kekosongan Pasukan Gerak Tjepat dalam gerakan itu akhirnya diisi oleh sekompi pasukan dari Batalyon para Raiders 530/Brawijaya.
Setelah perencanaan selesai, selanjutnya menunggu instruksi siapa saja Jenderal Angkatan Darat yang akan diculik, karena dianggap tidak setia kepada Bung Karno .
Tanggal 1 Oktober 1965, di tengah kabut kota Jakarta, pasukan Pasopati bergerak menjemput nyawa para jenderal. Awal revolusi berdarah pun dimulai.
(mdk/ian)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Istana menegaskan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi tak terganggu dengan munculnya wacana pemakzulan Jokowi.
Baca SelengkapnyaSesaat setelah diberi pangkat, Soeharto mengabadikan momen dengan sosok jenderal bintang 4.
Baca SelengkapnyaHal ini tercantum dalam Putusan Nomor 116/PUU-XXI/2023 dari perkara yang diajukan oleh Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Kata-kata pemilu lucu ini bisa jadi hiburan menghadapi suasana politik yang seringkali tegang dan serius.
Baca SelengkapnyaIa menduga, wacana pemakzulan mungkin adalah taktik pengalihan isu atau refleksi kekhawatiran pendukung calon lain akan kekalahan.
Baca SelengkapnyaMereka adalah kelompok rentan yang sering dimanfaatkan untuk mendulang suara. Ragam perjuangan mereka lakukan guna mendapatkan hak-haknya.
Baca SelengkapnyaKondisi arus balik landai lantaran belum semua pemudik kembali ke Jakarta.
Baca SelengkapnyaJakarta dikepung kemacetan panjang jelang Rabu tengah malam.
Baca SelengkapnyaPrabowo sendiri pensiun dari TNI dengan pangkat Letnan Jenderal atau bintang tiga.
Baca Selengkapnya