Penjual Nasgor di Surabaya Setia Pakai Petromaks di Gerobak, Ciptakan Suasana Makan Romantis
Penerangan tradisional itu menciptakan suasana terang yang khas
Penerangan tradisional itu menciptakan suasana terang yang khas
Seorang penjual nasi goreng (nasgor) di depan kawasan Islamic Center Kota Surabaya masih setia menggunakan petromaks untuk penerangan. Petromaks itu dipasang di salah satu sudut gerobak. Penerangan tradisional itu menjadi lentera saat sang penjual mendorong gerobak berkeliling untuk menjajakan dagangannya. (Foto: Instagram @khofifah.ip)
Belum lama ini, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa bertemu dengan penjual nasi goreng tersebut di depan gedung Islamic Center Surabaya. Ia terkesan dengan keberadaan petromaks di gerobak penjual nasi goreng keliling tersebut.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa terkesan dengan gerobak nasgor yang dipasang petromaks. "Baru-baru ini saya bertemu dengan penjual nasgor di depan Islamic Center Surabaya yang masih setia menggunakan petromaks. Monggo dilarisi rek. Dinner romantis berteman cahaya remang petromaks," tulis Gubernur Jatim melalui akun Instagramnnya @khofifah.ip, Kamis (13/7/2023)
Sebelum ada listrik, daerah-daerah di Jawa Timur bahkan seluruh Indonesia mengandalkan petromaks sebagai penerangan. Temaram cahaya yang dihasilkan petromaks membuat suasana rumah jadi romantis. Terlebih saat itu tidak ada gadget dan alat elektronik lain. (Foto: Freepik wirestock)
Alat penerangan ini menggunakan bahan bakar minyak tanah bertekanan dan untuk menyalakannya dibutuhkan spiritus. Desain lampu ini ditemukan pada tahun 1910 oleh Max Graetz (1851-1937), CEO perusahaan Ehrich & Graetz yang berpusat di Berlin. Nama Petromax merupakan gabungan kata dari “Petroleum” dan “Max Graetz”. Awalnya, petromax merupakan merek dagang. Nama ini kemudian menjadi sebutan umum untuk desain alat penerangan sejenis. Di Indonesia, pada tahun 1990-an alat ini banyak dipakai untuk penerangan rumah di perdesaan maupun pedagang kaki lima yang berjualan pada malam hari.
Pemilik akun Instagram @moh** membagikan kenangannya menggunakan patromaks. "Desa baru ada listrik 1987. Lampu petromaks sangat berjasa bagi pendidikan saya, Waktu itu tidak semua rumah punya petromaks. sehingga di rumah abah saya banyak teman sebaya belajar bersama numpang terangnya sinat cahaya petromaks," tulisnya. (Foto: Freepik)
Petromaks sangat populer sebelum akses listrik merata, seperti dikutip dari laman resmi Pemkab Gunung Kidul. Bahkan, pada zaman dahulu tidak semua orang mampu memiliki petromaks, hanya orang-orang dari kalangan menengah ke atas yang bisa memilikinya. Tak heran jika sebagian warga berbondong-bondong ke rumah empunya petromaks demi numpang penerangan.
Bunga Tabebuya bermekaran di sepanjang pinggir jalan protokol Kota Surabaya
Baca SelengkapnyaCara Pemkot Surabaya tekan angka pernikahan dini layak dicontoh daerah lain.
Baca SelengkapnyaDua petugas Satpol PP Surabaya yang berniat membantu warga, justru babak belur diamuk oknum buruh
Baca SelengkapnyaAnies dan Cak Imin deklarasi sebagai pasangan capres dan cawapres di Hotel Majapahit, Kota Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (2/9).
Baca SelengkapnyaWarga Surabaya berkesempatan nikah mewah murah. Begini caranya
Baca SelengkapnyaGanjar terbang ke Jawa Timur di tengah pelaksanaan Rakernas IV PDIP di hari kedua pada Sabtu (30/9) malam.
Baca SelengkapnyaPengunjung harus rela antre demi menyantap nasi dengan sambal segar yang diulek di tempat.
Baca SelengkapnyaJalan aspal di Surabaya tiba-tiba pecah mengerikan. Meski demikian, warga diminta tak khawatir.
Baca SelengkapnyaMantan Wali Kota Blitar, Samanhudi Anwar diadili di PN Surabaya. Dia menjalani sidang perdana kasus perampokan rumah dinas Wali Kota Blitar Santoso.
Baca Selengkapnya