Mengenal Ritual Riyaya, Cara Unik Kaum Bonokeling Rayakan Idul Fitri
Merdeka.com - Masyarakat Bonokeling punya cara sendiri dalam menyambut hari besar Islam sepertiHari Raya Idul Fitri. Pada hari raya kemenangan itu, mereka menggelar ritual bernama “Riyaya”.
Dalam tradisi Kaum Bonokeling, Ritual Riyaya dilakukan guna menyambut 1 Syawal. Dilansir dari Merdeka.com, ritual ini menandakan dua hal pokok.
Pertama, area makam Kiai Bonokeling yang dibuka kembali untuk umum setelah sebulan penuh terlarang bagi siapapun. Kedua adalah para trah Bonokeling yang saling bersilaturahmi di kediaman kepala desa setempat.
Lalu bagaimana jalanan ritual Riyaya masyarakat adat Bonokeling? Berikut selengkapnya:
Ritual Memohon Keselamatan
©2017 Merdeka.com/Abdul Aziz Rasjid
Saat melaksanakan tradisi Riyaya, biasanya para keturunan Kiai Bonokeling yang biasa disebut anak putu Bonokeling mengenakan pakaian adat berupa blangkon, pakaian hitam, sarung batik dan secara bergantian bersalam-salaman dengan pemuka adat.
Ketua adat Bonokeling, Sumitro, mengatakan ritual Riyaya dimulai dengan mengunjungi kiai kunci lalu dilanjutkan dengan melaksanakan doa kubur ke makam Bonokeling oleh anak putu laki-laki. Setelah berdoa dan membersihkan makam, acara dilanjutkan dengan berkumpul di kediaman kepala desa dan dipimpin oleh kiai kunci.
“Ritual Riyaya ini hanya melibatkan anak putu Bonokeling di Pakuncen saja. Anak putu yang di Cilacap atau luar kota tidak wajib hadir atau sukarela saja,” kata Sumitro dikutip dari Merdeka.com.
Pantangan Ritual Riyaya
©2017 Merdeka.com/Abdul Aziz Rasjid
Saat melakukan doa kubur, para anak putu yang masuk ke pemakaman harus bertelanjang dada bagi yang laki-laki. Selain berdoa, mereka juga diharuskan untuk membersihkan makam. Namun ada pantangan yang tak boleh dilakukan di antaranya membakar daun, mematahkan ranting, bahkan menebang pohon.
“Saat bersih-bersih makam kami hanya menepikan daun-daun saja. Bahkan untuk pohon yang hampir roboh tak boleh dipotong,” kata Sumitro.
Setelah dari kubur, ritual dilanjutkan dengan selametan di kediaman kepala desa. Di sana para anak putu berkumpul jadi satu dengan membawa tenong sepikul berisi buah, jajanan, makanan, beserta lauk pauk. Setelah didoakan, makanan yang telah disajikan itu disantap bersama.
Penentuan 1 Syawal
©2017 Merdeka.com/Abdul Aziz Rasjid
Dalam menentukan tanggal 1 Syawal atau Hari Raya Idul Fitri, anak putu Bonokeling mempunyai perhitungan yang unik. Salah satu pemimpin spiritual Bonokeling, Bedogol Padawinata, penanggalan Jawa punya kurun waktu sendiri yaitu satu windu (8 tahunan) yang terdiri dari tahun Alif, Ha, Je, Za, Dal, Ba, Wawu, dan Jim Akhir.
Pada 1 Syawal pada tahun Je misalnya, hari raya jatuh pada Hari Selasa Pon. Setelah ritual Riyaya rampung digelar, acara dilanjutkan dengan ritual turunan yaitu membenahi pagar-pagar makam Kyai Bonokeling yang rusak.
(mdk/shr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Masyarakat Jawa masih rutin melaksanakan tradisi tersebut sebagai bentuk penyucian diri.
Baca SelengkapnyaPada hari raya Lebaran, mereka tidak melaksanakan salat Idulfitri. Pelaksanaan salat mereka ganti dengan membersihkan makam leluhur.
Baca SelengkapnyaPerbedaan hari Lebaran tidak pernah mereka permasalahkan.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Hari Raya Nyepi merupakan salah satu perayaan suci umat Hindu ditandai dengan meninggalkan segala aktivitas duniawi dalam keheningan selama sehari.
Baca SelengkapnyaDalam menyambut bulan Ramadan, setiap daerah memiliki tradisinya masing-masing yang unik dan penuh makna.
Baca SelengkapnyaDigelar Selama Depekan, Ritual ‘Seblang Olehsari’ Ramai Dipadati Pengunjung
Baca SelengkapnyaRuwahan cukup berbeda dari tradisi penyambutan Ramadan di daerah lain
Baca SelengkapnyaLebaran Ketupat dilaksanakan satu minggu setelah perayaan Idul Fitri, tepatnya pada 8 Syawal.
Baca SelengkapnyaSalah satu kesenian berasal dari Lampung Barat ini menjadi simbol suatu kehormatan dan kebesaran yang dipertunjukkan pada upacara ritual yang sakral.
Baca Selengkapnya