Melacak Jejak Danau Buatan Segarayasa di Istana Raja-Raja Jawa, Mulai dari Trowulan hingga Yogyakarta
Danau buatan itu dibangun untuk berbagai macam keperluan, mulai dari tempat rekreasi hingga latihan perang.
Danau buatan itu dibangun untuk berbagai macam keperluan, mulai dari tempat rekreasi hingga latihan perang.
Pada zaman dahulu kala, Raja-Raja Tanah Jawa punya istana yang megah. Kemegahan itu tak hanya terlihat pada bangunannya, namun juga lingkungan di sekitarnya.
Ada sebuah tradisi bagaimana para raja-raja itu membangun danau buatan di halaman istana mereka. Danau buatan itu diberi nama Segarayasa.
Bahkan seperti dilansir dari akun Facebook Sejarah Jogyakarta, tradisi Kerajaan Mataram Islam mewajibkan adanya danau buatan tersebut sebagai bagian integral istana.
Lantas seperti apa gambaran bentuk danau buatan itu di masa lampau? Bagaimana jejaknya di masa kini?
Mengutip Facebook Sejarah Jogyakarta, tradisi danau buatan diketahui sudah berkembang sejak era Majapahit. Namun pada waktu itu tempat penampungan air itu dibuat dalam bentuk kolam.
Tercatat ada 32 kolam peninggalan Majapahit yang masih dapat dilihat hingga saat ini. Kolam pertama ditemukan oleh Ir Henri Maclaine Pont pada tahun 1926. Kolam tersebut berbentuk persegi panjang dengan panjang 375 meter, lebar 125 meter, tinggi dinding 3,16 meter, dan lebar dinding 1,6 meter.
Kolam tersebut menghadap ke arah barat dengan pintu masuk berupa tangga di sisi barat. Kolam itu luasnya enam hektare dan mampu menampung air maksimal 223.125 meter kubik.
Selain itu terdapat dua kolam kecil yang saling berhimpitan di sudut timur laut bagian dinding sisi luar. Konon di tepi segaran ini dilakukan jamuan terhadap tamu-tamu dari mancanegara.
Memasuki era Mataram Islam, tradisi Segarayasa dimulai lagi dan diterapkan di Keraton Kotagede. Mengutip Facebook Sejarah Jogyakarta, saat itu raja kedua Mataram, Panembahan Anyakrawati memerintahkan dibuatnya danau dan taman di sekitar kraton. Dalam Babad Sangkala, diceritakan pada tahun 1605 ia membangun Taman Danalaya dan Segaran Sirnabumi sekaligus lumbung pertanian yang diberi nama Gading dan Panggung Krapyak.
Saat memindahkan pusat kerajaan Mataram Islam dari Kotagede ke Kerta, Sultan Agung tidak terlalu fokus membangun istana. Ia memfokuskan pembangunan pada Segarayasa. Kelak, Segarayasa di era Sultan Agung digunakan sebagai tempat berlatih pasukan Mataram.
Mengutip Facebook Sejarah Jogyakarta, Babad Momana mencatat bahwa pada tahun 1637 Sultan Agung telah memberi perintah untuk membangun bendungan di Kali Opak.
Sementara dalam Babad Sangkala dicatat bahwa pada tahun 1643 pembangunan danau tersebut tidak hanya menggunakan tenaga masyarakat keraton, namun juga menggunakan unsur tenaga prajurit.
Pembangunan danau buatan atau Segarayasa berlanjut di era Keraton Plered tepatnya pada tahun 1658. Pada saat itu pembangunan bendungan dan perluasan danau di wilayah Plered dilakukan dengan melibatkan tenaga kerja dari Mancanegara, Karawang, dan juga Cirebon.
Dalam laporan Belanda, Daghregister, tepatnya pada 7 Juli 1659, perluasan danau dilakukan oleh Amangkurat I. pada tahun 1661, Amangkurat I kembali memerintahkan pembuatan kolam yang mengelilingi istananya. Ia ingin menjadikan istana sebagai pulau di tengah danau.
Dalam laporannya tertanggal 12 September 1661, Daghregister menyebut bahwa pekerja yang terlibat mencapai 300 ribu orang yang kebanyakan berasal dari daerah pesisir dan mancanegara.
Catatan terakhir tentang Segarayasa tersebut menyebut bahwa untuk pembangunannya Kali Winongo sampai dibendung pada tahun 1666.
Pada masa Kartasura, Amangkurat II kembali membuat Danau Segarayasa. Danau buatan ini berupa bukit setinggi 20 meter dengan luas 500 meter. Orang biasa menyebutnya “Gunung Kunci”.
Kolam atau segaran di Gunung Kunci airnya berasal dari arah barat, melewati markas Kopassus Kandang Menjangan. Segaran ini berdekatan dengan Keputren di timurnya dan juga tamanan.
Nama “Gunung Kunci” kemungkinan diambil dari banyaknya tanaman kunci, yaitu salah satu nama rempah-rempah di sekitar gundukan tanah tersebut.
Saat pindah ke Keraton Surakarta, pihak keraton juga mendirikan danau buatan yang dinamakan Tamansari Bandengan. Lokasinya berada di barat Sasana Narendra atau Ndalem Nganjrah Sari. Tamansari Bandengan dibangun pada tahun 1750. Bentuknya persegi panjang dengan kolam air di tengahnya. Di tengah kolam itu berdiri bangunan kokoh yang disebut Balekambang.
Saat Pangeran Mangkubumi membangun Keraton Yogyakarta, ia juga membangun dua buah danau buatan dengan sebuah pulau dan istana di tengahnya. Bahkan kedua danau buatan itu terhubung dengan kanal yang melewati belakang keraton.
Selain itu di danau buatan itu terdapat terowongan bawah tanah dan masjid bawah tanah. Di sekitar danau juga dibuat kolam renang dan juga taman.
Mengenal suku Kalang di Yogyakarta yang berjasa bagi NKRI.
Baca SelengkapnyaPanglima TNI Laksamana Yudo Margono mengatakan latihan tersebut dalam rangka menguji kesiapsiagaan tiap Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan).
Baca SelengkapnyaKepala Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Ponorogo Wawan Burhanuddin bersyukur Ibu Sumirah mendapatkan penanganan cepat.
Baca SelengkapnyaSenin (11/12/2023), perjalanan baru bagi dua anggota BTS, RM dan V, yang resmi mendaftar sebagai prajurit aktif di pusat Pelatihan Nonsan, Chungcheong Selatan.
Baca SelengkapnyaGanjar mengajak Paguyuban Tionghoa berkolaborasi memajukan bangsa dan menjaga kerukunan.
Baca Selengkapnya30 Orang itu didenda Rp400 ribu usai menjalani sidang tindak pidana ringan (tipiring) di Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta, Rabu (6/9).
Baca SelengkapnyaDi candi itulah ditemukan Prasasti Canggal yang menceritakan masa emas pemerintahan Raja Sanjaya
Baca SelengkapnyaKeistimewaan Yogyakarta memiliki sejarah yang panjang, walau begitu peraturannya baru disahkan pada tahun 2012
Baca Selengkapnya