Dulunya Lokasi Pertempuran Polisi Melawan Belanda, Ini Kisah Kampung Lansia di Lereng Gunung Wilis
Mayoritas warga di sana bekerja sebagai petani kopi yang dibayar Rp25 ribu per setengah hari.
Mayoritas warga di sana bekerja sebagai petani kopi yang dibayar Rp25 ribu per setengah hari.
Ada sebuah desa terpencil di lereng Gunung Wilis. Letaknya tersembunyi di tengah hutan. Namanya Kampung Jeladri. Untuk menuju ke sana, pengunjung harus melewati jalanan berbatu sepanjang 7 km dan berkelok.
Selain melewati rimbunan hutan, perjalanan menuju Kampung Jeladri melewati di tengah hamparan kebun kopi. Selain kopi, warga di sana juga bertani cengkeh.
Walaupun kecil dan masih beralas batu, jalan menuju Kampung Jeladri sesungguhnya merupakan jalan bersejarah. Dulu Jenderal Soedirman melewati jalan itu saat melakukan perang gerilya melawan Belanda. Untuk memperingatinya, ada monumen nisan yang diresmikan pada tahun 2011 oleh Mayor Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.
Saat ini, Kampung Jeladri hanya dihuni empat kepala keluarga. Selain itu, hampir semua penghuni di sana merupakan warga lansia.
Dilansir dari kanal YouTube Jejak Richard, dulunya Jeladri adalah perkebunan kopi pada era sistem tanam paksa. Keberadaannya cukup penting bagi Belanda. Hasil kopi di sana kemudian diekspor Belanda tepatnya pada tahun 1840-an.
Pada saat pecah Agresi Militer II, Kampung Jeladri menjadi markas pemerintahan dan pertahanan Brimob. Waktu itu, masyarakat menyambut baik kedatangan Brimob. Mereka membantu persediaan makanan dan tempat tinggal selama masa perjuangan tersebut.
Sebagai ungkapan rasa terima kasih, Brimob mendirikan sebuah sekolah dasar bagi masyarakat setempat. Namun sayang, kini sekolah dasar itu sekarang sudah ditinggalkan karena siswanya sudah tidak ada. Sekolah tersebut terakhir kali beroperasi di tahun 2008.
Suasana Kampung Jeladri sungguh sepi. Dari empat kepala keluarga, mayoritas warga adalah petani kopi. Selain itu, kebanyakan dari mereka adalah lansia.
Pak Wiji, merupakan warga paling muda di Kampung Jeladri. Dia merupakan orang yang paling bertanggung jawab dalam menjaga seluruh warga.
“Di sini saya menemani para orang tua itu. Soalnya di sini yang muda tidak ada. Jadi kasihan kalau ada apa-apa,” kata Pak Wiji dikutip dari kanal YouTube Jejak Richard.
Seperti diketahui, para lansia yang masih bertahan di kampung sepi itu merupakan pekerja perkebunan kopi kandangan.
Di sana mereka digaji Rp25 ribu per tengah hari. Selain itu mereka juga mendapat fasilitas berupa rumah tinggal gratis.
“Di sini kerjanya setengah hari. Tapi kami juga punya sampingan seperti memelihara kambing orang lain. Nanti bagi hasil,” kata Pak Wiji.
Polisi masih menyelidiki dugaan tindak pidana penganiayaan yang dialami pengemudi ojol tersebut.
Baca SelengkapnyaLokasi itu selama ini tempat warga mabuk-mabukan. Kondisi itu membuat masyarakat setempat menjadi tidak nyaman.
Baca SelengkapnyaTak punya karena kecopetan di kapal, perantau asal Magelang nekat jalan kaki dari Surabaya. Kisahnya diketahui oleh Aipda Purnomo saat berpapasan di jalan.
Baca SelengkapnyaLarangan berkendara sambil merokok diatur dalam undang-undang.
Baca SelengkapnyaUntuk isu yang beredar luas di lokasi terkait adanya bayi meninggal saat bentrokan terjadi, Nugroho memastikan bahwa kabar tersebut tidak benar.
Baca SelengkapnyaDari penggerebakan di kampung narkoba tersebut, ditambahkan Dodi, angka peredaran narkoba sudah menurun.
Baca SelengkapnyaTim gabungan mendatangi rumah pelaku di Jalan Beringin Raya, Lorong Kayu Ara, Kecamatan Ilir Timur III Palembang
Baca SelengkapnyaKekeringan melanda dua distrik yakni Lambewi dan Agandugume.
Baca SelengkapnyaEmpat orang ditangkap usai tim Opsnal Reskrim Polsek Tangerang melakukan pemeriksaan lokasi dan serangkaian penyelidikan.
Baca Selengkapnya