Demo George Floyd, Daftar Panjang Kekerasan Polisi Terhadap Warga Kulit Hitam di AS

Merdeka.com - Unjuk rasa atas pembunuhan George Floyd oleh seorang polisi kulit putih telah menyebar dari Minneapolis ke seluruh Amerika Serikat (AS), mengungkapkan kemarahan terpendam atas rasisme institusional di negara tersebut.
Di satu sisi, ini bukan sesuatu yang baru. Sepanjang sejarah Amerika, orang kulit hitam menjadi sasaran kekerasan di tangan negara, atau agen negara, atau anggota mayoritas kulit putih. Demonstrasi massa melawan kekerasan negara juga telah menjadi perlengkapan politik AS, dari gerakan hak-hak sipil hingga Ferguson, Missouri, hingga saat ini. Aksi dari Minneapolis, Atlanta, dan Brooklyn hanyalah babak terakhir dalam kisah tersebut.
Sejumlah aksi unjuk rasa berujung kerusuhan dan penjarahan. Tindakan ini kemudian menjadi pertanyaan para pemimpin politik apakah para pengunjuk rasa menyalurkan kemarahannya dengan tepat. Kekerasan ini kemudian yang lebih banyak disorot sehingga masalah struktural yang disuarakan para demonstran menjadi redup.
Bahkan Presiden AS Donald Trump menyebut pengunjuk rasa yang muncul di luar Gedung Putih pada Jumat malam tidak ada hubungannya dengan George Floyd.
Trump juga menuding mereka sebagai massa bayaran. Tapi itu keliru. Mereka berunjuk rasa atas kematian George Floyd.
"Negara memonopoli kekerasan yang sah, dan seringkali diarahkan pada orang muda kulit hitam seperti George Floyd, Breonna Taylor, Eric Garner, Michael Brown, Tamir Rice - daftarnya berlanjut.
Ketika mereka meninggal, petugas polisi yang bertanggung jawab terlalu sering tidak menghadapi konsekuensi karena mereka dilindungi oleh hukum," tulis Dylan Scott di laman Vox, dilansir Selasa (2/6).
"Rasisme sistemik yang menyebabkan begitu banyak nyawa orang kulit hitam melayang menjadi nomor dua. Tetapi seharusnya tidak begitu, karena itulah masalah nyata yang harus dihadapi Amerika. Kalau tidak, cepat atau lambat, ini semua akan terjadi lagi."
Prasangka Rasial Peradilan Pidana AS
Sistem peradilan pidana Amerika bias terhadap orang kulit hitam Amerika, dan orang kulit hitam jauh lebih mungkin menjadi sasaran kekerasan yang direstui negara dibandingkan dengan orang kulit putih Amerika.
Para peneliti dari Universitas Rutgers, Universitas Michigan, dan Universitas Washington di St. Louis mencoba mengukur risiko warga kulit hitam dari penegakan hukum dalam sebuah studi baru-baru ini. Temuan mereka mencengangkan: laki-laki kulit hitam, yang merupakan kelompok paling berisiko, menghadapi kemungkinan 1 dari 1.000 kemungkinan terbunuh oleh polisi selama hidup mereka.
Tapi itu hanya bentuk diskriminasi paling ekstrem. Baik besar maupun kecil, sistem peradilan pidana bias terhadap warga kulit hitam. Radley Balko menjalankan banyak penelitian yang relevan dalam kolom 2018 di Washington Post. Berikut ini hanya beberapa temuan dalam studi yang dikutipnya:
Orang kulit hitam sekitar dua kali lipat kemungkinannya dari orang kulit putih ditilang oleh penegak hukum
Pengemudi berkulit hitam dan Latino jauh lebih mungkin untuk digeledah begitu mereka ditilang polisi
Pembunuhan orang kulit putih lebih mungkin diselesaikan daripada pembunuhan orang kulit hitam
Orang kulit putih merupakan kurang dari separuh korban pembunuhan di Amerika, namun 80 persen dari para terpidana yang dihukum mati membunuh seorang kulit putih.
Orang Amerika berkulit hitam jauh lebih mungkin ditangkap dan didakwa atas kejahatan terkait narkoba, meskipun tidak ada perbedaan yang signifikan dalam seberapa besar populasi tersebut menggunakan narkotika.
Calon hakim yang berkulit hitam jauh lebih mungkin diberhentikan oleh jaksa daripada calon hakim kulit putih
Bahkan ketika pria kulit hitam dan pria kulit putih dihukum karena kejahatan yang sama, pria kulit hitam bisa menghadap8 hukuman penjara 20 persen lebih lama
"Daftar ini bisa lebih panjang. Tapi itu intinya," tulisnya.
Diskriminasi rasial merasuk ke dalam peradilan pidana Amerika, bermanifestasi dalam setiap langkah mulai dari penangkapan hingga persidangan sampai hukuman dan penahanan.
"Pembunuhan George Floyd, sayangnya, hanyalah contoh ekstrem tentang bagaimana negara menggunakan kekuasaannya atas orang Amerika kulit hitam. Orang-orang yang berunjuk rasa atas kematiannya ingin perubahan."
Prasangka Terhadap Warga Kulit Hitam
Bukan hanya institusi Amerika yang rasis. Beberapa orang kulit putih juga demikian, seperti dalam aksi main hakim sendiri terhadap Ahmaud Arbery di Georgia yang menyebabkan Arbery meninggal dunia.
Orang kulit hitam berhadapan sepanjang waktu dengan kecurigaan yang menyebabkan kematian Arbery: 65 persen orang kulit hitam mengatakan dalam jajak pendapat Pew baru-baru ini bahwa seseorang mencurigai mereka karena ras mereka. Hanya 25 persen orang kulit putih Amerika mengatakan hal yang sama.
Angka-angka itu menunjukkan tingkat prasangka yang mendalam. Sulit untuk mengukur sikap rasis, karena banyak orang biasanya tidak mau mengakuinya. Tetapi survei Pew Research Center 2017 memaparkan: 54 persen orang kulit putih Amerika mengatakan orang kulit hitam yang tidak bisa maju sebagian besar bertanggung jawab atas kondisi mereka sendiri, sementara hanya 35 persen menyalahkan diskriminasi ras.
Di antara orang kulit hitam Amerika, jumlahnya terbalik: 59 persen mengutip diskriminasi rasial, sementara 31 persen mengatakan orang bertanggung jawab atas masalah mereka sendiri.
"Jika Anda ingin memahami pandangan dunia yang berbeda dari para pengunjuk rasa dan orang-orang yang mengkritik demonstrasi karena kehilangan kendali, data itu adalah tempat yang baik untuk memulai," jelasnya.
Unjuk Rasa Menentang Kekerasan Polisi
Di antara penelitian lain dalam ringkasan Balko tentang penelitian rasisme dalam peradilan pidana AS menemukan, orang kulit hitam Amerika cenderung memiliki keluhan terhadap petugas penegak hukum dibandingkan dengan orang kulit putih. Hal ini terutama berlaku untuk keluhan atas penggunaan kekuatan berlebihan.
"Dan ada rekam jejak panjang yang menunjukkan betapa jarangnya petugas polisi ditangkap, apalagi dihukum, ketika mereka membunuh seseorang saat bertugas," tulisnya.
"Pada 2014, di tengah kehebohan tentang pembunuhan Michael Brown di Ferguson, saya melaporkan untuk Talking Points Memo pada penelitian baru yang menganalisis pembunuhan yang dilakukan oleh penegak hukum. Para penulis menemukan bahwa dari tahun 2006 hingga 2011, 41 petugas polisi ditangkap karena pembunuhan atau pembunuhan tak disengaja dalam menjalankan tugas - sementara, pada periode yang sama, lebih dari 2.700 kasus pembunuhan yang “dapat dibenarkan” dilakukan oleh petugas polisi."
Jadi, disimpulkan bahwa penegak hukum AS hampir selalu dibenarkan dalam penggunaan kekuatan yang paling ekstrem, atau ada hambatan sistemik untuk meminta pertanggungjawaban petugas polisi ketika mereka membunuh salah satu dari warga.
"Ini adalah tradisi yang telah berlangsung bertahun-tahun dan mencapai puncaknya selama era hak-hak sipil. Aksi kekerasan polisi yang ditunjukkan melalui video ponsel dan media sosial telah mendorong era baru aksi sipil, dimulai dengan protes Ferguson dan berlanjut hingga hari ini."
Sebagian besar unjuk rasa berlangsung tanpa kekerasan. Para demonstran bergerak berdasarkan filosofi yang dipelopori oleh Mahatma Gandhi dan diadopsi oleh Martin Luther King Jr di AS. Namun, sulit untuk mempertahankan aksi non-kekerasan dalam kelompok besar, dan itu tidak selalu mengejutkan bahwa demonstrasi besar telah mengakibatkan beberapa aktor jahat mendapatkan perhatian.
"Tetapi sebelum para politikus memanfaatkan insiden-insiden itu sebagai perwakilan dari seluruh gerakan melawan kekerasan polisi, perlu dicatat bahwa cerita lengkapnya belum diketahui. Pejabat Minnesota menekankan pada Sabtu bahwa mereka percaya banyak pengunjuk rasa yang tertangkap kamera wartawan, yang mengarah ke komentar seperti yang dibuat oleh presiden, sebenarnya bukan penduduk setempat," tulis Scott.
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

10 Tempat dengan Angka Kriminalitas Tertinggi di Amerika, Hati-Hati Jika Liburan ke Sana
Beberapa bagian Amerika Serikat yang terkenal dengan kriminalitasnya, seperti, pencurian, perampokan, penganiayaan berat, dan seksual.
Baca Selengkapnya
26 Februari Peringati Black Lives Matter Day, Begini Sejarahnya
Black Lives Matter adalah nyanyian yang menentang diskriminasi rasial dan kekerasan terhadap orang kulit hitam.
Baca Selengkapnya
Merantau hingga Luar Negeri, Dua Pria Berdarah Batak Ini Jadi Polisi di Amerika Serikat
Bukan hanya warga negara asli saja, ternyata anggota kepolisian di Amerika Serikat bisa berasal dari warga negara lainnya.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.

Sikap Hakim Pengadilan Amerika ke Veteran Perang Dunia 2 Berusia 100 Tahun ini Jadi Sorotan, Putusan ke Kasus Tak Terduga
Seorang veteran perang dunia II di Amerika Serikat, terilbat pelanggaran lalu lintas.
Baca Selengkapnya
Panglima TNI Ditelepon Pimpinan Militer Amerika Serikat, Bahas Apa?
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menerima panggilan telepon dari Ketua Gabungan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Amerika Serikat Jenderal Charles Q. Brown.
Baca Selengkapnya
Luar Biasa Kuat, Prajurit TNI ini Bikin Keok Petarung asal Amerika, Momennya Mendebarkan
Berikut prajurit TNI yang bikin keok petarung asal Amerika Serikat.
Baca Selengkapnya
Anak-Anak Gaza Main Perosotan di Kawah Bekas Bom Israel
Anak-Anak Gaza Main Perosotan di Kawah Bekas Bom Israel
Baca Selengkapnya
Tiga Orang Jadi Tersangka Usai Ketahuan Gelar Nobar Ilegal di Bali, Salah Satunya Warga Negara Asing
Penetapan tersangka setelah kelompok kerja penindakan DJKI Kemenkum HAM bersama dengan Korwas dan pihak ahli hak cipta melakukan gelar perkara.
Baca Selengkapnya
4 Maret 1797: Pemerintahan George Washington Presiden Pertama Amerika Serikat Resmi Berakhir Usai 8 Tahun Menjabat
George Washington adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah Amerika Serikat.
Baca Selengkapnya
Demo Asosiasi Kepala Desa di DPR Hari Ini, 2.730 Personel Kepolisian Dikerahkan
anggota gabungan akan ditempatkan di titik yang telah ditentukan guna mengantisipasi adanya aksi yang anarkis
Baca Selengkapnya