Neraca perdagangan RI masih defisit, ini kata Menkeu Sri Mulyani
Merdeka.com - Menteri Keuangan, Sri Mulyani angkat bicara terkait neraca perdagangan RI yang kembali mengalami defisit sepanjang Agustus 2018. Sri Mulyani berjanji akan terus memantau kondisi defisit neraca perdagangan dan defisit lainnya yang dialami oleh Indonesia saat ini.
"Seperti saya sampaikan kita akan terus memonitor perkembangan terkait neraca pembayaran terutama CAD (derisit transaksi berjalan)," kata Menkeu Sri Mulyani saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (17/9).
Menurut Sri Mulyani, dari sektor non-migas sebenarnya neraca perdagangan RI sudah mengalami surplus, di mana impornya juga sudah mengalami penurunan. Meski jika dilihat secara tahunan angkanya masih cukup tinggi
"Dari sisi non-migas, sudah mengalami surplus impor menurun signifikan kalau dari month to month negatif. tapi year on year masih cukup tinggi," ujarnya.
Impor non-migas Agustus 2018 mencapai USD 13,79 miliar atau turun 11,79 persen dibanding Juli 2018. Namun, angka tersebut meningkat 19,97 persen dibanding Agustus 2017.
Sementara itu, impor sektor migas masih cukup tinggi dan membuat defisit neraca perdagangan masih tetap membengkak pada Agustus 2018 meski ada penurunan dibanding Juli 2018.
"Untuk migas masih cukup tinggi sehingga kita mengalami defisit. Oleh karena itu, untuk pelaksanaan B20 dan kenaikan impor migas terutama pada bulan sebelum dilaksanakan B20 kita akan lihat apakah itu tren atau anomali sehingga kita akan lihat. Tapi tadi berdasarkan pembahasan dengan para menteri, pertamina, BUMN, ESDM, menko perekonomian dan BI, kita akan terus mencoba menjaga dan melihat perkembangannya ke depan."
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat defisit neraca perdagangan pada Agustus 2018 sebesar USD 1,02 miliar.
Kepala BPS, Suharyanto mengatakan meski masih mengalami defisit namun angkanya mengalami penurunan dibanding Juli 2018.
"Jauh lebih kecil dibanding bulan lalu USD 2 miliar, sekarang hanya USD 1 miliar separuhnya. Tentunya kita berharap gak mengalami defisit tetapi kembali mengalami surplus," kata Suharyanto di kantornya, Senin (17/9).
Dia mengungkapkan, ekspor sebetulnya sudah mengalami pertumbuhan. Namun sayangnya laju impor masih lebih deras. "Ekspor masih tumbuh tapi impornya tumbuh jauh lebih tinggi," ujarnya.
Selain itu, defisit juga diakibatkan oleh membengkaknya impor sektor migas. Padahal, sektor non migas sudah mengalami surplus. "Penyebab defisit itu terjadi karena adnaya defisit di migas sebesar USD 1,6 juta tetapi di non migas sebetulnya surplus."
Non migas surplus USD 639 juta. Namun angka tersebut tidak dapat menambal defisit yang terjadi di migas. "Surplus non migas USD 639 juta tetapi karena ada defisit di migas USD 1,6 juta sehingga kita mengalami defisit USD 1,02 miliar."
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kinerja perdagangan Indonesia terus mencatatkan surplus hingga ke-47 kali berturut-turut sejak Mei 2020 lalu.
Baca SelengkapnyaDengan capaian ini, untuk keseimbangan primer mengalami surplus mencapai Rp122,1 triliun.
Baca SelengkapnyaProyeksi pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen itu didorong oleh penyelenggaraan pemilu secara serentak 2024.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai menuju target tersebut bukan perkara gampang.
Baca SelengkapnyaMenyikapai Rupiah terus melemah, Kementerian Keuangan terus memperkuat koordinasi bersama Komite Stabilitas Sistem Keuangan.
Baca Selengkapnya"Dibandingkan tahun lalu ini penurunan (penarikan utang) sangat tajam," terang Sri Mulyani.
Baca SelengkapnyaBegini untung rugi Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat.
Baca SelengkapnyaPosisi Sri Mulyani di kancah internasional itu juga turut berdampak positif terhadap reputasi perekonomian Indonesia.
Baca SelengkapnyaNamun demikian, pendapatan negara mengalami kontraksi sebesar 5, 4 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Baca Selengkapnya