Ini penyebab Rupiah masih betah di level Rp 14.000 per USD
Merdeka.com - Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) bergerak melemah pada perdagangan pagi ini, Jumat (22/6). Rupiah dibuka di level Rp 14.095 atau menguat tipis dibanding penutupan perdagangan kemarin di Rp 14.102 per USD.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menyebut, pelemahan mata uang Garuda ini terjadi akibat penyesuaian usai libur panjang. Selain itu, gejolak ekonomi dunia juga tengah berlangsung pasca Bank Sentral AS menaikkan suku bunga The Fed.
"Kalau kita lihat perkembangan nilai tukar kemarin itu karena memang suatu penyesuaian. Karena libur yang cukup panjang, selama libur terjadi kenaikan tekanan global, hampir semua mata uang mengalami pelemahan, jadi gak usah kaget," ungkap Perry di Kantornya, Jakarta, Jumat (22/6).
Untuk itu, Perry memastikan akan melakukan langkah stabilitas terhadap mata uang Garuda Indonesia tersebut dengan mengintervensi pasar baik valuta asing (valas) maupun Surat Berharga Negara (SBN).
"Tapi kita terus komitmen melakukan langkah stabilisasi dan BI selalu akan berada di pasar dan selalu berkomitmen menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Dan Alhamdulillah pelemahan nilai tukar bila dilihat year to date tidak seburuk negara lain," ujarnya
Kebijakan moneter dan makroprudensial pun turut menjadi cara BI dalam menstabilkan kondisi rupiah. "Kami memperkirakan ke depan dengan langkah kebijakan BI dengan kenaikan suku bunga dan relaksasi makroprudensial untuk membangun sektor perumahan," imbuh Perry.
Selain menjaga rupiah, Perry juga optimis perekonomian akan tumbuh sehingga mendorong kepercayaan masuknya investor asing maupun domestik untuk menanamkan dananya di dalam negeri.
"Stabilitas akan tetap terjaga dan pertumbuhan tetap akan naik dan itu akan memberikan konfiden terhadap investor dalam dan luar negeri. Bagi luar negeri kami meyakini dengan langkah moneter akan membuat aset di pasar keuangan itu menarik bagi investor lain khusunya untuk berinvestasi di Indonesia," pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI, Nanang Hendarsah mengatakan, nilai tukar rupiah mengalami overshoot atau keluar dari nilai fundamentalnya. Hal ini akibat risiko global yakni kenaikan Fed Fund Rate (FFR) yang diperkirakan akan sebanyak dua kali lagi pada tahun ini.
"Overshoot itu sebetulnya kemarin. Hari ini udah normal kan istilahnya udh menyesuaikan dengan kondisi globalnya " tandasnya.
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Gubernur BI Beberkan Penyebab Menguatnya Nilai Tukar Dolar AS, Buat Rupiah Tak Berdaya
Hal itu tercermin pada yield US Treasury yang meningkat sejalan dengan premi risiko jangka panjang dan inflasi yang masih di atas prakiraan pasar.
Baca SelengkapnyaBank Indonesia Kembali Tahan Suku Bunga Acuan, Ternyata Ini Alasannya
Perry mengatakan, keputusan mempertahankan suku bunga acuan ini untuk penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah dari dampak tingginya ketidakpastian global.
Baca SelengkapnyaRupiah Lebih Perkasa dari Ringgit Malaysia dan Baht Thailand, Ini Buktinya
Gubernur BI, Perry Warjiyo mengakui nilai tukar Rupiah masih tertekan oleh dolar AS.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Naik Lagi, Utang Luar Negeri Indonesia Kini Tembus Rp6.231 Triliun
Posisi ULN pada November 2023 juga dipengaruhi oleh faktor pelemahan mata uang dolar AS terhadap mayoritas mata uang global.
Baca SelengkapnyaSri Mulyani Dapat Bisikian soal The Fed Bakal Turunkan Suku Bunga Acuan
Saat ini, The Fed selalu Bank Sentral Amerika Serikat (AS) masih melakukan kajian terkait potensi penurunan tingkat suku bunga.
Baca SelengkapnyaBank Indonesia Putuskan Tahan Suku Bunga Acuan di Level 6 Persen
kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Baca SelengkapnyaTak Dapat Uang Baru dan Masyarakat Setrika Uang Lama, Bank Indonesia Beri Respons Begini
Mencuci dan menyetrika akan mempercepat kerusakan uang.
Baca SelengkapnyaUtang Luar Negeri Indonesia Tembus Rp6.231 Triliun, Digunakan untuk Apa Saja?
Utang luar negeri pemerintah pada November 2023 sebesar USD 192,6 miliar atau tumbuh 6 persen (yoy), meningkat dari pertumbuhan bulan sebelumnya tiga persen.
Baca SelengkapnyaMengungkap Alasan Bank Indonesia Kembali Tahan Suku Bunga Acuan di Februari 2024
Keputusan mempertahankan suku bunga acuan ini sejalan dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability untuk penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah.
Baca Selengkapnya