Indonesia tidak bisa anti impor pangan
Merdeka.com - Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menjelaskan, pola pikir dan pandangan anti impor pangan sudah tidak relevan di zaman sekarang. Masalahnya, tanpa kita mau, perkembangan dagang internasional bisa mempengaruhi Tanah Air.
Dia mencontohkan kejadian pada 2012 saat China mengimpor 65 juta ton gandum dari luar negeri. Tidak ada kapal mau mengirim pasokan pangan impor ke Indonesia. Itu langsung menyebabkan harga kebutuhan pokok melonjak.
"Rasanya memang dunia ini semakin tidak berbatas benar. Saat itu tidak ada pengusaha kapal mau ke Tanjung Priok," ujarnya di "Refleksi 12 Tahun Ketahanan Pangan Indonesia" di Kantor Pusat Bulog, Jakarta, Kamis (2/10).
Kini Indonesia harus mewaspadai perang dagang antara Rusia-Amerika Serikat untuk komoditas gandum. Itu dipicu sanksi ekonomi setelah penembakan pesawat komersial di Crimea, Ukraina. Rusia kini pilih mengimpor gandum dari Amerika Latin.
Ini bisa merugikan Indonesia yang untuk memenuhi pasokan bahan baku mi instan itu sepenuhnya mengandalkan Amerika Latin, selain dari Australia. "Rusia itu besar sekali lho permintaannya. Kalaupun dapat, harganya pasti mahal,” kata Bayu.
Alhasil, tantangan ke depan, pemerintah harus lihai memanfaatkan setiap peluang untuk menjaga stabilitas harga di tingkat petani maupun konsumen. Impor atau tidak bukan masalah.
"Itu tantangannya ke depan. Bukan lagi soal jumlah produksi dalam negeri. Ketahanan pangan di masa depan itu sangat tergantung tingkat kebutuhan dan kualitas yang diharapkan konsumen."
Presiden Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk Fransiskus Welirang sepakat dengan argumen Bayu. Pengusaha makanan jadi sudah punya studi, intinya 15 tahun mendatang peranan pasokan dalam negeri akan semakin terbatas.
Dari studi di negara-negara Asia, termasuk China, India, dan Indonesia sudah nampak pergeseran kebutuhan pangan dari karbohidrat menjadi protein.
"Apa yang terjadi di global, akan berdampak pada kita. Saya melihat tidak bisa lagi kita merencanakan pertumbuhan pertanian yang normatif," kata Welirang.
Peneliti Ketahanan Pangan PSEKP Kementerian Pertanian Achmad Suryana menjelaskan, ketahanan pangan di masa kini tidak perlu diterjemahkan secara kaku bahwa pasokan harus datang dari dalam negeri. Bila dampaknya malah muncul dari harga jual tinggi yang dinikmati konsumen, malah merugikan.
"Saya pikir, selama pemerintah mengimpor tanpa ada kepentingan tertentu itu tidak apa-apa. Inti dari ketahanan itu adalah impor bukan karena ada sebab selain kemauan kita," kata Achmad.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pemerintah berencana melakukan pembatasan barang impor.
Baca SelengkapnyaMeski memilih menjadi negara netral, Indonesia dihadapkan pada sejumlah ancaman dan tantangan yang perlu diantisipasi dengan bijak.
Baca SelengkapnyaUpaya Bulog untuk mendatangkan impor beras kali ini akan jauh lebih mudah dibandingkan tahun sebelumnya.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Aksi yang melibatkan beberapa unsur masyarakat itu merupakan langkah nyata untuk menuju Indonesia Maju.
Baca SelengkapnyaPemerintah menyiapkan bantuan pangan beras hingga Juni 2024, masing-masing 10 Kg per keluarga, per bulan.
Baca SelengkapnyaMendoakan Indonesia agar mampu mengatasi berbagai kesulitan yang dihadapi rakyatnya.
Baca SelengkapnyaTurunnya impor non migas karena penurunan mesin peralatan mekanis dan bagiannya, plastik dan barang dari plastik serta kendaraan dan bagiannya.
Baca SelengkapnyaMentan menyebut ketersediaan pangan saat ini dalam kondisi yang aman.
Baca SelengkapnyaAturan turunan ekspor pasir laut masih digodok karena melibatkan banyaknya tim kajian.
Baca Selengkapnya