Imbas Pandemi, Perempuan Tercatat Paling Banyak Jadi Korban PHK
Merdeka.com - Saat ekonomi perlahan mengalami penyesuaian selama pandemi, laporan terbaru menunjukkan bahwa masih banyak perempuan yang terkena dampak krisis. Menurut data dari Pusat Hukum Wanita Nasional (NWLC), antara Agustus hingga September, hampir 1,1 juta pekerja usia 20 tahun ke atas keluar dari angkatan kerja. Dari jumlah total tersebut, 865.000 di antaranya adalah perempuan.
Hal ini menyatakan bahwa angka perempuan yang terpaksa di-PHK lebih tinggi 4 kali lipat ketimbang jumlah laki-lakinya, yaitu 216.000 orang pekerja. "Ini merupakan salah satu dampak yang fatal dalam rangka penanganan virus COVID-19," kata Wakil Presiden bidang Pendidikan dan Keadilan di NWLC, Emily Martin, seperti dilansir dari CNBC Make-It.
"Ketika keluarga di seluruh negeri berjuang dan mencari cara untuk tetap bertahan pada pekerjaannya sambil tetap memastikan anak-anak mereka tetap terawat dan aman, perempuanlah yang malah didorong dari pekerjaan," tambahnya.
Sementara itu, wanita kulit hitam masih mengalami tingkat pengangguran tertinggi. Di mana hal ini menunjukkan bahwa COVID-19 semakin memperdalam ketidakadilan dalam perekonomian AS.
Data dari NWLC memaparkan bahwa perempuan kulit hitam dan latin mengalami tingkat pengangguran sebanyak dua digit pada bulan September, masing-masing sebesar 11,1 persen dan 11 persen, dibandingkan tingkat pengangguran kulit putih sebanyak 6,9 persen.
PHK Dialami Perempuan Tertinggi dalam 6 Tahun Terakhir
Chief Operating Officer Facebook dan pendiri Lean In, Sherly Sandberg, setuju bahwa krisis pengasuhan yang sedang berlangsung di Amerika berkaitan erat dengan tingginya jumlah wanita yang meninggalkan dunia kerja. Faktanya, dalam laporan tahunan "Women in the Workplace" di Lean In dan McKinsey & Company, yang dirilis awal pekan ini, para peneliti menemukan bahwa untuk pertama kalinya dalam enam tahun laporan tersebut dirilis, perempuan meninggalkan angkatan kerja dengan tingkat yang lebih tinggi daripada pria.
Data dari McKinsey & Company dan Lean In menyatakan bahwa ibu tiga kali lebih mungkin bertanggung jawab atas sebagian besar pekerjaan rumah dan perawatan anak selama Covid-19 dibandingkan ayah. Para ibu juga dua kali lebih khawatir bahwa kinerja mereka dinilai negatif karena tanggung jawab pengasuhan mereka selama pandemi. Akibatnya, banyak ibu yang bekerja merasa jenuh dengan tuntutan pekerjaan dan rumah yang begitu besar.
Sherly menjelaskan kepada CNBC Make It bahwa seorang ibu sudah mengambil peran ganda, bahkan sebelum pandemi. Hal ini berarti bahwa banyak ibu yang bekerja akan menyelesaikan hari kerja dan kemudian pulang untuk melakukan lebih banyak pekerjaan rumah dan perawatan anak.
"Anda tahu, para ibu menghabiskan 20 jam lebih banyak dalam seminggu untuk pekerjaan rumah dan perawatan anak selama virus korona daripada ayah. Dua puluh jam lebih dalam seminggu adalah setengah dari pekerjaan penuh waktu," jelas Sherly.
Data dari NWLC juga menunjukkan bahwa industri yang paling banyak mengalami kehilangan pekerjaan saat ini adalah industri di mana banyak mempekerjakan perempuan. Hal ini terjadi pada bulan lalu di mana ekonomi kehilangan 182.000 pekerjaan bersih negara bagian dan lokal. Meskipun tidak ada rincian gender dari kehilangan pekerjaan ini, data dari NWLC menunjukkan bahwa 60 persen pegawai pemerintah negara bagian dan lokal adalah perempuan.
Kebijakan yang penting dan bisa diambil saat ini adalah untuk memastikan setiap sektor pekerja publik tersebut dapat terus bekerja dan memberikan layanan yang memungkinkan semua warga menjadi sehat, memungkinkan anak-anak untuk bersekolah serta memberikan dukungan bagi orang tua untuk terus melanjutkan pekerjaannya.
Reporter Magang: Theniarti Ailin
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Per Februari 2024 terdapat 214 juta penduduk Indonesia yang berada di usia kerja.
Baca SelengkapnyaMotif pelaku menghabisi keponakannya karena tergiur mencuri perhiasan emas yang dikenakan korban.
Baca SelengkapnyaKarnita meminta warga untuk menjaga jarak aman dan agar tidak berbuat macam-macam yang bisa mengancam keselamatan.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Ini mempertimbangkan kerugian dan dampak negatif yang dialami korban dan tidak jarang bersifat permanen.
Baca SelengkapnyaKampanye ini bertujuan meningkatkan kesadaran dan memobilisasi upaya mengakhiri kekerasan terhadap perempuan.
Baca SelengkapnyaSeorang wanita muda berinisial MJS (19) menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Dia dijadikan pekerja seks komersial (PSK) di Jakarta Utara.
Baca SelengkapnyaKehilangan orang terkasih merupakan kondisi berat yang tak mudah untuk dilalui.
Baca SelengkapnyaTahun 2024 pemerintah membuka lowongan kerja sebanyak 1,3 juta formasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Baca SelengkapnyaKorban RN ternyata menjalin hubungan dengan AT selama tiga tahun.
Baca Selengkapnya