DPR Terima Saran RUU Cipta Kerja Pembahasan Klaster Ketenagakerjaan dari Buruh
Merdeka.com - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengaku sudah menerima kunjungan serikat buruh atau serikat pekerja terkait RUU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Adapun dalam pertemuan itu, terdapat dua hal yang disepakati antara kedua belah pihak.
"Pertama yakni, DPR RI menerima berkas Notulensi Pembahasan RUU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan hasil pembahasan Tim Teknis Tripartit. Dan kedua, fraksi-fraksi di DPR bersedia membuka ruang untuk menerima masukan dan saran dari seluruh serikat pekerja/serikat buruh terkait RUU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan," kata Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Willy Aditya, di Jakarta, Jumat (21/8).
Politisi Partai NasDem itu juga menjelaskan, DPR RI membuka diri seluas-luasnya untuk berdialog dan menerima masukan dari seluruh elemen buruh tanpa membeda-bedakan dari aliansi manapun selama itu memberi masukan terkait RUU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan. Tak hanya itu, pembahasan RUU Cipta Kerja di DPR RI pun selalu disiarkan langsung melalui media DPR, baik itu TV Parlemen maupun media sosial DPR RI.
"Tidak ada yang kami tutup-tutupi dari pembahasan RUU Cipta Kerja ini, setiap rapat Panitia Kerja, selalu terbuka untuk umum. Bisa ditonton di media TV Parlemen dan seluruh kanal-kanal media sosial DPR," tutur politisi dapil Jawa Timur XI itu.
Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI kembali menggelar rapat lanjutan Panja Rancangan Undang-Undang tentang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) dengan pemerintah guna melakukan pembahasan Daftar Inventaris Masalah (DIM) tentang Cipta Kerja. Rapat yang dipimpin Ketua Baleg DPR RI, Supratman Andi Agtas itu khusus membahas materi Bab III Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25.
Dalam kesempatan tersebut, Supratman sempat mempertanyakan tentang urgensi mengatur tentang hak orang untuk mengajukan gugatan atau tidak. "Sepanjang itu keputusan pejabat Tata Usaha Negara (TUN), maka otomatis menjadi objek gugatan. Jadi apa gunanya kita atur di dalam TUN sudah ada hukum acaranya," ucap Supratman saat pembahasan DIM RUU Cipta Kerja di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/8).
Pembahasan Selanjutnya
Dia menyarankan agar ketentuan tersebut dihapus. Menanggapi saran tersebut seluruh Anggota Baleg dan perwakilan dari pemerintah yang hadir dalam rapat itu menyetujuinya. "Dim Pasal 23 sudah selesai dibahas dan akan dilakukan penyesuaian kembali Bersama dengan pemerintah, dan akan kita bicarakan kembali dalam Tim Musyawarah (Timus)," ujarnya.
Selanjutnya pembahasan dilanjutkan ke Pasal 24 yakni terkait dengan Persetujuan Bangunan Gedung. Politisi Partai Gerindra ini menegaskan, konsepsi dari perizinan dasar adalah kesesuaian pemanfaatan ruang, persetujuan lingkungan, dan persetujuan bangunan Gedung.
"Kita berharap pemerintah bisa menjelaskan secara lebih awal tentang persetujuan bangunan Gedung. Karena kita perlu mendapatkan gambaran secara komprehensif dari pemerintah, apa perubahan paradigma dari Izin Mendirikan Bangunan (IMB) kemudian sekarang menjadi Persetujuan Bangunan Gedung," tuturnya.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
DPR RI dan pemerintah menyepakati Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) dibawa ke Rapat Paripurna untuk disahkan.
Baca SelengkapnyaDPR mengesahkan RUU tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ) menjadi UU dalam rapat paripurna ke-14.
Baca SelengkapnyaRapat tersebut DPR direncanakan pada tanggal 13 Maret 2024.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
74 tahun berlalu, ini kisah Peristiwa Situjuah yang renggut banyak pejuang Pemerintah Darurat RI.
Baca SelengkapnyaTerdapat tujuh poin dibahas dan disepakati DPR terkait RUU Daerah Khusus Jakarta (DKJ).
Baca SelengkapnyaPenyusunan ini sebelumnya dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
Baca SelengkapnyaJokowi menegaskan pemerintah telah mendesak agar RUU tersebut segera diketok di DPR
Baca SelengkapnyaPara perajin tembaga dan warga sekitar sangat antusias menyambut kedatangan Ketua DPR RI itu.
Baca SelengkapnyaKetua Baleg DPR RI, Supratman Andi Agtas menjelaskan pemenang Pilkada tak perlu memperoleh suara 50+1 seperti pada aturan Pilpres.
Baca Selengkapnya