Serikat Pekerja BUMN: pemerintah langgar komitmen telekomunikasi
Merdeka.com - Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis, Wisnu Adhi Wuryanto menyesalkan pernyataan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara yang terkesan mengabaikan komitemennya saat rapat dengar pendapat bersama DPR RI bulan lalu. Dia mengatakan, saat itu Menkominfo dan DPR berkomitmen tidak akan mengetok palu terkait revisi Peraturan Pemerintah (PP) nomor 52 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan PP nomor 53 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit.
"Namun sepertinya melupakan komitmen dengan Komisi I DPR yang disepakati pada Rapat Dengar Pendapat 24 Agustus 2016 yang lalu," terangnya.
Wisnu berujar, Rapat Dengar Pendapat tanggal 24 Agustus 2016 di Komisi I DPR dengan Menteri Kominfo Rudiantara ada empat kesimpulan, pada kesimpulan ke-4 terkait dengan rencana revisi PP 52 dan PP 53 dinyatakan bahwa; "Komisi I DPR RI akan mengadakan rapat dengan Menkominfo dan Kementerian terkait lainnya, perihal perkembangan Revisi PP Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan PP Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum frekwensi radio dan orbit satelit".
"Apakah Komisi I DPR RI sudah mengadakan rapat dimaksud? Menurut pemantauan kami rapat tersebut belum dilaksanakan. Mestinya proses Revisi kedua PP tersebut berjalan sesuai kesepakatan RDP tanggal 24 Agustus 2016 yang lalu. Tetapi mengapa Menkominfo sudah lebih dahulu membuat pernyataan yang bertentangan?" ungkap dia dalam keterangan resminya, Rabu (21/09).
Menurutnya, konsep network sharing tidak dikenal dalam Undang Undang Nomor 36 Tahun 1999. Sehingga dalam Peraturan Pemerintah Nomor 52 tahun 2000 maupun Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 sebagai petunjuk pelaksanaan UU Nomor 36/1999 sama sekali tidak diatur mengenai network sharing.
"Menurut kami apabila network sharing wajib dijalankan oleh operator telekomunikasi, maka hal itu berpotensi melanggar Undang Undang di atasnya. Untuk itu kami dari FSP BUMN Strategis akan menyiapkan permohonan Judicial Review Peraturan Pemerintah itu ke Mahakamah Agung jika nanti jadi ditanda tangani presiden seperti yang diramalkan Menkominfo," tuturnya.
Dia mengharapkan agar seyogyanya pemerintah menghormati proses di DPR sesuai rapat dengar pendapat tersebut, bahkan akan lebih baik bila revisi Peraturan Pemerintah tersebut menunggu perubahan Undang-Undang No 36 tentang Telekomunikasi terlebih dahulu agar tidak melanggar Undang-Undang yang masih berlaku.
Sebagaimana diketahui, tersiar kabar jika draft kedua PP tersebut telah selesai. Saat ini posisi kedua draft itu berada di Sekertariat Negara (SetNeg) untuk diperiksa ulang dan menunggu ditandatangani Presiden RI Jokowi. Informasinya, kedua draft itu memuat tentang kebijakan yang bersifat wajib atas sharing infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi.
(mdk/idc)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
TKN Prabowo-Gibran segera mengirimkan tim pencari fakta khusus untuk mengusut dugaan kecurangan pemilu
Baca SelengkapnyaSirekap penting sebagai wujud keterbukaan informasi pada masyarakat.
Baca SelengkapnyaKeterbukaan informasi publik memiliki peran signifikan dalam pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Operasional dan ekosistem kelembagaan koperasi sudah lama tidak dibenahi, meskipun koperasi dianggap sebagai pilar perekonomian nasional.
Baca SelengkapnyaMentan juga mengajak Komite II DPD RI untuk mendukung pemerintah dalam mewujudkan swasembada pangan.
Baca SelengkapnyaIstana menjelaskan alasan pemerintah membuka rekrutmen calon aparatur sipil negara (CASN) besar-besaran pada tahun politik 2024.
Baca SelengkapnyaBadan Legislasi (Baleg) DPR dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyetujui Revisi UU Desa.
Baca SelengkapnyaBahkan Menkominfo menyebut situasi ruang digital lebih baik dibandingkan pada 2019.
Baca SelengkapnyaKetua Baleg DPR RI, Supratman Andi Agtas menjelaskan pemenang Pilkada tak perlu memperoleh suara 50+1 seperti pada aturan Pilpres.
Baca Selengkapnya