MK segera bawa aduan APJII ke pleno
Merdeka.com - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (UU PNPB) dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (UU Telekomunikasi) pada Senin (17/3) di Ruang Sidang MK.
Perkara yang teregistrasi Kepaniteraan MK dengan Nomor 12/PUU-XIII/2014 ini dimohonkan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII).
Dalam sidang perbaikan permohonan tersebut, Pemohon yang diwakili oleh kuasa hukumnya Pradnanda Berbudy, menerangkan telah memperbaiki permohonan sesuai saran majelis hakim konstitusi pada sidang sebelumnya.
Pemohon memperjelas pasal-pasal yang dimohonkan untuk diuji, yakni Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 UU PNPB serta Pasal 16, Pasal 26 ayat (2) dan Pasal 34 UU Telekomunikasi.
Selain itu, Pemohon juga menambahkan konstruksi penerimaan bukan pajak tidak memberikan kepastian hukum yang adil. “Petitum pun diubah sesuai dengan pasal yang kami uji. Selain itu, point of view dari masyarakat juga kami tambahkan,” ungkapnya.
Majelis Hakim Konstitusi yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Arief Hidayat mengesahkan beberapa alat bukti. Arief mengungkapkan nantinya akan membawa permohonan tersebut ke RPH sebelum diputuskan untuk digelar sidang pleno MK.
“Nanti pemohon akan kami beritahu lagi mengenai sidang pleno lanjutan,” jelasnya.
Dalam pokok permohonannya, Pemohon mendalilkan hak konstitusionalnya terlanggar akibat berlakunya Pasal 2 dan Pasal 3 UU PNPB serta Pasal 16, Pasal 26 dan pasal 34 UU Telekomunikasi.
Menurut Pemohon, kedua undang-undang tersebut adalah dasar hukum Pemerintah melakukan pungutan negara berasal dari penerimaan bukan pajak.
UU ini mengamanatkan kepada Pemerintah untuk diatur lebih lanjut dengan PP No. 7/2009 yang berlaku bagi Kementerian Komunikasi dan Telekomunikasi. PNBP yang berlaku pada kementerian tersebut tidak memberikan jaminan atas kepastian hukum yang adil.
Jenis dan biaya atau tarif PNBP ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah juga dianggap bertentangan konstitusi, karena pungutan lain yang sifatnya memaksa haruslah diatur dalam undang-undang.
(mdk/nvl)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Presiden sudah akan menaikkan pangkatnya bulan Agustus. Tapi dia menolak kesempatan langka menjadi jenderal.
Baca SelengkapnyaPemerintah Beberkan Alasan Buka Loker CPNS dan PPPK Tahun 2024
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Jika tren angka 51,8 persen Prabowo-Gibran terus naik maka potensi satu putaran cenderung meningkat.
Baca SelengkapnyaPemindahan ASN ke IKN Diundur, Ini Alasan MenPANRB
Baca SelengkapnyaMK berpendapat Pilkada harus dilakukan sesuai dengan jadwal.
Baca SelengkapnyaMardiono tak boleh bermain mata pada proses sidang di MK dan hanya fokus pada bukti dan fakta yang ada.
Baca SelengkapnyaJokowi menjelaskan bahwa bantuan pangan berupa beras bisa dilanjutkan setelah bulan Juni jika anggaran negara mencukupi.
Baca SelengkapnyaHal ini tercantum dalam Putusan Nomor 116/PUU-XXI/2023 dari perkara yang diajukan oleh Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Baca Selengkapnya