
Sejarah Museum Goedang Ransoem Sawahlunto, Dulunya Tempat Dapur Umum Untuk Pekerja Batu Bara
Masa kolonial Belanda meninggalkan ragam jejak peninggalannya di berbagai daerah, salah satunya di Sawahlunto, Sumatra Barat.
Masa kolonial Belanda meninggalkan ragam jejak peninggalannya di berbagai daerah, salah satunya di Sawahlunto, Sumatra Barat.
Kawasan Sawahlunto dulunya merupakan tempat penghasil batu bara terbesar di Nusantara. Tak heran jika pemerintah Belanda sangat menjaga daerah tersebut karena pundi-pundi keuntungan lahir dari batu bara.
Sebagai kota batu bara, Sawahlunto terdapat ragam peninggalan sejarah kolonial Belanda mulai dari bangunan hingga fasilitas umum yang dulu menjadi andalan masyarakat dan pemerintah.
Salah satu peninggalannya yaitu sebuah bangunan yang dulunya memiliki peranan penting bagi para penambang di Sawahlunto. Kini tempat tersebut menjadi Museum Goedang Ransoem.
Penasaran dengan sejarah bangunan Goedang Ransoem yang legendaris? Simak ulasannya yang dihimpun merdeka.com berikut ini.
Mengutip dari museum.kemdikbud.go.id, Museum Goedang Ransoem ini dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1918. Dulunya, bangunan ini digunakan sebagai dapur umum untuk para buruh tambang batu bara pada zaman kolonial. (Foto: wikipedia)
Pendirian dapur umum ini tak lepas dari sistem pembagian makanan yang buruk yang dilakukan oleh pihak ketiga. Usut punya usut, pihak ketiga yang bertanggung jawab menyalurkan makanan kepada para buruh itu berasal dari Tionghoa.
Namun, faktanya pihak ketiga tersebut justru melakukan kecurangan dalam pembagian makanan sehingga terjadilah korupsi sehingga distribusi makanan untuk pekerja menjadi terganggu. Hal ini seiring tanpa adanya pengawasan dari pihak pemerintah Belanda dalam distribusi makanan.
Pada tahun 1918, berdirilah sebuah bangunan sekaligus kompleks dapur umum yang dibangun oleh sebuah perusahaan Belanda. Merekalah yang menyiapkan dan bertanggung jawab atas suplai makanan yang diberikan kepada buruh tambang.
Seiring berjalannya waktu, aktivitas dapur umum Sawahlunto pun meningkat dan pemerintah Hindia Belanda membagi tugas pekerja di dapur umum. Mulai dari kelompok masak dari pagi hingga sore, kelompok masak sore hingga malam, dan kelompok masak malam hingga pagi hari.
Dapur umum ini bertahan sampai terjadinya Agresi Militer Belanda II di Sawahlunto pada tahun 1949. Setahun kemudian, tempat ini berubah menjadi Perusahaan Tambang Batu Bara Ombilan. Beberapa alat dan fasilitas dapur pun di lelang dan dipindahkan ke bengkel.
Setelah menjadi kantor tambang, bangunan ini juga pernah digunakan untuk kegiatan belajar mengajar yaitu sekolah (SMP) pada tahun 1970-1980-an. Lalu, dari tahun 1980 sampai 2004, bangunan ini berubah kembali menjadi tempat tinggal masyarakat.
Sampai pada akhirnya ditahun yang sama, Pemerintah setempat melakukan revitalisasi bangunan dapur umum tersebut.
Pada tahun 2005, pemerintah memutuskan untuk dijadikan museum yang bernama Goedang Ransoem yang diresmikan pada 17 Desember 2005.
Penamaan "Goedang Ransoem" sendiri tak lepas dari perannya yang sebagai tempat memasak hingga membagikan makanan kepada pekerja tambang, pasien rumah sakit, pegawai rumah sakit yang bekerja di perusahaan tambang Ombilin.
Di museum ini, terdapat beberapa koleksi alat-alat dapur yang konon dulunya digunakan untuk memasak. Seperti periuk raksasa terbuat dari besi dan nikel, kemudian ada ratusan foto lama yang terpajang. (Foto: museum.co.id)
Selain itu, ada juga kualu, rangsang, dan beragam alat-alat dapur berukuran besar. Lalu terdapat foto-foto para pekerja paksa yang diikat dengan rantai sehingga disebut sebagai Orang Rantai.
Tak hanya alat dapur, di Museum Goedang Ransoem juga mengoleksi pakaian mandir, pakaian pekerja dan koki, perlengkapan tambang, serta contoh batu bara.
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ada ragam jenis rempah yang laku di masa silam tersimpan di Museum Bahari
Baca SelengkapnyaPutu mengatakan ruang lingkup pengaturan pengelolaan museum di Indonesia perlu diatur secara komprehensif.
Baca SelengkapnyaMuseum sementara ditutup karena di dalam banyak barang-barang bersejarah.
Baca SelengkapnyaBanyak museum yang menyimpan benda-benda unik dan bersejarah.
Baca SelengkapnyaMuseum dan Galeri Seni SBY-Ani di Pacitan yang berada di dekat pantai dengan pemandangan indah deretan perbukitan cocok dikunjungi bersama keluarga.
Baca SelengkapnyaMahendra menyampaikan, proses evakuasi koleksi di ruangan terdampak kebakaran melibatkan tim ahli.
Baca SelengkapnyaDi sini masih sangat kental dengan suasana tradisional. Bentuk bangunannya pun layaknya rumah adat khas Minangkabau.
Baca Selengkapnya