Sejarah Majalah Al-Munir, Media Massa Islam Pertama di Indonesia Beraksara Jawi yang Terbit di Padang
Majalah ini juga memiliki 31 agen yang tersebar di Jawa, Sumatra, hingga Semenanjung Malaya.
sejarah![Sejarah Majalah Al-Munir, Media Massa Islam Pertama di Indonesia Beraksara Jawi yang Terbit di Padang](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/1200x630/bg/newsOg/2024/4/19/1713511982114-zmz1v.jpeg)
Majalah ini juga memiliki 31 agen yang tersebar di Jawa, Sumatra, hingga Semenanjung Malaya.
![Sejarah Majalah Al-Munir, Media Massa Islam Pertama di Indonesia Beraksara Jawi yang Terbit di Padang<br>](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/480x/ori/feedImage/2024/4/19/1713511500433-aeahlk.jpeg)
Sejarah Majalah Al-Munir, Media Massa Islam Pertama di Indonesia Beraksara Jawi yang Terbit di Padang
Media massa di Indonesia sudah eksis sejak zaman penjajahan. Saat itu ada banyak majalah terbit dengan berbagai macam rubrik, tak terkecuali seputar agama Islam. Salah satu majalah itu bernama Al-Munir.
Al-Munir merupakan majalah Islam yang terbit dwi mingguan dengan tulisan aksara jawi yang terbit di Kota Padang. Majalah ini menjadi sebagai media massa Islam pertama yang ada di Indonesia. (Foto: Wikipedia)
Majalah ini berisikan rubrik tajuk rencana seputar Islam, forum tanya jawab yang berkaitan dengan ilmu-ilmu fikih, perkembangan Islam di dunia, serta kronik terjemahan dari bahasa Timur Tengah.
Al-Munir rajin menyerukan kepada pembaca untuk kembali kepada ajaran-ajaran Islam yang murni. Majalah ini juga menjadi corong gerakan kaum muda dalam gelombang pembaruan Islam jilid kedua di Minangkabau.
Adaptasi dari Media Islam Singapura
Melansir dari beberapa sumber, sebelum kemunculan Al-Munir sudah ada lebih dulu majalah bernama Al-Imam yang terbit di Singapura sekira tahun 1906. Majalah ini masih keterkaitan dengan Al-Urwatul Wusqa yang diterbitkan oleh Jamal-al-Din Afghani dan Muhammad Abduh.
Setelah Al-Imam terbit, delegasi dari Minangkabau saat itu yakni Abdullah Ahmad menemui ketua redaksi untuk menyampaikan pesan jika ingin menerbitkan majalah dengan konsep yang serupa.
Saat kembali ke Indonesia, Abdullah Ahmad mendapat dukungan dari pedagang lokal sehingga Al-Munir pun berhasil diterbitkan. Perkumpulan Al-Munir ini sendiri terdiri dari para ulama dari kelompok pembaharu atau kaum muda.
- Sejarah Pesantren NU Tertua di Pulau Sumatera, Didirikan oleh Ulama Tersohor Berdarah Batak
- Ilmuwan Dunia yang Akhirnya Memeluk Islam setelah Melakukan Penelitian Bertahun-tahun
- 7 Cara Penyebaran Islam di Indonesia Beserta Sejarah Jalur Masuknya
- Menilik Masjid Tuo Ampang Gadang, Saksi Bisu Perkembangan Agama Islam Hingga Perjuangan Imam Bonjol
- Jimly Asshiddiqie Minta Semua Pihak Terima Keputusan MK soal Sengketa Pilpres 2024
- FOTO: Penampakan Awan Gelap dan Tebal Kepung Jakarta, BMKG Keluarkan Peringatan Dini
Resmi Terbit
Al-Munir resmi terbit perdana pada 1 Rabiulakhir 1329 Hijriyah. Penamaan "Al-Munir" ini sendiri diartikan sebagai lilin atau suluh. Majalah ini terbit setiap hari Sabtu, pada awal dan pertengahan bulan dalam Kalender Islam.
Majalah ini sebagian besar terbit dalam jumlah 16 halaman. Begitu juga tulisan yang dimuat masih menggunakan aksara atau abjad jawi. Hal ini berkaitan dengan masyarakat Minangkabau yang masih menggunakan aksara jawi untuk menulis serta membaca.
Al-Munir pun mendapatkan penghasilan dari para langganannya. Majalah ini juga memiliki 31 agen yang tersebar di Jawa, Sumatra, hingga Semenanjung Malaya. Namanya semakin dikenal pembaca karena memanfaatkan jaringan majalah Al-Imam yang sudah tidak terbit.
Secara umum, isi majalah ini menyerukan umat Islam untuk kembali kepada ajaran yang murni. Selain itu, mengargumentasikan kesesuaian Islam dengan sains dan rasionalitas modern.
Berhenti Terbit
Setelah berjalan 4 tahun, Al-Munir resmi berhenti terbit pada tahun 1915. Dalam perpisahannya dan terbitan terakhir ada edisi spesial dengan judul "Khatama". Karangan tersebut berisi keterangan bahwa Al-Munir tidak dapat dilanjutkan lagi.
Penyebab utama berhentinya penerbitan majalah Al-Munir ini karena faktor keuangan yang tidak mencukupi. Pada edisi terakhir, banyak dimuat soal pengumuman kepada agen dan langganan agar mengirimkan uang langganannya.
Di sisi lain, para pengelola majalah yang terdiri dari ulama ini tidak memiliki latar belakang sebagai seorang pedagang. Penerbitan ini pun hanya bertujuan untuk dakwah, tanpa diiringi dengan kemampuan bisnis serta profesionalitas.