Voucher pulsa caleg, modus baru politik uang jelang pemilu
Merdeka.com - Negara melalui Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) tingkat Kabupaten dan Kecamatan dinilai harus bertanggungjawab terkait budaya politik. Faktanya, hingga saat-saat menjelang pemungutan suara Pemilu 2014 ini, praktik tersebut masih merajalela dalam kampanye di berbagai tempat di seluruh Indonesia.
"Kita harus objektif, bahwa peran Bawaslu RI dan Panwaslu sendiri meski telah diberi kewenangan penuh oleh undang-undang ternyata sangat minim dalam melakukan penindakan terhadap para pelaku politik uang. Jadi walaupun kampanye dan sosialisasi kepada masyarakat dan para peserta Pemilu aktif dilakukan, namun praktiknya dibiarkan ya sama saja bohong," kata Nurholis dari Sentral Informasi Aktivis Gerakan Pemilu Bersih, lewat siaran pers, Minggu (2/3).
Sentral Informasi Aktivis Gerakan Pemilu Bersih mencatat, sejak Pemilu digelar pasca-reformasi, tidak pernah ada peserta pemilu yang ditindak karena telah melakukan politik uang oleh Panwaslu maupun Bawaslu.
"Laporan dan pemberitaan mengenai hal itu ada dari pemilu ke pemilu tapi penindakan yang berujung pidana atau bahkan pemecatan dari kepesertaan pemilu masih nol besar, ini fakta, saya kira Bawaslu dan Panwaslu harus berkaca soal ini," tegasnya.
Menurut Nurholis, ketika berbicara politik uang, maka secara kasat mata lembaga penyelenggara pemilu bisa dibilang melakukan 'pembiaran'.
"Ini fakta yang mengecewakan. Jadi perlawanan terhadap politik uang yang seolah menjadi budaya saat ini hanya bisa dilakukan oleh masyarakat bukan oleh lembaga yang diberi wewenang melakukan penindakan. Ini akar persoalan yang harus diselesaikan," tandasnya.
Nurholis menyinggung salah satu kasus yang menjadi sorotan terkait politik uang di Pemilu 2014 adalah peredaran voucher pulsa caleg dan voucher asuransi.
"Ini modus baru yang patut diwaspadai dan harusnya ditindak sebelum berkembang lebih jauh. Kasus Voucher Caleg DPR RI Indra Simatupang di Bogor misalnya, itu penanganannya lamban sekali, mulai dari Panwaslu Bogor hingga Bawaslu seolah cuci tangan, sayangnya kepolisian kita juga pasif dalam prosesnya, harusnya negara bisa lebih tegas, karena hasil dari Pemilu yang dicampuri oleh Politik uang adalah Penguasa yang korup, Parpol yang kadernya juga ikut menyuburkan budaya korupsi serta Anggota DPR yang keluar masuk bui, itu fakta kan," beber Nurholis.
Dia mengatakan, ini tidak akan terjadi kalau negara tegas melakukan penindakan sehingga memberikan efek jera pada pelaku politik uang lainnya.
"Dan pada akhirnya mendidik masyarakat agar mengikis budaya ini. Buat kami, politik uang 'subur' karena negara menyiramnya dengan 'pupuk' ketidaktegasan, pembiaran dan lepas tangan dalam kasus-kasus yang terjadi. Buat kami tanpa campur tangan negara, politik uang tidak akan mampu dikikis dari pemilu kita, ketika negara lepas tangan dan hanya melempar alasan klise maka selamanya pemilu Indonesia tidak akan jurdil dan bersih," pungkasnya.
(mdk/ren)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
'Serangan fajar' bisa berbentuk sembako, voucher pulsa, voucher bensin, hingga fasilitas lainnya yang bisa dikonversi dengan nilai uang.
Baca SelengkapnyaPolitik uang dalam pemilu adalah sebuah praktik yang melanggar aturan pemilu, di mana calon atau tim kampanye memberikan uang kepada pemilih.
Baca SelengkapnyaPolres Pekalongan mengungkap kasus penipuan dengan modus penggandaan uang bermotif politik. Korbannya seorang caleg dari Partai Golkar.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Dugaan pelanggaran pidana Pemilu saat ini telah masuk tahap ajudikasi atau sidang pemeriksaan seluruh pihak berperkara
Baca SelengkapnyaBerkas Dugaan Politik Uang Lengkap, Caleg Demokrat Diserahkan ke Kejari Makassar
Baca SelengkapnyaBerdasarkan kajian awal yang dilakukan oleh bawaslu, syarat materiil yang disampaikan pelapor dinilai belum memenuhi unsur pelanggaran.
Baca SelengkapnyaBerkali-kali Jadi Capres, Para Politikus Luar Negeri Ini Selalu Kalah dalam Pemilu, Ada yang Sampai 10 Kali
Baca SelengkapnyaCaleg bernama Syarifuddin Dg Punna itu divonis lima bulan penjara dan denda Rp5 juta oleh hakim Pengadilan Negeri Makassar.
Baca SelengkapnyaRamai sajadah dijadikan sebagai alat kampanye, tuai sorotan di media sosial.
Baca Selengkapnya