SBY jelaskan 'rumus' hitungan 100 juta orang miskin di Indonesia
Merdeka.com - Pernyataan Ketum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menyebut orang miskin di Indonesia mencapai 100 juta menuai beragam reaksi. Tak terkecuali pemerintah, sebab data yang dimiliki angka orang miskin jauh di bawah 100 juta.
Data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan, angka kemiskinan di Indonesia 25,95 juta orang. Angka kemiskinan dari BPS itu didasarkan survei Maret 2018, dengan persentase 9,82 persen atau yang terendah sejak krisis moneter 1998.
Melalui akun Twitter resminya, SBY memberikan klarifikasi. Dia menjelaskan, angka kemiskinan harus dilihat dengan 'The Bottom 40%'.
"Banyak yang salah mengerti arti the bottom 40%, kemudian langsung berikan sanggahan, tak benar jumlah penduduk miskin 100 juta orang," tulis SBY melalui @SBYudhoyono, dikutip merdeka.com, Rabu (1/8).
SBY melanjutkan, istilah 'the bottom 40%' digunakan oleh World Bank Group, yaitu 40% penduduk golongan bawah di masing-masing negara. Di negara berkembang yang income perkapitanya belum tinggi, mereka termasuk kaum sangat miskin, kaum miskin dan di atas miskin alias near poor.
"Ada pejabat negara yang mengatakan menurut BPS yang miskin hanya sekitar 26 juta. Tentu saya SANGAT MENGERTI angka itu," tegas SBY.
Presiden RI dua periode ini menjelaskan, dunia tetapkan sasaran kembar atau twin objective dalam pembangunan berkelanjutan, hilangkan kemiskinan ekstrim dan capai kemakmuran bersama.
Ketika dirinya jadi Ketua HLP PBB bersama PM Inggris dan Presiden Liberia susun bahan SDGs, the bottom 40% jadi perhatian utama.
Dia menambahkan, kelompok inilah yang mesti dibebaskan dari kemiskinan dan ditingkatkan taraf hidupnya dengan meningkatkan pendapatan atau income mereka.
"Kelompok ini sangat rawan dan mudah terdampak, jika ada kemerosotan ekonomi, terutama jika ada kenaikan harga, termasuk sembako. Dengan melemahnya ekonomi, the bottom 40% alami persoalan. Ini saya ketahui dari hasil survei & dialog saya dengan ribuan rakyat di puluhan kabupaten/kota," jelas SBY.
SBY percaya bahwa angka kemiskinan sekarang sekitar 26 juta orang, atau 9,82% seperti data yang dimiliki pemerintah saat ini. Dia memahami tak mudah turunkan angka kemiskinan.
Dia bercerita, Pemerintahan SBY-JK dan SBY-Boediono selama 10 tahun berhasil turunkan kemiskinan sebesar 6 persen. Hal ini dicapai dengan melakukan program pro-rakyat yang masif. Pemerintah sekarang, kata SBY, dalam waktu 3 tahun berhasil turunkan kemiskinan sebesar 1 persen. Dia berharap, hingga akhir 2019, Jokowi-JK bisa turunkan angka kemiskinan mencapai 3 persen.
"Saya dengar pemerintah akan tunda sebagian proyek infrastruktur, guna selamatkan ekonomi kita. Hal ini sudah lama saya sarankan. Keputusan dan kebijakan pemerintah tersebut (kalau benar) TEPAT. Saya ikut mendukung. Karena berarti negara UTAMAKAN RAKYAT," kata SBY.
"Biasanya dalam musim pemilu, kalau berbeda posisi langsung DIHAJAR. Saya bukan tipe manusia seperti itu. Kalau benar harus saya dukung," tutup SBY.
Karena komentar SBY tentang 100 juta warga miskin tersebut, membuat Menko Luhut B Pandjaitan geram. Menurut dia, sebagai seorang mantan pemimpin, harusnya memberikan data yang valid kepada rakyat.
"Kalian ingatkan tuh yang merasa dirinya bekas-bekas pemimpin itu. Jadi jangan kasih data mendidik masyarakat atau membodohi masyarakat dengan informasi yang enggak benar," kata Luhut, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Rabu (1/8).
Menurut Luhut, pemerintah selalu mengacu data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS), data tersebut tidak diragukan lagi karena dikeluarkan lembaga independen, sehingga pemerintah tidak berbohong dalam mengeluarkan data kemiskinan.
"BPS itu kan sumber data kita, BPS sudah bekerja di berbagai pemerintahan, independen," tuturnya.
Luhut menjamin, pemerintah tidak mungkin berbohong tentang angka kemiskinan yang turun, baru saat pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), karena pemerintahan saat ini selalu memperioritaskan pengentasan kemiskinan.
"Jadi enggak mungkin kita berbohong, bahwa kemiskinan single digit itu baru zamannya Presiden Jokowi. Itu jangan anu, jangan malu ngakuin. Atau karena beliau hanya mantan walikota sama mantan gubernur, yang lain mantan apa. Nyatanya beliau bisa mendeliver, ya itu harus diakui," jelasnya.
"Kita harus mendidik yang muda-muda untuk belajar, bicara secara gentlemen, secara ksatria, jangan plin-plan, kiri kanan enggak jelas," tutup dia.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Presiden Jokowi: Data Penerima Bantuan Pangan Bulog Ditambah 8 Persen
Presiden Jokowi menyampaikan kenaikan jumlah penerima bantuan untuk alokasi mulai awal tahun 2024 sebesar 8% dari data penerima sebelumnya.
Baca SelengkapnyaSBY Minta Prabowo Selamatkan Pemilu di Indonesia, Ini Alasannya
SBY berharap, Prabowo kelak memimpin bangsa Indonesia mampu membenahi sistem pemilu.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Menkes Beberkan Data Jumlah Petugas Pemilu 2024 Meninggal Turun Dibanding 2019
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut, data petugas pemilu 2024 yang meninggal tahun ini turun jauh ketimbang tahun 2019.
Baca SelengkapnyaUsai Lihat Gibran Debat, Prabowo Klaim Rakyat Ingin Pemilu Secepatnya Supaya Keputusan Jelas
Prabowo Subianto menyebut masyarakat tak sabar untuk segera memilih pemimpin usai lihat Gibran debat Cawapres.
Baca SelengkapnyaJokowi: Harga Beras Turun Saya Dimarahi Petani, Kalau Naik Dimarahi Ibu-ibu
Jokowi mengaku tak mudah bagi pemerintah mengelola pangan untuk masyarakat Indonesia yang jumlah penduduknya mebcapai 270 juta orang.
Baca SelengkapnyaOrang Berobat Tidak Dipungut Biaya, Jokowi: Kita Bersyukur Ada KIS
Jokowi memastikan JKN-KIS dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk semua jenis penyakit
Baca SelengkapnyaPersaudaraan Jangan Sampai Memudar karena Tidak Bisa Menerima Hasil Pemilu
Masyarakat Indonesia patut bersyukur dan bersuka cita karena telah melewati proses Pemilu 2024
Baca SelengkapnyaBegini Isi Undang Undang Pemilu Terbaru Tahun 2023 Terbitan Presiden Joko Widodo
Berikut isi Undang Undang Pemilu terbaru tahun 2023 terbitan Presiden Joko Widodo.
Baca Selengkapnya