MA Tegaskan Putusan PTUN Harus Dilaksanakan
Merdeka.com - Mahkamah Agung RI menegaskan putusan pengadilan tata usaha negara yang sudah berkekuatan hukum harus dilaksanakan oleh pihak yang digugat. Pernyataan ini menyikapi putusan PTUN dalam perkara Oesman Sapta Odang tertanggal 22 Maret 2019.
"Kalau ada pejabat diputus pengadilan berkekuatan tetap tidak mau melaksanakan, pejabat dalam posisi melakukan perbuatan melanggar hukum. Bisa digugat rakyat," tutur Ketua Kamar TUN MA, Supandi, di Gedung MA, Jakarta. Demikian dikutip dari Antara, Sabtu (6/4).
Sebagai negara hukum, kata Supandi, tindakan pejabat di Indonesia harus berdasar hukum dan perintah hukum wajib dilaksanakan. Walaupun bertentangan dengan kepentingan pribadi.
Supandi mengatakan, selain melanggar hukum, apabila pejabat tidak melaksanakan putusan PTUN, maka pejabat itu sedang melawan perintah jabatan.
Dia menambahkan, sejak berlakunya undang-undang tentang administrasi, banyak pihak yang tidak memahaminya secara tepat dan melihat seolah PTUN mau pun MA memaksakan keputusannya kepada pejabat.
Padahal dalam peradilan administrasi yang diadili adalah pemerintah atau eksekutif berhadapan dengan rakyat yang merasa dirugikan karena adanya perbedaan penafsiran hukum administrasi antara pejabat dengan rakyat.
"Kalau tidak dilaksanakan yang salah bukan PTUN, yang salah bukan hukum, yang salah bukan putusan hakim, yang salah kualitas kesadaran kepatuhan hukum pejabat," ucap Supandi.
Sementara itu, secara terpisah Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan mengatakan dalam mengambil keputusan KPU berpegang pada putusan Mahkamah Konstitusi. KPU telah membalas surat Presiden Joko Widodo melalui Mensesneg soal putusan PTUN telah berkekuatan hukum tetap dalam perkara Oesman Sapta Odang.
"Surat dari Setneg sudah dijawab secara resmi oleh KPU RI, di mana pokok jawaban KPU dalam bersikap secara resmi tetap berpedoman kepada putusan MK. Jadi jelas," kata Wahyu.
Hal itu bermula dari Istana Kepresidenan mengirimkan surat kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang berisi permintaan agar KPU memasukkan Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) ke dalam Daftar Caleg Tetap (DCT) DPD RI di Pemilu 2019. Surat tersebut langsung ditandatangani oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
Surat tersebut sudah dikirimkan ke KPU pada 22 Maret 2019 lalu, tapi baru beredar belakangan ini. Dalam surat itu, Mensesneg mengaku diperintahkan oleh Presiden Jokowi. Menurut Pratikno, Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta telah mengirimkan surat kepada Jokowi.
Isinya meminta agar Jokowi memerintahkan KPU melaksanakan putusan PTUN yang telah berkekuatan hukum tetap yakni putusan PTUN Jakarta Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT.
"Bersama ini dengan hormat kami sampaikan bahwa dengan berdasarkan Pasal 116 Ayat 6 UU No 5 Tahun 1986 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No 51 Tahun 2009, Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dengan surat nomor W2.TUN1/704/HK.06/111/2019 Tanggal 4 Maret 2019 kepada presiden menyampaikan permohonan agar memerintahkan KPU (tergugat) untuk melaksanakan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) yaitu putusan PTUN Jakarta Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT," demikian isi surat tersebut dikutip merdeka.com, Jumat (5/4).
Dalam surat itu, Pratikno lantas diperintahkan Jokowi untuk meminta KPU melaksanakan putusan PTUN Jakarta Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT.
"Sehubungan dengan hal tersebut, dan berdasarkan arahan Bapak Presiden, maka kami sampaikan surat Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dimaksud beserta copy putusan PTUN Jakarta Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT yang telah berkekuatan hukum tetap kepada saudara, untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan".
Komisioner KPU Hasyim Asy'ari pun angkat bicara. Menurutnya, surat itu hanya sebagai penegasan karena isinya dinilai sama dengan salinan putusan PTUN Jakarta Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT. Karenanya, KPU tegas mengabaikan surat arahan presiden tersebut dan tetap berpegang pada aturan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Dalam hal perkara ini ada putusan MK, kalau tidak mengikuti putusan MK dianggap sebagai pembangkangan terhadap konstitusi. KPU bukan anak buahnya presiden," kata Hasyim Asy'ari saat dikonfirmasi, Jumat (5/4).
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
PTUN Jakarta Tolak Gugatan TPDI soal Kasus Dugaan Politik Dinasti Jokowi
Penggugat belum menempuh upaya administratif yang diwajibkan peraturan yang berlaku.
Baca SelengkapnyaPidato Penutup Cak Imin: Tobat Dimulai dari Etika, Jangan Ugal-ugalan dan Mengangkangi Aturan
Pidato Penutup Cak Imin: Tobat Dimulai dari Etika, Jangan Ugal-ugalan dan Mengangkangi Aturan
Baca SelengkapnyaPerludem Tarik Permohonan Pengujian UU Pilkada
Banyaknya tahapan Pilkada 2024 yang akan bersinggungan dengan tahapan Pemilu nasional 2024.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Dasar Hukum Pemilu di Indonesia, Pahami Aturannya
Pemilu di Indonesia diatur dalam undang-undang yang jelas.
Baca SelengkapnyaKlarifikasi Kepala Puskesmas di Palembang soal Aturan Pegawai Wanita Dilarang Hamil Hingga Tahan Uang JKN
MG menyebut permasalahannya dianggap selesai karena hanya terjadi miskomunikasi.
Baca SelengkapnyaRukun Puasa dan Syarat Sah Pelaksanaannya, Umat Islam Wajib Tahu
Rukun puasa mencakup serangkaian aturan dan tata cara yang harus diikuti secara sungguh-sungguh dan ikhlas.
Baca SelengkapnyaJelang Cuti, Para Taruna Akpol Tampan Ini Diberi Pesan dari Komandan, Dilarang Hidup Mewah hingga Jaga Nama Baik
Isi pesannya aykni agar tak melakukan pelanggaran hingga hidup bermewah-mewahan.
Baca SelengkapnyaBawaslu Pastikan Jerat Pidana Paslon Ucapkan Hinaan, TKN: Sama Sekali Tak Singgung Pak Prabowo
Ancaman pidana itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 (UU Pemilu)
Baca SelengkapnyaJadi Tersangka usai Lawan Pencuri, Kini Pengembala Kambing di Serang Menangis Haru Kasusnya Dihentikan
Muhyani tidak pernah terbayang dan sangat terpukul saat harus berurusan dengan hukum.
Baca Selengkapnya