Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

DPR Minta Tatap Muka, MK Kembali Tunda Sidang UU Pemilu Coblos Partai Bukan Caleg

DPR Minta Tatap Muka, MK Kembali Tunda Sidang UU Pemilu Coblos Partai Bukan Caleg Gedung Mahkamah Konstitusi. ©2018 Liputan6.com/Immanuel Antonius

Merdeka.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materiil Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), terkait sistem pemilu proporsional terbuka atau coblos caleg diubah kembali menjadi proporsional tertutup atau coblos partai, pada Selasa (17/1).

Agenda sidang hari ini adalah mendengarkan keterangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Presiden, dan pihak terkait yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Ketua MK Anwar Usman mengatakan, sidang hari ditunda setelah DPR meminta sidang digelar langsung atau tatap muka. Permintaan DPR itu disampaikan lewat surat diterima MK pada Senin (16/1).

"Untuk itu pada pagi hari tadi MK di dalam rapat permusyawaratan hakim telah mengabulkan dari permohonan DPR untuk sidang secara luring," kata Anwar, dalam sidang disiarkan secara daring.

Namun permintaan DPR untuk sidang digelar tatap muka tidak dapat dilaksanakan langsung pada hari ini. Oleh karena itu, MK memutuskan untuk menggelar sidang kembali pada 24 Januari 2023 mulai pukul 11.00 WIB.

"Karena MK harus memberi tahu kepada pihak-pihak lain yaitu Presiden dan para pemohon tentunya, termasuk pihak terkait KPU, termasuk pula para pihak terkait ada sekitar 11 yang memohon untuk dijadikan pihak terkait," ucap dia.

Sebelumnya sidang juga ditunda pada 20 Desember 2022. Saat itu, DPR dan presiden minta ditunda kendati KPU telah hadir.

Sidang Dengarkan Keterangan DPR hingga KPU

Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini menggelar sidang lanjutan gugatan Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 terkait mencoblos caleg secara langsung. Sidang beragendakan mendengarkan keterangan DPR, Presiden dan KPU.

"Mendengarkan keterangan DPR, Presiden, dan Pihak Terkait (KPU)," kata Juru Bicara MK Fajar Laksono dikonfirmasi merdeka.com, Selasa (17/1).

Diketatui, sistem Pemilu proporsional terbuka atau memilih calon legislatif langsung digugat ke MK oleh enam orang. Para penggugat adalah kader PDI Perjuangan Demas Brian Wicaksono, kader NasDem Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono. Gugatan terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu itu tercatat dalam Perkara Nomor 114/PUU-XX/2022.

Penggugat menginginkan pemilihan umum memberlakukan sistem proporsional tertutup atau hanya mencoblos partai politik.

"Adanya sistem proporsional terbuka didasarkan pada Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 tanggal 23 Desember 2008. Putusan tersebut diambil menggunakan standar ganda, yakni nomor urut dan suara terbanyak sehingga Mahkamah memutuskan mengabulkan pasal a quo. Apabila melihat sejarah pemilu di Indonesia sebelumnya, sebelum UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum menggunakan proporsional tertutup di mana pemilih hanya memilih partai politik karena sejatinya berdasarkan UUD 1945 kontestan pemilu legislatif adalah partai politik,"kata kuasa hukum pemohon Sururudin saat sidang perdana di Mahkamah Konstitusi, Rabu (23/11).

"Kemudian partai politiklah yang menunjuk anggotanya untuk duduk di DPR dan DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, dengan mengacu pada alasan-alasan yang kami terangkan di atas memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," tambahnya.

Alasan Penggugat

Sejumlah alasan disampaikan para pemohon dalam sidang perdana tersebut. Sistem pemilu yang memilih calon legislatif secara langsung dinilai hanya menjual diri calon bermodal populer tanpa ikatan ideologis dengan partai. Calon tersebut juga tidak punya pengalaman organisasi partai politik atau organisasi sosial politik.

Maka, ketika terpilih menjadi anggota DPR atau DPRD, calon legislatif itu tidak mewakili organisasi partai politik, tetapi mewakili diri sendiri. Menurut pemohon, harus ada otoritas kepartaian yang menentukan siapa yang layak menjadi wakil partai di parlemen setelah melalui proses pendidikan, kaderisasi dan pembinaan ideologi partai.

Alasan lain pemohon, melalui sistem pemilihan calon legislatif secara langsung, menimbulkan individualisme para politisi yang mengakibatkan konflik internal dan kanibalisme di internal partai politik. Sistem proporsional terbuka melahirkan liberalisme politik dan persaingan bebas dengan menempatkan kemenangan individual dalam pemilu. Pemohon memandang, persaingan itu harusnya terjadi antar partai politik, karena sesuai UUD 1946 Pasal 22E ayat (3) peserta pemilu adalah partai politik.

"Sistem pemilu proporsional berbasis suara terbanyak akan melemahkan pelembagaan sistem kepartaian. Dalam praktiknya, calon anggota legislatif yang terpilih dalam pemilu berdasarkan sistem suara terbanyak tidak memiliki perilaku dan sikap yang terpola untuk menghormati lembaga kepartaian, lemahnya loyalitas pada partai politik dan tidak tertib pada garis komando kepengurusan partai politik.hal ini akan berakibat pada krisis kelembagaan partai politik dalam berbangsa dan bernegara," papar Sururudin.

Pemilihan coblos calon legislatif secara langsung juga membuat pemilu berbiaya mahal. Persaingan antar calon legislatif menjadi tidak sehat karena mendorong kecurangan berupa politik uang kepada penyelenggara. Selain itu, sistem proporsional terbuka juga memakan biaya mahal dari anggaran negara, karena harus mencetak lebih untuk caleg anggota DPR, DPRD Provinsi hingga DPRD Kabupaten/Kota.

Dalam gugatan ini, pemohon meminta MK menyatakan frasa terbuka pada Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

"Menyatakan frasa 'proporsional' pada Pasal 168 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'sistem proporsional tertutup'," tutup Sururudin.

(mdk/gil)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Ini Sosok Politikus yang Digadang-Gadang Gerindra untuk Maju Pilgub DKI
Ini Sosok Politikus yang Digadang-Gadang Gerindra untuk Maju Pilgub DKI

Partai Gerindra tengah fokus mengawal perhitungan suara pemilihan presiden (Pilpres) dan pemilihan legislatif (Pileg) 2024.

Baca Selengkapnya
Ketua KPU Telat Hadiri Sidang Sengketa Pilpres, Hakim MK: Ini Penting karena Agenda Pembuktian
Ketua KPU Telat Hadiri Sidang Sengketa Pilpres, Hakim MK: Ini Penting karena Agenda Pembuktian

Agenda sidang hari ini adalah mendengar keterangan saksi dan ahli dari KPU selaku termohon beserta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Baca Selengkapnya
Jelang Pencoblosan, Anies Berharap Tidak Ada Lagi Pelanggaran Etik
Jelang Pencoblosan, Anies Berharap Tidak Ada Lagi Pelanggaran Etik

DKPP menyatakan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari melanggar etik.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Ada Istri Ridwan Kamil, Ini Deretan Caleg Lolos Senayan dari Dapil Jabar
Ada Istri Ridwan Kamil, Ini Deretan Caleg Lolos Senayan dari Dapil Jabar

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah menuntaskan agenda penetapan hasil Pemilu 2024.

Baca Selengkapnya
Ada Agenda Penting di KPK, Firli Mangkir Pemeriksaan di Bareskrim
Ada Agenda Penting di KPK, Firli Mangkir Pemeriksaan di Bareskrim

Firli Bahuri melalui kuasa hukumnya meminta penyidik Polri untuk menjadwal ulang pemeriksaan.

Baca Selengkapnya
Cara Kombes Jeki Wujudkan Pemilu Damai dengan Ajak LAMR Pekanbaru Diskusi
Cara Kombes Jeki Wujudkan Pemilu Damai dengan Ajak LAMR Pekanbaru Diskusi

Rombongan Kapolres disambut DPH LAMR Kota Pekanbaru Datuk Seri Muspidauan beserta para Datuk pengurus LAMR Kota Pekanbaru.

Baca Selengkapnya
KPU Siap Buka-bukaan dengan Komisi II DPR Terkait Dugaan Kecurangan Pemilu
KPU Siap Buka-bukaan dengan Komisi II DPR Terkait Dugaan Kecurangan Pemilu

RDP dengan Komisi II kemungkinan baru akan digelar setelah rekapitulasi perolehan suara Pemilu 2024.

Baca Selengkapnya
Peta Partai yang Mendukung dan Menolak Hak Angket Kecurangan Pemilu di DPR
Peta Partai yang Mendukung dan Menolak Hak Angket Kecurangan Pemilu di DPR

Wacana hak angket untuk mengusut kecurangan Pemilu 2024 masih bergulir.

Baca Selengkapnya
PKB Nilai Semua Partai Sudah Menerima Presiden-Wapres Terpilih Kecuali PDIP
PKB Nilai Semua Partai Sudah Menerima Presiden-Wapres Terpilih Kecuali PDIP

PKB dan PKS telah sepakat menghadapi pasca-Pilpres dengan bersatu untuk hadapi tantangan yang kian besar.

Baca Selengkapnya