Saksi ahli kubu Fredrich Yunadi anggap korupsi bukan kejahatan luar biasa
Merdeka.com - Terdakwa perintangan penyidikan korupsi proyek e-KTP, Fredrich Yunadi menghadirkan Ahmad Yani sebagai saksi ahli perundang-undangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ahmad Yani mengatakan tindak pidana korupsi bukan merupakan kejahatan luar biasa.
Awalnya, Jaksa Roy Riady menanyakan pemahaman Yani terkait perbuatan merintangi penyidikan seperti yang diatur pada Pasal 21 undang-undang tindak pidana korupsi nomor 31 tahun 1999. Mantan anggota Komisi III DPR itu menilai makna dari pasal tersebut perbuatan merintangi penyidikan ada yang berkaitan ataupun tidak.
"Ahli menjelaskan keterangan palsu sesuatu pemalsuan tindak pidana umum. Sebagai Pembentuk undang-undang KPK, kenapa pasal 21 masuk undang-undang nomor 31?" tanya Jaksa Roy kepada Yani di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (18/5).
"Kalau kita lihat ada khusus dan ada yang berkaitan tindak pidana korupsi," jawab Yani.
"Kalau tidak masuk (berkaitan) tindak pidana korupsi menurut ahli Undang-Undang no 31 masuk tindakan kejahatan luar biasa atau enggak?" tanya jaksa.
"Extraordinary ini literatur saya korupsi tidak masuk tindak kejahatan luar biasa, yang masuk (kriteria kejahatan luar biasa) narkoba dan terorisme," ujarnya.
Dia mengatakan, pembentukan Undang-Undang KPK semata-mata sebagai lembaga penegak hukum ad hoc atau sementara dikarenakan aparat penegak hukum lainnya yakni Polri dan Kejaksaan belum optimal dalam pemberantasan korupsi.
"Sudah jelaskan kenapa KPK dibentuk ada Polri dan Kejaksaan Agung belum optimal maka KPK dibentuk," tandasnya.
Diketahui, Fredrich Yunadi saat ini berstatus terdakwa atas dugaan telah melanggar Pasal 21 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Fredrich mengklaim, dakwaan yang disusun oleh jaksa penuntut umum bukanlah ranah pengadilan Tipikor, melainkan pengadilan negeri.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Komisi III DPR Minta Kejagung Tak Tutup Ada Tersangka Lain di Korupsi Kereta Besitang-Langsa
Modusnya, para pelaku melakukan korupsi dengan sengaja memecah proyek
Baca SelengkapnyaKomisi III DPR Ingin Dugaan Korupsi di Antam Jadi Momen 'Bersih-bersih' BUMN
Korupsi yang diduga dilakukan Budi Said di Antam ditaksir mencapai Rp1,1 triliun
Baca SelengkapnyaSahroni: Pengembalian Nilai Kerugian Negara dari Kasus Korupsi Masih Kecil
Selama ini, kata dia, penanganan kasus korupsi terlalu mengedepankan hukum pidana sebagai alat penyelesaiannya.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Akui Kepercayaan Terhadap KPK Kurang, Mahfud Ingin Kembalikan UU KPK Lama Jika Terpilih Jadi Wapres
Mahfud menegaskan keberadaan lembaga antirasuah itu masih sangat dibutuhkan untuk memberantas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Baca SelengkapnyaAda 431 Kasus Korupsi Diusut Polisi di Tahun 2023, Kerugian Negara Capai Rp3,6 Triliun
Polri juga menetapkan 887 tersangka tersangka kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) sepanjang tahun 2023.
Baca SelengkapnyaKejagung Periksa Empat Direktur Perusahaan Sebagai Saksi Kasus Korupsi Jalur Kereta Api Medan
Empat direktur perusahaan itu diperiksa sebagai saksi untuk tujuh tersangka.
Baca SelengkapnyaJaksa Geledah Kantor Gubernur Sumbar, Cari Bukti Dugaan Korupsi Alat Praktik SMK
Jaksa Geledah Kantor Gubernur Sumbar, Cari Dokumen Pengadaan Alat Praktik SMK yang Diduga Dikorupsi
Baca SelengkapnyaKetua KPK Singgung Oknum Bekingi Korupsi di Sektor Tambang Depan 3 Paslon Capres-Cawapres
Nawawi mengatakan, praktik korupsi masih marak terjadi di pelbagai sektor.
Baca SelengkapnyaKasus Korupsi Rumah Dinas DPR, Komisi III: Silakan Diproses Asal Jangan Tebang Pilih
intinya siapa pun terlibat diproses, silakan, asal jangan tebang pilih," kata Benny
Baca Selengkapnya