Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Radikalisme Dinilai Masih Jadi Ancaman Nyata di Indonesia

Radikalisme Dinilai Masih Jadi Ancaman Nyata di Indonesia Deputi V KSP Jaleswari Pramodhawardani. ©Liputan6.com/nafiez rambu rabbani

Merdeka.com - Paham radikalisme dinilai masih menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Deputi V Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jaleswari Pramodhawardani mengakui, persoalan radikalisme di Indonesia sudah mulai meningkat sejak 10 tahun terakhir.

"Sepuluh tahun tahun terakhir ini mengkonfirmasi radikalisme tidak hanya muncul di institusi pemerintah, namun juga di institusi masyarakat, termasuk di bidang pendidikan. Semua membuktikan ancaman radikalisme ini nyata," kata Jaleswari Pramodhawardhani dalam seminar menuju kongres 2 NasDem menggelar diskusi tematik dengan tema Menangkal Radikalisme, Menjaga Indonesia" yang digagas Partai Nasdem, Jumat (25/10). Dikutip dari Antara.

Menurutnya, selama 10 tahun terakhir ini alarm adanya gerakan radikalisme di Indonesia sesungguhnya sudah berbunyi. Termasuk ketika Indonesia sedang melakukan agenda Pemilu serta menurunnya kualitas toleransi di Indonesia.

Karena itulah, di dalam periode kedua pemerintahan Joko Widodo akan memprioritaskan pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang berlandaskan Pancasila. Semua dilakukan agar muncul penguatan Pancasila di tengah masyarakat.

"Soal radikalisme kita tahu bahwa alarm kita sudah berbunyi. Saat ini pun pembangunan jokowi 5 tahun ke depan adalah SDM yang berlandaskan Pancasila," ujarnya.

Mantan Asops Panglima TNI, Mayor Jenderal (purn) Supiadin Aries Saputra menjelaskan, gerakan radikalisme sudah ada sejak lama di Indonesia. Dia pun mencontohkan bagaimana ketika ada pemberontakan DI TII maupun NII pada masa awal kemerdekaan.

"Tadinya gerakan radikalisme adalah gerakan tradisional. Namun dengan berkembangnya media sosial, maka gerakan radikal juga ikut berkembang," kata Anggota DPR RI Periode 2014-2019 itu.

Menurutnya, sampai dengan saat ini ada sekitar 120 juta pengguna sosial di Indonesia. Dari jumlah itu, sebagian besar atau mayoritas datang dari kaum milenial.

"Media sosial menjadi media untuk kelompok radikal untuk menghancurkan moral generasi milenial. Kita kenal dengan asimetrik warfare, perang anomali, ujung tombaknya proxy war, yakni perang yang tidak menggunakan angkatan perang," ucapnya.

Dia mengingatkan, yang paling mungkin menghancurkan bangsa Indonesia justru adalah bangsanya sendiri. Kalau dilihat dari indeks pengukuran ketahanan nasional laboratorium Lembaga Ketahanan Nasional diketahui, di bidang ideologi dan sosial budaya nilai atau indeks berada di posisi 2, atau tidak tangguh.

"Yang nilainya tidak tangguh yakni indeks 2 adalah di bidang ideologi. Di bidang sosial budaya juga rendah. Tingkat pendidikan rendah dan ini yang menyebabkan mudahnya penyebaran informasi menyesatkan di Medsos," ungkapnya.

(mdk/cob)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Perangi Radikalisme dan Terorisme dengan Moderasi Beragama
Perangi Radikalisme dan Terorisme dengan Moderasi Beragama

Di tengah upaya membumikan toleransi pada keberagaman, kelompok radikal melakukan framing terhadap moderasi beragama.

Baca Selengkapnya
Detik-Detik Menegangkan Penangkapan Tarsum Usai Mutilasi Istri di Ciamis
Detik-Detik Menegangkan Penangkapan Tarsum Usai Mutilasi Istri di Ciamis

Karnita meminta warga untuk menjaga jarak aman dan agar tidak berbuat macam-macam yang bisa mengancam keselamatan.

Baca Selengkapnya
Bantah Sindiran Anies, Airlangga Tegaskan Indonesia Dianggap Leader Negara di Selatan
Bantah Sindiran Anies, Airlangga Tegaskan Indonesia Dianggap Leader Negara di Selatan

Presiden Jokowi bahkan melawat langsung untuk mendorong perdamaian antara Rusia dan Ukraina.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
BPIP: Bangsa Ini Sudah Biasa Bertindak dengan Menghargai Perbedaan
BPIP: Bangsa Ini Sudah Biasa Bertindak dengan Menghargai Perbedaan

Dengan perilaku toleransi tinggi, Indonesia diyakini kebal dengan serangan paham radikal terorisme ingin pecah belah NKRI.

Baca Selengkapnya
Pemerintah Jokowi Setop Sementara Bagi-Bagi Bansos, Ini Alasannya
Pemerintah Jokowi Setop Sementara Bagi-Bagi Bansos, Ini Alasannya

Penghentian sementara penyaluran bansos ini untuk menghormati tahapan pemilu dan mendukung kelancaran pesta demokrasi tersebut.

Baca Selengkapnya
Jenderal Agus Subiyanto Sebar 446.219 Prajurit TNI untuk Amankan Pemilu
Jenderal Agus Subiyanto Sebar 446.219 Prajurit TNI untuk Amankan Pemilu

446.219 prajurit TNI secara serentak di seluruh Indonesia dikerahkan untuk mendukung kelancaran pesta demokrasi jelang hari pencoblosan 14 Februari.

Baca Selengkapnya
Jokowi Keluhkan Indonesia Alami Defisit Rp30 T Dampak Maraknya Impor Perangkat Teknologi-Komunikasi
Jokowi Keluhkan Indonesia Alami Defisit Rp30 T Dampak Maraknya Impor Perangkat Teknologi-Komunikasi

Jokowi menyebut kondisi itu sangat memprihatinkan dan menjadi pekerjaan besar untuk pemerintah.

Baca Selengkapnya
JK Kritik Netralitas Jokowi di Pilpres 2024, Ini Respons Istana
JK Kritik Netralitas Jokowi di Pilpres 2024, Ini Respons Istana

JK menyatakan bahwa semua pejabat sampai kepala pemerintah, presiden turut diambil sumpahnya agar berlaku adil bagi masyarakat.

Baca Selengkapnya
Ini Alasan Prabowo Mendapat Julukan Sahabat Santri Indonesia
Ini Alasan Prabowo Mendapat Julukan Sahabat Santri Indonesia

Prabowo menyatakan bahwa julukan ini merupakan suatu kehormatan baginya.

Baca Selengkapnya