Putusan PTUN soal dualisme DPD diharap bebas dari intervensi politik
Merdeka.com - Peneliti Indonesian Coruption Watch (ICW), Donal Fariz beserta sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) melakukan aksi damai di depan Gedung Mahkamah Agung. Aksi ini guna mendukung lembaga peradilan tertinggi itu bisa bebas dari tekanan dan intervensi politik dalam memutuskan carut marut dualisme kepemimpinan DPD.
Donal menjelaskan, bila melihat secara fakta dan menilai secara objektif di pengadilan, maka seharusnya gugatan yang dilayangkan oleh GKR Hemas bisa mengalahkan Mahkamah Agung. Lantaran ahli yang dihadirkan dalam persidangan juga memperkuat argumentasi bahwa Wakil Ketua Mahkamah Agung, Jusuf Suwardi yang melantik Oesman Sapta Odang telah mengabaikan tata tertib dan mengabaikan putusan Mahkamah Agung itu sendiri. Di mana masa jabatan pimpinan DPD seharusnya selama 5 tahun.
"Yang sah kalau kita berdasarkan pada Keputusan Mahkamah Agung itu sendiri dalam putusan T20/ MP32 tahun 2007, kepemimpinan DPD itu adalah 5 tahun jadi yang yang sah kan yang lama (GKR Hemas)," kata Donal, Jakarta, Rabu (7/6).
Dia menegaskan, MA merupakan puncak kekuasaan kehakiman dan sudah sepantasnya menjunjung tinggi nilai kejujuran dan objektivitas dalam memutus perkara GKR Hemas. Putusan Pengadilan TUN yang akan dibacakan besok menjadi tonggak sejarah dunia peradilan di Indonesia, apakah akan menjadi hitam atau menjadi putih.
"Ini pertarungan kita, antara hitam putih peradilan, akankah (hukum) bertarung pada kebenaran atau berpihak pada kelompok-kelompok yang berkuasa dengan berbagai macam cara melakukan kudeta politik untuk merebut kekuasaan," jelasnya.
Donal menyayangkan sikap diam Presiden Joko Widodo yang membiarkan carut marut DPD ini bergulir. Bahkan donal menyindir Jokowi yang sering mengajak OSO dalam acara kenegaraan.
"Harusnya sikap Presiden adalah dalam status dualisme dan statusku ini harusnya tidak datang dan tidak mengajak OSO dalam berbagai kegiatan kenegaraan sampai ada keputusan hukum yang tetap," tegasnya.
Ia khawatir melalui tangan-tangan gelap baik yang ada di dunia peradilan maupun di luar dunia peradilan melakukan intervensi dan tetap menyatakan OSO sebagai ketua DPD yang legal.
"Udah ini yang paling kami khawatirkan tangan-tangan gelap mempengaruhi putusan PTUN. Maka hari ini kami datang ke Mahkamah Agung menuntut pengadilan yang independen, pengadilan yang jujur untuk menegakkan hukum dan keadilan setegak-tegaknya, bukan karena intervensi, bukan karena uang atau deal-deal tertentu di wilayah politik. Itulah yang kita harapkan, (semoga putusan ini) tidak ada invisible hand. Karena kasus ini adalah kasus peradilan maka biarlah pengadilan yang memutuskannya," harapnya.
(mdk/msh)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
PDIP menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak keseluruhan permohonan sengketa hasil Pilpres 2024.
Baca SelengkapnyaDPD tidak ingin terjadi dualisme kekuasaan antara presiden dan wakil presiden yang dapat berpotensi menimbulkan pecah kongsi antara keduanya.
Baca SelengkapnyaIstana mengajak semua pihak untuk kembali bersatu dan bekerja bersama memajukan Indonesia.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Aliansi Masyarakat Adat Nasional menggugat DPR dan pemerintah ke PTUN karena dianggap abai
Baca SelengkapnyaPenggugat belum menempuh upaya administratif yang diwajibkan peraturan yang berlaku.
Baca SelengkapnyaRullyandi menilai, persetujuan pembentukan pansus oleh anggota dan pimpinan DPD RI ini pun melanggar UU MD3.
Baca SelengkapnyaAra mengatakan, keputusan itu melalui pertimbangan yang matang, salah satunya berdiskusi dengan orang tua dan keluarga.
Baca SelengkapnyaHal ini tercantum dalam Putusan Nomor 116/PUU-XXI/2023 dari perkara yang diajukan oleh Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Baca SelengkapnyaWacana hak angket untuk mengusut kecurangan Pemilu 2024 masih bergulir.
Baca Selengkapnya