Menkum HAM sudah kirim MLA ke Otoritas Papua Nugini sejak Juli
Merdeka.com - Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsuddin mengaku sejak bulan Juli telah mengirimkan surat Mutual Legal Assistance (MLA) kepada otoritas Papua Nugini terkait rencana ekstradisi Djoko Tjandra. Sementara, pihak otoritas Papua Nugini mengaku belum menerima surat tersebut.
"Sudah kirim MLA sekitar bulan Juli. Ya bisa dilihat, saya jelaskan ya seperti ini," ujar Amir Syamsuddin usai upacara ulang tahun Kejagung ke-52, Minggu (22/7).
Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat ini pun mengatakan tidak serta merta dapat melakukan deportasi terhadap Joko Chandra. Namun, karena belum ada perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Papua Nugini, maka ada mekanisme yang harus dilakukan.
"Ini kita harus lihat, bahwa mereka punya sistem hukum yang harus hormati dan setiap negara mereka punya perangkat dimana suatu permohonan ekstradisi itu bisa diuji di pengadilan negara tersebut. Apakah itu dilakukan atau tidak wallahu a'lam," jelasnya.
Namun meski belum ada perjanjian ekstradisi dengan Papua Nugini, Amir mengaku Indonesia sudah menjalin hubungan bilateral dengan Papua Nugini.
"Belum ada, tapi hubungan bilateral itu juga ada kan," kata dia.
Sementara itu, terkait apakah Djoko Tjandra sudah menjadi warga negara Papua Nugini, Amir mengaku belum mengetahui, karena hanya mengetahui lewat kabar sehingga dikirimkan surat MLA.
"Saya enggak tahu itu, kami dengar seperti itu, jadi kami berikan MLA sama halnya Kejaksaan Agung, Menkum HAM juga mengirim," tandasnya.
Adapun penyelidikan lebih jauh untuk mengetahui apa benar Djoko Tjandra sudah menjadi pindah kewarganegaraan, Amir mengaku hal tersebut bukan kewenangan pihak Kemenkum HAM.
"Oh itu bukan kewenangan kami, itu policy dari pemerintahan yang berdaulat," tukasnya.
Seperti diketahui, Komite Penasihat Imigrasi dan Kewarganegaraan Papua Nugini telah memberi kewarganegaraan kepada buronan cessie Bank Bali, Djoko Tjandra. Otoritas Papua Nugini menilai bekas Direktur Era Giat Prima itu bukanlah buronan.
Melalui Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsuddin, pemerintah Indonesia kemudian mengaku telah mengirimkan surat Mutual Legal Assistance (MLA) kepada otoritas Papua Nugini terkait rencana ekstradisi Djoko Tjandra. Namun, surat itu belum juga dibalas, padahal MLA sudah dikirimkan sejak dua minggu lalu.
Sementara itu, Perdana Menteri Papua Nugini, Peter O'Neill mengaku belum menerima MLA yang dikirimkan pemerintah RI itu.
Djoko meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusuma di Jakarta ke Port Moresby pada 10 Juni 2009, hanya satu hari sebelum MA mengeluarkan keputusan atas perkaranya.
MA menyatakan Djoko bersalah dan harus membayar denda Rp 15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546.166.116.369 dirampas untuk negara.
(mdk/war)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
14 Mahasiswa Penerima Beasiswa Otsus Papua di AS Terancam Dipulangkan, Orang Tua Lapor Komnas HAM
Baca SelengkapnyaKomisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai situasi konflik dan kekerasan di Papua semakin mencederai HAM.
Baca SelengkapnyaPenyerangan OPM tersebut dilancarkan seiring dengan niat OPM mengganggu keamanan wilayah Papua.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Penggantian nama KKB menjadi OPM itu berdasarkan Surat Telegram (ST) Nomor : STR/41/2024.
Baca SelengkapnyaPalguna mengaku baru memperoleh kabar pelaporan tersebut ketika baru pulang dari Bali.
Baca SelengkapnyaKomnas HAM tengah melakukan penyelidikan terhadap kasus pembunuhan Munir.
Baca SelengkapnyaSalah satu yang disorot soal netralitas aparat selama mengawal jalannya Pemilu tahun ini.
Baca SelengkapnyaSaksi tim hukum Anies-Muhaimin (AMIN) Surya Dharma mengungkap, ada seorang Lurah di Riau yang terlibat dalam upaya pemenangan Prabowo-Gibran.
Baca SelengkapnyaMasyarakat Indonesia patut bersyukur dan bersuka cita karena telah melewati proses Pemilu 2024
Baca Selengkapnya